Motivasi itulah yang sebenarnya membunuh koran.
DEMOKRASI DAN KEMERDEKAAN ATAS INFORMASI
Pendapat soal akan matinya media cetak (mari sebut saja koran), sudah ada sejak siaran pertama radio mengudara. Ramalan koran dan radio akan mati, muncul sejak siaran televisi masuk rumah.Â
Prediksi koran, radio dan televisi akan mati, dibuat ketika internet lahir. Tapi toh nyatanya sampai awal 2000-an tidak ada satupun dari media di atas yang tutup karena jadi korban disrupsi teknologi. Sehingga saat itu muncul pendapat: kehadiran medium baru di bisnis media tidak akan membunuh medium yang telah ada sebelumnya.
Pendapat ini begitu populer dan diyakini hampir seluruh perusahaan koran di dunia, termasuk Indonesia. Pada Kongres Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) yang saya hadiri di Denpasar 2010 lalu, seorang konsultan media yang diundang penyelenggara dengan yakin mempresentasikan bahwa kue iklan koran akan selalu naik. Tak ada tanda-tanda kematian. Long live newspaper, deh pokoknya! Seratus lebih bos media dari seluruh Indonesia di hadapannya bertepuk tangan.
Awalnya, koran santai saja dengan hadirnya 'kompetitor baru' penyedia konten digital (content provider) di masa awal internet seperti Yahoo! atau Detikcom. Toh perbedaannya hanya soal medium: yang satu di kertas, satu lagi di layar.Â
Cara kerja editorialnya tak jauh-jauh amat, sama-sama content delivery. Ketika berita online tayang lebih cepat, koran bergeming dengan pendapat bahwa konten mereka lebih lengkap, lebih dalam, lebih bisa dipertanggungjawabkan dan lebih dibutuhkan pembaca.
Tanda-tanda kematian itu memang belum tampak. Sampai Web 2.0 lahir.
Istilah Web 2.0 pertamakali diperkenalkan oleh O'Reilly Media tahun 2003 merujuk pada perkembangan teknologi web satu arah menjadi multiarah. Web tak lagi hanya sebatas content delivery. Ia berkembang menjadi medium komunikasi, partisipasi dan kolaborasi massal. Bentuknya adalah media sosial, blog, wiki, forum, video/audio streaming dll.Â
Web 2.0-lah yang menyebabkan semua manusia di dunia ini terkoneksi dan kemudian mampu berkolaborasi menghadirkan hal-hal baru yang mengejutkan.
Web 2.0 adalah implementasi paling nyata atas demokrasi informasi. Setiap orang dengan perangkat komputasi dan sambungan internet memiliki kontrol dan tenaga untuk meningkatkan nilainya masing-masing di ranah informasi. Ia mampu menyelesaikan masalah manusia atas 'tirani informasi' yang sebelumnya dikendalikan oleh penyedia konten: pemerintah dan kantor berita.Â