Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Menyelamatkan Koran dari Kiamat

5 Januari 2016   09:58 Diperbarui: 2 Januari 2018   21:10 20609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartun kematian satu demi satu media dan teknologi lama. (sumber: loo.me)

Pertarungan ini jadi rusak ketika pendatang baru yang benar-benar ringkas dan bersahabat masuk ke area pertempuran. Namanya smart phone dan tablet.

Pendatang baru ini bukan hanya bisa dipergunakan untuk membaca konten. Tapi sekaligus jadi perangkat yang 'melekat tetap' pada manusia untuk berkomunikasi, mendapatkan informasi, menciptakan konten, menonton video, mendengarkan musik, gaya hidup, hobi dan lainnya. One device for all. 

Semua kontennya gratis. Dengan kehadiran smart phone, perlombaan memperingkas koran jadi tak relevan lagi. Permainannya sudah berubah.

KEHANCURAN MODEL BISNIS LAMA

Sebagai salah satu direksi di sebuah surat kabar, saya merasakan betapa pusingnya mengelola bisnis koran. Pembelanjaan tiap tahun naik: harga kertas, harga tinta, tarif listrik, upah pekerja, biaya operasional, sewa properti, BBM dll. Sementara dari sisi pendapatan terasa meredup: pengiklan memperketat bujet, kue anggaran iklan koran yang makin mengecil, makin sulitnya mendapatkan pelanggan, dll.

70-80% sumber pendapatan rata-rata koran berasal dari periklanan. Sehingga tugas koran bukan hanya membuat produk yang berkualitas bagi pembaca, tapi juga atraktif bagi pengiklan. Turunnya pendapatan atas iklan, berarti hilangnya pekerjaan bagi para wartawan. Model bisnis ini sudah lama mapan di bisnis media tradisional. Di sisi seberang, media digital bukan hanya berhasil merebut pembaca dan pengiklan, tapi sekaligus dioperasikan dengan biaya sangat rendah.

Bob Garfied, penulis buku The Chaos Scenario mengatakan, "Media tradisional baru sebatas mengaku mereka sedang melakukan efisiensi. Tapi sebenarnya mereka sadar bahwa kiamat mereka sudah di depan mata."

Clay Shirky, pengajar media di New York University mengatakan pebisnis media tradisional terus mencari tahu bagaimana model bisnis lama mereka bisa diaplikasikan di internet. "Jawabannya adalah tidak ada. Model bisnis lama mereka sudah hancur. Karena semua masalah yang dulu dihadapi oleh media tradisional seperti persebaran, biaya produksi dan upah, telah diselesaikan oleh media digital."

Sudah nyaris mustahil menciptakan keuntungan dari bisnis media cetak dengan media digital sebagai kompetitor. Alasannya sederhana. Planet ini telah dilingkupi oleh sensor, dan sensor itu bernama manusia. 

Ketika sebuah peristiwa berlangsung, ia langsung dilaporkan diFacebook, Twitter, blog, Youtube dan lainnya. Tak perlu lagi birokrasi berlapis dan bisa langsung tersebar serta didiskusikan.

"Ketika model bisnis lama sudah hancur, cara yang tepat adalah melakukan kapitalisasi data. Hal yang sama juga berlaku dalam dunia penerbitan," ujar Clark. Hal ini saya jelaskan dalam tulisan Mata Uang Baru Itu Bernama Data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun