What Really Happened?
Memang apa sebenarnya yang terjadi? seolah-olah penjabat Kepala Daerah ini seperti punya beban politik dan nampak seperti habis berkompetisi dan merasa menang. Nampak kelihatan ada dendam politik yang ingin menganulir bagian-bagian produk kebijakan sebelumnya dengan kesan yang getol ingin perombakan struktural dan aspek-aspek personil pada organ-organ kepegawaian di daerah.
Padahal jelas dan tegas pesan Menteri Dalam Negeri disampaikan kepada para penjabat Kepala Daerah agar bekerja dengan menjaga netralitas, profesionalitas, dan tidak memiliki beban politik sedikitpun karena tidak berkompetisi layaknya Kepala Daerah definitif yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pilkada.
Perbuatan Melawan Hukum
Mutasi pejabat ASN oleh Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang berdampak hukum (civil effec) adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ditegaskan dalam UU 30 Tahun 2104 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 14 ayat 7 mengatur bahwa; "badan atau pejabat pemerintah yang memperoleh wewenang melalui mandat, tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian"
Hal yang sama surat Kepala BKN No. K-26.30/V.100-2/99 tahun 2015, hal penjelasan atas kewenangan Penjabat Kepala Daerah dibidang kepegawaian salah satu pointnya Pj Kepala Daerah tidak memiliki wewenang mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effec) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN.....dst, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis Mendagri.
Terbaru terkait Surat Edaran (SE) Mendagri No. 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022, hal Persetujuan Mendagri kepada Pelaksana tugas/Penjabat/Penjabat sementara Kepala Daerah dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, yang saat ini menjadi standar hukum digunakan para Penjabat Kepala Daerah melakukan mutasi kepegawaian daerah.
Padahal SE Mendagri No. 821 itu hanya terbatas 2 (dua) hal, yakni pemberhentian/pemberhentian sementara/penjatuhan sanksi bagi ASN yang melakukan pelanggaran disiplin atau tindaklanjut proses hukum serta mutasi antar daerah dan instansi. Yang mana untuk urusan tersebut tidak perlu lagi izin Mendagri atau tidak perlu mengajukan permohonan persetujuan tertulis.
SE Mendagri No. 821 adalah izin atau persetujuan itu sendiri demi efisiensi dan efektifitas pemerintahan di daerah. Hanya saja SE Mendagri No. 821 bisa jadi dalam implementasinya seperti Supersemar ditahun 1966 yang berakibat pada tindakan melampaui mandat yang diberikan sehingga berakibat penyimpangan dan perbuatan melawan hukum serta penyalahgunaan wewenang "abuse of power".
Posko Pengaduan Layanan Hukum Gratis
Oleh karena itu, para Advokat Prodemokrasi di Kendari membuka Posko Pengaduan dan Layanan Konsultasi Hukum Gratis Bagi Rakyat dan Pegawai ASN yang dirugikan atas kebijkan yang melawan hukum yang dikeluarkan Penjabat Kepala Daerah untuk area wilayah hukum Sulawesi Tenggara.