Fedderke (2005) mengemukakan bahwa kapital manusia memungkinkan adanya perkembangan teknologi serta menyerap kemajuan teknologi yang ada di wilayah lain. Selain itu, karena kapital manusia terdiri dari pengetahuan dan keahlian, kemajuan di bidang teknologi dan sains bergantung pada akumulasi kapital manusia (Abbas, 2001).Â
Istilah awal kapital manusia dapat ditelusuri pada karya Adam Smith pada abad 18 yang menekankan pentingnya kemampuan berguna yang dimiliki seluruh anggota masyarakat.Â
Hubbard (2014) secara s mendefinisikan kapital manusia sebagai akumulasi keahlian dan pengetahuan yang diperoleh dari edukasi, pelatihan, atau pengalaman.Â
Melengkapi definisi tersebut, OECD (2001) menjabarkan kapital manusia menjadi empat hal: pengetahuan, keahlian, kompetensi, dan atribut yang tertanam dalam diri individu dan memfasilitasi penciptaan kesejahteraan personal, sosial, serta ekonomi.
Human Capital Index (HCI), yang disusun oleh World Bank, merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur secara kuantitatif kapital manusia.Â
Secara spesifik, ekspektasi kapital manusia yang akan diperoleh anak ketika berumur 18 tahun, dengan menimbang risiko kesehatan buruk dan pendidikan buruk di negara anak tersebut tinggal.Â
Data yang dirilis oleh World Bank pada tahun 2018 menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara dengan nilai HCI tertinggi---sebesar 0,88---dibanding 158 negara lain.Â
Sebaliknya, Chad memiliki nilai HCI terendah, yaitu sebesar 0,29. Sementara itu, Indonesia dengan nilai HCI sebesar 0,52 menempati posisi 88 dari 158 negara.Â
Angka tersebut menunjukkan bahwa dengan kondisi pendidikan dan kesehatan Indonesia terkini, anak terlahir sekarang hanya akan 0,52 atau setengah produktif dari tolak ukur di mana Indonesia memiliki kualitas pendidikan dan kesehatan yang optimal.