Â
"Kan---"
Â
"Tidak usah dijawab," potong Zaighun. "Sepekat, sehitam, dan sekental apa pun secangkir kopi ini," Zaighun mengangkat cangkir yang sudah kosong, "maka tak ada artinya jika ditumpahkan dalam kolam seluas ini, Alfaina...." Plunggg, cangkir kopi itu dijatuhkan ke dalam kolam.
Â
"Kau tak bisa mengendalikan ucapan, perspektif, dan perilaku orang terhadapmu. Maka hanya dengan membentangkan hatimu seluas-luasnya kau bisa menerima semua itu. Ibaratkan jika hatimu selebar kolam ini---bukan sesempit gelas tadi---maka bukankah secangkir kopi tak akan pernah bisa mencemari? Apalagi mengotori?" Zaighun tersenyum takzim. "Tunaikan kesabaranmu, maka genap pula takdirmu. Kita tidak pernah tahu bagaimana makrokosmos mengaitkan benang kehendak-Nya."
Sayup-sayup terdengar kumandang azan Maghrib dari langit selatan. Sedangkan di barat cakrawala, mentari sempurna tumbang, menyisakan gurat merah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H