Akibatnya meskipun disakiti puluhan tahun, korban KDRT memilih bertahan. Apalagi jika turut didukung dengan lingkungan terdekat seperti keluarga dan mertua yang mengatakan bahwa suami itu pemimpin.
Korban pun tidak berani melapor demi menutupi aib keluarga dan menjaga citra suami.
Hal itu diakui oleh Neng Hannah, dosen Fakultas Ushuludin UIN Sunan Gunung Jati Bandung. Menurutnya, nilai patriarki yang kuat seolah dibenarkan dengan tafsir agama yang bias gender.Â
Filter agama mejadikan korban KDRT sering membatalkan konseling dengan alasan tidak mendapatkan izin suaminya (yang notabene pelaku kekerasan).
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyajikan pemahaman yang berkesetaraan dan berkeadilan.
Adil Sejak Dalam Pikiran
Semoga tulisan saya ini dapat mengajak teman-teman Kompasianers ikut gerak bersama untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan sekaligus menghapus tindakan kekerasan.
Diskursus bias gender hanya dapat dihilangkan dengan dekonstruksi pemikiran. Ini bisa kita mulai dari diri sendiri dengan cara berperilaku adil sejak dalam pikiran.
Rasulullah SAW saja beritikad memerah susu kambing sendiri. Di Indonesia, perkara bikin kopi pun mesti menyuruh istri.
***
#LadiesianaRenungankuHarapankuÂ