Mohon tunggu...
himmahtul ngaliyah
himmahtul ngaliyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga

ig : himmalegi_

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Masih Ada Namamu

28 Oktober 2023   00:20 Diperbarui: 28 Oktober 2023   00:38 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(instagram)

Jogja, 2018 

Semua itu bermula ketika, aku menjadi santri empat di sebuah organisasi berbau ORMAS yang bisa dimasuki lintas kampus hanya pada tahunku. Benar-benar salahku tertarik lebih dulu kepadamu. Berdalih ingin mendirikan organisasi yang sama di kampusku. Tentu awalnya aku datang men-chating untuk menyapa kemudian menyampaikan maksud ingin mendirikan organisasi yang mas tekuni di kampusku. Dari situ, kita memulai chating randoom. Lama-lama dalihku akhirnya katahuan juga.

Aku tidak tau akan serumit itu mencintai seorang aktifis. Diitari banyak wanita sedikit banyak membuatku cemburu juga. Terus chating meski tidak setiap hari memberikan rasa 'ada' yang lain yang sampai saat ini aku gagal menjabarkannya.

Terus menjadi teman nyatanya membuatku murung, sepertinya aku membutuhkan validasi. Dari chating yang kamu kirim sepertinya enggan lebih, begitu aku menyimpulkannya. Mulai menjauhkan diri, menjaga jarak atau malu karena jual mahal? Entah bagaimana.

Jaga jarak, jarang chating dua tiga minggu malah membuatku rindu, tapi sudahlah di usia yang tidak lagi muda tak kunjung diberi validasi rasanya sia-sia. Namun lagi-lagi bagiku ini sangat rumit. Beberapa kali aku terlena juga.

Semarang, Mei 2021

Plotwish, ternyata teman karibku saat dibangku SMP juga menyukaimu, dia mengutarakan kekagumannya padamu. Sekaligus menceritakan isi chating-an kalian berdua. Diruang tamu kamar kos ketika aku bermain kesana, bahagianya ia ketika bercerita akan menjadikanmu pasien giginya. Ia mendekatimu dengan cara elegan, dari sini aku kalah lagi. Kala itu, mau bagaimana lagi aku tidak cukup sanggup memberitahunya bahwa kita menyukai orang yang sama. 

Terkesan cerita anak SMA. Tapi ketahuilah, sahabatku dan aku sejak SMP menyukai orang yang sama. Terjadi lagi di bangku kuliah menyukai mas-mas aktifis yang dikagumi banyak orang. Tak terbayangkan di beda letak geografipun kita bertemu dengan orang yang sama. Mereka dipertemukan karena organisasi ini pula.

Aku sungguh tidak ingin menyakiti siapapun dan kejadian yang lalu jangan terulang kembali. Aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari subjek menggilaimu. Membiarkan kalian berdua menyenangkan hati satu sama lain. Tidak mencampuri hubungan orang lain, akan lebih baik bukan?

Nyatanya tidak semudah itu, teman karibku si anak Semarang memutuskan untuk tidak lagi menyukaimu, ia mengungkapkan kekecewaannya karena ternyata kamu masih menyukai mantan kekasihmu.

Wah luar biasa campur aduk, ternyata sedari awal aku memang bukan wanita satu-satunya yang dibuat nyaman. Mantan? Aku bahkan tidak tahu tentang ini. Aku tidak mengerti keputusannya mengapa tidak menceritakan tentang mantanya kepadaku juga? bukankah status kalian juga masih teman? Seperti aku?

Jogja, 2022

Tidak ingin terlalu ambil pusing, banyak misi perkuliahan yang harus dituntaskan. Memutuskan untuk tidak terlalu mengharapkanmu sepertinya tidak mengapa, menjadikanmu sekedar teman chating sepertinya akan menjadi hal yang luar biasa asik. Ya kita tetap chating an.

Tapi ternyata waktu memang tidak disediakan sebanyak itu untuk saling mengirim pesan, kita sibuk. Kamu menjadi ketua di tingkat alumni organisasi kita, menjadi magister di sebuah universitas, Menjadi karyawan disebuah lembaga ORMAS. Padatnya kegiatanmu nyatanya tak membuatku mengerti, aku menagih janjiku sendiri akan menjadikanmu teman chating yang asik. Itu janjiku pada diri sendiri tapi seakan kamu ikut bertanggung jawab didalamnya. Aku ingin 'kabar asik' saat tak lagi ada notif darimu. Aku merasa bukan prioritas. Merasa tak berarti. Begitulah aku menuduhmu penjahatnya.

Padahal aku sendiri? Sibuk menyelesaikan tugas akhir, menagihmu hanya untuk sekedar menanyai kabarku, akhirnya harapan itu menyakiti diriku sndiri. Lagi dan lagi.

Jogja, Juli 2022

Seseorang teman dari organisasi yang sama, memberitahuku perihal kondisi tubuhmu yang sedikit kurus. Aku melihat foto yang ia tunjukkan, sambil terharan-heran. Dari sana mata berbinar itu kini layu, badan tegap itu kini bungkuk, wajah itu kini tirus. Beberapa kali pertemuan kita tidak luput sedikitpun aku melihatmu. Hafal betul wajah sumringah ramah itu, badan tegap berwibawa itu, kaki jenjang itu, kumis tipis tekadang sedikit lebat (tidk sempat mencukur) itu. Prihatin melihatmu kala itu.

Sambil mengamati foto, aku bergegas mengambil handhone. Mencari daftar kontakmu yang kuhapus empat bulan lalu. Langsung memanggil namamu seperti panggilan-panggilan sebelumnya, seperti biasa yang sering aku kirimkan. Kamu, seperti biasa membalasnya dengan cepat.

Disini, kamu menceritakan kondisimu, menjabarkan kondisi mas dalam  lima pesan masuk.

"sering telat makan"

"gak nafsu makan"

"banyak pikiran"

(dua masalah lain yang tidak dapat aku sebutkan)

Lalu kita melanjutkan chating, mas Asam Lambung dan pembahasan kami tidak jauh dari itu. Mas juga berencana akan pulang ke kampung halaman karena rindu dengan keluarga.

Perlu diketahui, aku sejahat duri yang menusuk nadi. Dalam membalas pesan yang seharusnya iba itu aku sibuk menyandang menyadarkan diri bukan siapa-siapa, untuk apa seperhatian ini?

Riau, september 2023

Seorang teman yang sama mengirimkan screenshot kondisi mas yang berbaring di rumah sakit, lebih kurus dari terakhir kali aku mendapat foto mas terkahir kali PAP wajah dengan seorang teman. Kurus, tapi ini sudah tidak bisa disebut kurus lagi. Tubuh itu tinggal tulang-belulang aku tidak dapat menjabarkannya, sungguh memprihatinkan. Aku bermaksud pulang ke Jogja dalam waktu dekat, nanti turunnya di Surabaya yang kemudian dapat menjengukmu dirumah sakit. Tapi itu tidak terjadi.

Waktu itu, isi kepalaku hanya penyesalan, andai aku tidak menghapus nomermu, andai aku memperhatikaamu, andai aku baik dan tidak egois, andai aku sadar lebih cepat bahwa cinta tidak selalu tentang mendapatkan dan tidak selalu tentang memiliki. Ah lagi lagi aku fokus kepada diriku sendiri. Doa saja aku hampir tak ingat. Tuhan, aku mengkhianati perasaanku sendiri. Padahal jelas-jelas kita sempat chatingan dan membahas tentang kondisinya yang memang sudah sakit. Tuhan, tuhan beginikah moral seorang yang mengaku mencintainya.

Jogja, 5 september 2023

Aku sampai di Jogja, berharap mas sudah pulang dari rumah sakit, namun postingan IG mas masih dirumah sakit. Aku memutuskan untuk mengirim pesan terlebih dahulu.

Tuhan, apa terus begini caranya menanggapi pesan para wanita. Dia sakit, tapi masih membalas dengan cepat. Segera ku tepis pikiran-pikiran jahat itu. Aku menanyakan kabarnya yang memang sedang tidak baik-baik saja tergambar jelas dari bentuk fisikinya. Sambil membayangkan ia berbaring di rumah sakit, teringat kala kami bertemu untuk pertama kalinya, tidak melalui laman chating, di sebuah acara yang dilaksanakan oleh organisasi kami, dia menyapaku lebih dulu. Kala itu, aku sedang duduk dikursi deretan depan tapi dibelakang, ada space untuk lalu lalang tamu atau orang yang akan masuk. Kamu menyapaku, dengan menendang kakiku, ah bodoh sekali. Aku kira kamu adalah lelaki dengan tipu daya terbaik, ternyata tidak juga, saat itu mas terlihat sangat canggung. Akupun tidak kalah bodoh, tidak menanyakan apapun, malah tersenyum kikuk, ah tuhan dua manusi bodoh ini tidak menyertakan rasionalitasnya.

 " HB, masih di rs" begitu pesan masuk darimu membalas pesanku.

Mas, aku benar benar mencari tiket kereta ketika itu juga, hanya saja aku tertinggal satu minggu materi perkuliahan setelah pulang ke riau, aku mengurungkan niat, bermaksud akan menemuimu ketika semua urusan sudah selesai. Akhirnya aku hanya mengucapkan doa dan semangat, "aku tunggu ngerjain tesis bareng di Jogja". Aku egois dan bodoh. Aku parah.

Tidak konsenterasi seperti biasanya saat mengerjakan tugas, tapi nyatanya aku hanya membuka dan menutup leptop sambil sesekali melihat room chating di whatssap "ruang" kita. Beberapa kali mas mengirim PAP, terakhir kali mas mengirim foto,mengabarkan kalo pakde meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit dua minggu, pesan itu lima bulan yang lalu sebelum akhirnya aku benar-benar menghapus nomermu. Aku tidak terlalu peduli kejadian itu karena fase ini aku menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa, aku bukan satu-satunya. jelasnya aku sibuk meminta arti kedekatan ini. Tapi lagi, aku menyalahkanmu yang tak kunjung memberi, padahal mas memang begitu pada semua wanita kan? Atau tidak? Aku sibuk menyulut emosiku sendiri. Terhapus.

Ketika waktu itu sempat chating perihal kondisinya. Aku membacanya sambil menangis. Tuhan kenapa kau ciptakan aku hanya untuk egois dengan tidak memperhatikan kondisinya. Engau ciptakan aku dengan sangat tidak manusiawi, aku menjawab pesan itu formalitas pada umumnya pun perhatian itu tidak berlangsung lama dan tidak membuatku melakukan apa-apa. Lagi, aku sibuk menuduhmu memberikan informasi ini pada orang lain juga selain aku, pada perempuan lain juga. Menuduhmu meminta belas kasih. padahal Kalo memang iya lantas kenapa? Dari pada menggiring pikiran kesana aku seharusnya memperhatikanmu dengan khusus tidak peduli ada yang lain, tidak peduli itu siapa. Mempedulikanmu akan lebih baik saat mengenangmu sepert saat ini. Sepertinya tidak ada yang lebih bodoh dari wanita sepertiku. Mengaku cinta, meminta arti, tapi aku sendiri yang menodainya.

Beberapa chating, memberitahukan aktifitas-aktifitas yang kalo tidak dilakukan orang yang benar-benar kuat tidak akan semua dapat diselesaikan setiap harinya dengan baik. Ck, dibulan Agustus kamu mengirimkan sharelock lokasi memberitahuku kalo sekarang sudah mulai ngekos didaerah tempatku tinggal, katamu karena lebih dekat denganku tapi aku tau itu bercanda, karena tempat kerjamu pun dekat dari sini. Aku membalas pesanmu, masuk lagi PAP kamar kos yang berantakan penuh dengan barang-barang. Kamu memintaku untuk membantumu membereskannya karena sibuk tidak sempat beres-beres. Aku datang ke kos di kemudian hari membereskannya. Sementara mas kerja. Tidak ada keanehan hanya barang-barang milik laki-laki pada umumnya.

(chat lain) Kita pernah janjian bertemu disalah satu caf dengan dalih mengerjakan tugas bareng, dalih: nyatanya kita tidak benar-benar mengerjakan tugas kuliah. Aku juga tidak mengerti, yang terfikir hanya, asik. Ya begitu. Jelas begitu. Tuhan, dia baik. Mas mau mendengarkan aku bercerita tanpa menyela sedikitpun, tidak menggurui tidak juga egois menceritakan kesibukan mas sendiri. Mas sangat tenang dalam memberi masukan, sangat menyenangkan lagi duduk disana berdua saja. Aku benar-benar mebayangkan akan banyak waktu seperti ini. Sayangnya, pertemuan ini ternyata tidak untuk diulang.

Selebihnya chating-an kita hanya janjian badminton, rutinan olahraga yang membuat kami bertemu setidaknya satu minggu sekali. Banyak video mas sedang bermain. Sesekali kita menjadi patner main yang payah, ya karena aku mendominasi kekalahan ketidak tanggapanku dalam mengambil kok (shuttlecock). Mas sungguh lelaki yang sopan, aku jarang mengambil bola yang jatuh, tidak pernah pula mas menyuruhku mengambil kok yang jatuh meski itu didekatku dan kesalahanku. Bermain tanpa menyentuh saat memberiku kok karena giliranku men-servis membuatku yakin ia lelaki yang baik. Ia ahli menangkis bola, tubuhnya mndukung untuk menjadi seorang atlet badminton ketahuilah tubuhnya tinggi, badannya profesional tidak kurus juga tidak gemuk, ia bersih, rapih dan putih. Semua orang past menyetujuinya.

29 September 2023, bojonegoro

Tuhan sangat baik, tapi dengan mengaku ikhlas aku tak kuasa. Tidak ada yang baik-baik saja mendengar kabar duka. Aku meraung mas, sesak.

Beberapa teman dekat mengucapkan belasungkawa, pada apa saja yang kau tinggalkan disini. Aku ingin kesana mas, menemuimu. Mencium tanah tempat barumu, selagi masih basah. Mendoakan keberkahan dan keluasan kuburmu. Mengikrarkan kebaikan-kebaikan yang mas tuai saat di dunia. Kemudian kesempatan itu tidak datang kepadaku. Aku memilih mencintai diriku lagi.  

Suatu hari tulisan ini menjadi saksi, jika allah berkenan aku ingin menemuimu, membacakan tahlil, membisikkan kata yang seharusnya aku ucapkan saat kau masih disini. Mengakui keberadaanmu adalah nyata dan membahagiakan. Kau definisi baik yang semua orah paham akan itu dan seperti yang kebanyakan wanita mau (lagi). Tidak ada yang sempurna, tapi aku berani menepis cacatmu. Perihal wanita, aku pikir akan lebih baik menganggapnya juga teman sepertiku.

Jogja 25 Oktober 2023

Saat ini, sambil sesekali menonton videomu di sosial media :

Aku masih membayangkan kita bermain badminton dengan mas menjadi patnerku.

Masih membayangkan sesekali kita bertemu disebuah caf meski tidak sering pun tak apa.

Masih membayangkan mas memimpin organanisasi dengan ketenangan yang luar biasa.

Masih membayangkan keinginan mas untuk menjadi kaya, lalu berani meminang seseorang.

Masih membayangkan mas pulang, kesini. Di jogja menemuiku.

Atau setidaknya mengirim pesan seperti biasanya.

Meski begitu kali ini aku mengaku ikhlas tanpa syarat. Bayangku akan pudar, akan ada kamu dikemudian waktu yang aku tidak tau dalam wujud apa. Akan ada kamu di kemudian masa yang mungin sekarang aku tidak tau akan begitu baik memberikanmu space dihatiku.

Aku tidak menjamin wujud itu akan mirip seperti dirimu, yang jelas aku berjanji akan lebih baik dalam berkomunikasi, akan lebih baik dalam memperhatikan orang-orang yang ada di sekelilingku dan yang aku sayang. Aku berhutang kesadaran kepadamu, berhutang temu sambil membacakan tahlil.

Aku tidak tau atas dasar apa aku merindu, tidak pula mengerti atas dasar apa aku menemui dan bertemu keluarga. Semua pihak tidak mengerti, aku sendiri tidk mengerti karena memang kau tak pernah sedikit saja menyatakannya. Atau pada yang lain?

Entah kapan aku akan selesai bertanya.

Pun ada yang lain menulis seperti ini untuk mengabadikan kebahagiaan yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun