Tetapi, bukankah tidak ada yang tahu gejolak nurani seseorang bagaimana? Kadang, di balik tawa seseorang, ada sepercik api yang tercekat dalam kerongkongan. Dikunci rapat-rapat di antara deru jantung. Entah sampai kapan gembok itu bertahan.
Â
Mereka lanjut berbincang-bincang hangat, ngalor-ngidul. Lagi-lagi Alfaina hanya menganggap mereka bercanda ketika dirinya dijadikan "bahan".
Â
Â
***
Â
"Apakah kesabaran itu ada pintunya, Zaighun?"
Â
Gazebo berdinding anyaman itu lengang sejenak, menyisakan jam dinding yang berdetak, tepat di atas rak kitab dan buku-buku. Kepulan asap memenuhi gazebo. Zaighun tersenyum takzim, entah apa yang ada di pikiran Alfaina. "Jendela? Kesabaran tidak bertempat di dalam ruangan, Alfaina. Tidak ada jendela. Kesabaran itu terletak di samudera yang terbentang luas, bahkan garis horizon cakrawala tak dapat membendung dan membatasi." Zaighun menyesap rokok sesaat, "Kenapa kau bertanya seperti itu, Alfaina?"
Â