Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kita Berada dalam Pusaran Propaganda Kebencian

13 September 2016   22:19 Diperbarui: 26 September 2016   11:30 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster gerakan No Hate Speech Movement di Eropa. (sumber: nohatespeechmovement.org)

Lalu, bagaimana mereka melakukan ini?

EMPORIUM MEDIA TERORIS

Gerakan propaganda terorisme hari ini tidak kurang dari sebuah operasi konglomerasi media dalam menunjang pertempuran. Dalam laporan Brooking Institute, pada 2014 saja sudah ada 46.000 akun Twitter yang digunakan untuk mendukung ISIS. Dari lokasi akun-akun itu mereka tak hanya berasal dari Timur Tengah, tapi juga wilayah negara yang menentang ISIS. Rata-rata akun memiliki 1.000 pengikut (follower). Sebuah aplikasi Twitter bernama Fajr Al-Basheer yang artinya 'Fajar Gelombang Kemuliaan' dibuat untuk mengirimkan berita dan informasi terkini tentang aktivitas ISIS di Syiria dan Irak. 

Aplikasi ini sudah memiliki ribuan pemasang yang mengizinkan akses ke data personal dan melakukan posting secara otomatis lewat akun pengguna. Dengan demikian, aplikasi ini mampu mempublikasikan ribuan konten secara simultan, mempopulerkan sebuah topik dan hashtag, yang dengan itu memperkuat pengaruh lewat masifnya diseminasi informasi.

Berdasarkan laporan Documenting the Virtual Caliphate yang dirilis Quilliam Foundation pada Oktober 2015, ISIS merilis rata-rata 38 konten baru per hari yang terdiri dari video berdurasi 20 menit, dokumentasi berdurasi panjang, esai foto, klip suara, hingga pamflet elektronik dalam berbagai bahasa; mulai dari Bahasa Rusia sampai Bengali. Seperti halnya merek-merek industri besar mengoperasikan media sosialnya untuk berinteraksi dengan khalayak, ISIS juga menggunakan teknik tried-and-true untuk mendapatkan perhatian dan interaksi massal.

"Mereka mendelusi dan mencuci otak orang lain menggunakan video berkualitas tinggi, majalah daring, media sosial, serta akun-akun Twitter teroris -- yang semua itu ditargetkan kepada anak-anak muda dalam ruang siber," tukas Presiden AS Barrack Obama dalam Summit on Countering Violent Extremism.

Direktur CIA John Brennan menegaskan bahwa teknologi interkoneksi saat ini membuat para kelompok ekstremis mampu mengkoordinasikan operasi, memikat para anggota baru, mendiseminasi propaganda, dan menularkan simpati ke seluruh dunia. Seorang ekstremis individu dapat mengakses internet dan belajar cara melakukan serangan brutal tanpa harus keluar rumah.

Pakar kontra-terorisme Richard Barret dalam laporannya berjudul Foreign Fighters in Syiria menjelaskan bahwa dalam propagandanya ISIS menunjukkan gambaran kepahlawanan, moralitas, persahabatan dan perjuangan yang memiliki tujuan mulia. Para anggota serta simpatisannya tidak segan-segan menunjukkan aksi dan keberpihakannya melalui berbagai saluran media untuk meningkatkan kepercayaan diri. Fawaz Gerges, profesor studi Timur Tengah di London School of Economics menyatakannya lebih terang benderang: "ISIS mendelusi anak-anak muda ini seakan-akan menyediakan sebuah liburan penuh petualangan."

Pesan yang mereka sampaikan lebih dari 'datang dan bergabunglah dengan kami'. ISIS membingkai pesannya tidak dalam gambaran penderitaan dan kebengisan, namun dalam bentuk imaji kemuliaan dan kepahlawanan. Bahkan ISIS menggunakan gambar selai cokelat Nutella, anak kucing dan emoji dalam meme yang mereka buat untuk memancing simpati para wanita muda untuk menggambarkan bahwa kehidupan di Syiria dan Irak tidak jauh berbeda dengan negara barat.

"ISIS bicara dengan bahasa media sosial yang kita pahami," ujar Carol Costello dari CNN.

Dalam melakukan rekrutmen, ISIS turut menyertainya dengan teknik kompensasi, isolasi dan manipulasi. ISIS menyediakan hadiah untuk para perekrut online sebesar US$ 10.000 (sekitar Rp 130 juta) per orang yang berhasil mereka rekrut. Mereka bahkan menyediakan tutorial online yang diberi nama A Course in the Art of Recruiting. 

Tutorial ini menyarankan para perekrut berbagi kebahagiaan dan kesedihan agar lebih dekat dengan target menggunakan dalih-dalih agama tanpa menyebut jihad. Seperti yang diakui Mubin Shaikh, mantan anggota dan perekrut ISIS, target utama mereka adalah remaja. Alasannya: remaja berada dalam fase mencari jati diri dan ingin berpartisipasi dalam sesuatu yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun