Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kita Berada dalam Pusaran Propaganda Kebencian

13 September 2016   22:19 Diperbarui: 26 September 2016   11:30 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster gerakan No Hate Speech Movement di Eropa. (sumber: nohatespeechmovement.org)

ISIS mengeksploitasi nyaris semua saluran distribusi konten digital mulai dari Facebook sampai Twitter, dari Telegram sampai Surespot, dari Buzzfeed sampai 9gag. Pusat produksi konten mereka terdesentralisasi mulai dari Afrika Barat hingga Kaukasia menggunakan fasilitas produksi otonom. Mereka juga membangun sindikasi media mainstream yang dirintis oleh Al-Furqan Media. Seorang wartawan video yang terafiliasi ke ISIS dibayar $ 700/bulan. Jangan bayangkan mereka hanya memproduksi gambar-gambar perang yang bengis.

Dalam video berdurasi 21 menit yang mereka produksi berjudul Honor Is in Jihad: A Message to the People of the Balkans, ISIS menunjukkan betapa bahagianya tentara ISIS yang digambarkan sedang menggendong anak di sebuah pasar. Ahmad Abousamra, seorang insiyur komputer yang bergabung ke ISIS menciptakan alat untuk memasang kamera GoPro di senapan AK-47 dan sniper agar videonya tampak seperti game Call of Duty.

3. Menggunakan Kekuatan Kerumunan

Kecerdikan ISIS dalam dunia propaganda dibuktikan lewat suburnya jumlah pendukung yang berekspresi di berbagai saluran media sosial. Mereka menciptakan dan membayar sepasukan besar buzzer atau elite user untuk memproduksi dan mempopulerkan konten yang kemudian menjadi viral berkat kerumunan pendukung. Dengan kemudahan menciptakan dan membeli layanan robot atau user palsu di media sosial, suara mereka menjadi ada dimana-mana -- dan sebagian besar anonim. Tak seperti Al-Qaeda yang mengandalkan diseminasi informasi melalui portal dan media sosial ofisial. ISIS benar-benar mengambil keuntungan dari kekuatan user generated content dengan cara 'melepas semua serigala dari kandang'. Mereka tampak sangat paham hubungan simbiosis antara medium dan pesan, yang dikatakan Marshall McLuhan: medium is the message.

4. Mengendalikan Percakapan

Yang dilakukan ISIS pasca serangan bom Paris 2015 adalah meluncurkan kampanye bahwa pemerintah Prancis memalsukan paspor pelaku teror. Lewat dua video berjudul Would You Exchange What Is Better for What Is Less? dan Muslim Asylum Seekers to the Abode of the Disbelievers  yang membanjiri internet, ISIS menciptakan percakapan bahwa pengungsi Syiria salah besar meninggalkan negeri mereka demi hidup di negara barat. Mereka mengembangkan narasi bahwa ISIS berjuang mewujudkan sebuah surga dunia dimana semua anak tersenyum bahagia. Dengan kekuatan kerumunan yang tersebar dan terkoordinir, ISIS mudah untuk membuat isu ini populer dan tersebar ke seluruh dunia.

5. Mendorong Aksi di Dunia Nyata

Media sosial menjadi sarana vital yang mendorong revolusi Arab Spring. Namun begitu pula dengan rangkaian kekerasan di seluruh dunia yang digelar oleh organisasi teror. Edward Archer menembaki polisi di Philadelphia setelah diradikalisasi dan dimanipulasi oleh ISIS lewat berbagai saluran digital. Archer dengan patuh menjalankan titah juru bicara ISIS, Muhammad al-Adani yang memerintahkan para simpatisan untuk membunuh setiap orang yang berkeyakinan berbeda, termasuk aparat keamanan.

INDUSTRI KEBENCIAN

Teknologi Web 2.0 tak hanya mengubah cara bagaimana konten diproduksi, didistribusikan dan diinteraksikan. Namun juga menghadirkan berbagai model bisnis baru bagi para pengelola konten. Dunia yang kita hidupi sekarang telah membuktikan bahwa seseorang tak perlu punya modal besar untuk sukses di dunia informasi; hanya perlu seperangkat komputer, koneksi internet, dan secercah ide. Mengendalikan informasi artinya tak bisa lagi mendiseminasinya secara sentralistik, namun harus terdesentralisasi dan menggunakan kekuatan kerumunan (crowd source).

Opini tak bisa hanya digalang oleh satu-dua figur, tapi membutuhkan jaringan key opinion leader (KOL). Kepentingan pihak yang berkonflik untuk memenangkan opini orang banyak lewat media sosial sebagai medium informasi paling populer saat ini telah menghadirkan sebuah industri baru: e-hate.

Pelaku bisnis e-hate yang jumlahnya tidak sedikit di Indonesia menjalankan usahanya lewat berbagai model bisnis yang elastis dan bisa saling berkomplemen. Sebagai buzzer atau KOL, mereka memasang bayaran per konten atau rentang waktu campaign. Nilainya jutaan rupiah per konten: per tweet, per Facebook post, per video, per artikel blog dll. Sebagai pemilik situs, mereka memasang iklan Adwords yang pendapatannya bergantung pada trafik kunjungan dan klik. 

Pada dunia di mana data menjadi mata uang baru, basis user menjadi vital. Ketika  anda berhasil mengumpulkan 1 juta orang pembenci di akun anda berkat bisnis buzzer e-hate, anda bisa secara leluasa mengimplementasikan berbagai model bisnis lain. Mulai dari berjualan seprei, kursus, hingga menggalang donasi dimana anda akan mengambi fee dari donasi yang terkumpul.

Ia juga bisa berbentuk agensi yang menggunakan nama kedok 'manajemen reputasi'. Tugasnya tak hanya meningkatkan reputasi klien di dunia maya, tapi juga menyerang dan membunuh reputasi pihak lawan. Isi agensi ini adalah sepasukan orang (dalam jumlah besar) yang tersebar di berbagai tempat dan punya rantai komando serta SOP yang jelas. Masing-masing serdadu siber punya tugas spesifik yang dibagi ke berbagai macam divisi. Mulai dari divisi produksi konten, interaksi, monitoring, media relation, hingga yang bersifat teknis seperti menyediakan aplikasi dan ribuan akun palsu. 

Mereka yang berada di bagian interaksi umumnya mengelola sekian puluh akun media sosial palsu yang berkeliaran di seluruh jagad maya: mulai dari Facebook sampai kolom komentar di situs portal berita. Agensi seperti ini nyata meski tak tampak. Jangan bayangkan mereka bekerja dengan cara berkumpul di sebuah ruangan kantor. Mereka tersebar di berbagai kawasan yang bahkan pengelola agensi pun tak pernah melihat wajah pasukan mereka. Orang-orang ini menjalankan sebuah organisasi anonim yang bertugas melakukan serangan dari tempat gelap. Namun penghasilan mereka nyata dengan jumlah miliaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun