"Dia tidak dekat dengan siapapun".
"Tapi sepertinya Rafika tahu rumah Yura, soalnya dia yang selalu sempat mengabari tugas-tugas kuliah gitu", timpa Ayu.
Mendengar hal itu, Febrian ditemani Fitri dan Ayu ke kelas mereka untuk menemui Rafika. Rafika yang sedang duduk dibelakang, dihampiri oleh Febrian setelah Ayu dan Fitri kembali duduk ditempatnya. Setelah berbicara dan mendapatkan apa yang dicari, Febrian kembali ke kelasnya di lantai atas. Disana, kedua temannya sudah menunggu.
Selepas dari kuliah sore hari itu, Febrian pergi ke alamat rumah yang di berikan Rafika. Bermodal insting dan kemauan juga perasaan khawatir dan cinta terpedam, Febrian menemukan wanita yang dicarinya. Alamat yang diberikan ternyata tidak salah, setelah dirinya melihat perempuan yang dicari selama ini sedang mengangkat pakaian dijemuran.
Mereka bertemu dan saling bercerita di ruang tamu karena diluar tiba-tiba sedang hujan lebat, hingga tanpa terasa adzan Maghrib berkumandang. Hujan yang tak kunjung reda dan Yura memberikan pinjaman payung miliknya supaya tidak kehujanan kepada Febrian. Febrian membawa payung nya untuk mengambil bingisan yang tertinggal di dalam mobilnya. Bingkisan tersebut adalah sapu tangan dengan motif khas lukisan Febrian. Sedangkan payung berwarna kuning milik Yura dilukiskan dengan lukisan wanita yang mirip dengannya tanpa wajah.
18 tahun kemudian.
Syifa, nama panjangnya adalah Syifa Edizar. Seorang anak perempuan yang ceria, tangguh, dan manja bekerja sebagai relawan peduli lingkungan dan sebagai penjual tanaman. Hari itu dirinya mendapat pelanggan yang membeli bunganya untuk acara (event). Syifa dan satu temannya pergi ke tempat sesuai alamat berlangsunya acara. Ketika dirinya dan temannya menurunkan tanaman dan bunga-bunga dari cabin mobil pick up, sosok laki-laki tampan yang sedikit lebih tinggi sedang mengambil foto dirinya tanpa izin sehingga perasaan tidak terima.
"Permisi,mohon maaf saya bukan artis", kata Syifa dengan muka yang sedikit kesal.
"Saya bukan paparazzi", balas laki-laki itu tersenyum menggoda.
"Mbak Syifa dipanggil ibu Aira di dalam kantor", suara yang membubarkan perseteruan batin.
Mendengar ucapan temannya, Syifa masuk ke dalam ruangan ibu Aira yang merupakan pelanggannya  saat ini. Tertegun, dan pucat pada wajah ibu Aira saat melihat wajah Syifa. Dirinya merasa sedang flashback pada zaman kuliah beberapa tahun lalu. Salah satu temannya yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan Syifa, wanita di depannya. Tak lama dari ketertegunannya, Syifa menyapa dan betanya alasan dirinya dipanggil.