Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Krisis Legitimasi dan Disparitas Kebijakan Pemerintah di Bulan Suci Ramadan 2022

10 April 2022   03:40 Diperbarui: 11 April 2022   17:43 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
YouTube/Sekretariat Presiden 

Artikel ini ditulis menjelang hari ketujuh puasa Ramadan tahun 2022 ini untuk maksud mengevaluasi dan mengamati secara empiris praktek di masyarakat terhadap implementasi sejumlah aturan yang dikeluarkan Pemerintah di bulan suci Ramadan yang masih berlangsung dalam suasana pandemi Covid-19 yang tran-nya telah menurun.

Sebagaimana pengetahuan umum melalui berbagai pemberitaan di media massa, seminggu sebelum memasuki bulan suci Ramadan 2022 Pemerintah melalui siaran pers Presiden Joko Widodo mengumumkan setidaknya empat aturan yang diberlakukan di bulan Ramadan dan Lebaran 2022 yang membolehkan mulai dari mudik Idulfitri dan shalat tarawih berjamaah di Masjid.

Selain membolehkan pelaksanaan mudik dan tarawih di Masjid, juga mengenai pelarangan untuk menggelar open house diperuntukan khusus pada para pejabat negara, daerah dan pegawai pemerintahan.

Hanya saja dari sejumlah aturan yang memberi kelonggaran dan pembatasan tertentu bukan tanpa syarat yang berkaitan dengan protokol kesehatan Covid-19.

Adapun Kebijakan pemerintah tersebut dengan pemenuhan syarat-syarat berikut ini:

1. Syarat Mudik Lebaran Idulfitri 1443 H

Pemerintah memperbolehkan mudik lebaran Idulfitri lebaran dengan syarat sudah mendapat dua kali vaksin dan satu kali booster, serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

2. Syarat Mudik Telah Vaksin atau Tes PCR serta Antigen

Syarat mudik lebaran adalah dua kali vaksin dan sekali booster di atas juga mengalami kelonggaran jika masih terdapat para pemudik yang ternyata belum melakukan vaksinasi dua kali dan sekali booster,

Maka pemerintah, melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan aturan bahwa bagi masyarakat yang belum melakukan booster harus melakukan tes PCR untuk penerima vaksin pertama dan tes Antigen untuk penerima vaksin kedua.

Secara teknis di lapangan di mana ketika akan mendekati potensi lonjakann mudik Kemenhub akan membuat sentra vaksinasi sebelum mudik. Di mana dibukanya fasilitas umum vaksinasi pertama maupun kedua termaksud tes PCR.

3. Dibolehkan Tarawih Berjamaah di Masjid

Suatu kesyukuran dan kebahagiaan bagi umat muslim di bulan Ramadan kali ini ketika pemerintah mengizinkan shalat tarawih berjamaah di Masjid.

Di mana selama dua tahun (2020 dan 2021) semenjak diberlakukannya keadaan darurat akibat pandemi kesehatan Covid-19 umat muslim tidak diizinkan shalat tarawih berjamaah di Masjid dan bahkan shalat Idulfitri berjamah karena kasus Covid-19 yang sangat tinggi.

Kelonggaran ibadah tarawih berjamaan tahun ini karena kasus Covid-19 sudah menurun tetapi tetap Pemerintah menghimbau untuk disiplin dalam menerpakan protokol kesehatan Covid-19.

4. Pejabat dan Pegawai Pemerintahan Dilarang Open House dan Buka Bersama

Untuk open house termaksud buka bersama diperuntukkan khusus kepada para pejabat negara/daerah tetap diberlakukan larangan oleh pegawai pemerintahan kedatipun tran Covid-19 telah menurun.

Krisis Legitimasi Aturan Pemerintah

Dari empat aturan pemerintah selama bulan Ramadan di atas ternyata berkaitan dengan kelonggaran untuk melaksanakan ibadah shalat tarawih di Masjid dan open house termaksud buka puasa bersama para pejabat tidak mengindahkan syarat kedisplinan terhadap ketaatan protokol kesehatan Covid-19.

Sesuai fakta di lapangan, implementasi pelaksanaan ibadah tarawih di Masjid sebahagian sudah melepas masker atau tidak menggunakannnya ke Masjid. Begitupula pengaturan saf jamaah dalam ibadah shalat kembali normal dan tidak menjaga jarak.

Hal yang sama terkait open house termaksud buka puasa bersama para pejabat memang tidak dilakukan secara open house atau buka puasa bersama baik dirumah jabatan dinas maupun rumah pribadi para pejabat.

Tetapi banyak cara yang dilakukan pejabat untuk mengakali larangan pemerintah dengan cara melakukan event seperti safari Ramadan.

Misal, safari Ramadan yang dilakukan Gubernur Riau dengan untuk tujuansilaturrahmi. Dikutip dari pernyataan Penasehat Ahli Gubernur Riau Bidang Komunikasi dan Informasi, Dheni Kurnia menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi Gubernur Riau H Syamsuar melakukan safari Ramadan seperti dilansir berita media Metro7.co.id, Jum'at (08/04/2022).

Alasannya bahwa, "Sudah dua tahun Pak Gubernur tidak menemui rakyatnya di bulan Ramadan karena wabah Covid-19. Tentu ada kerinduan untuk bertemu".

Dan pertemuan di bulan Ramadan ini tentu berbeda nuansanya dibanding bulan-bulan yang lain. Alasan lainnya menurut Dheni menyebut bahwa pada iven safari, Gubri tidak saja bisa menyapa rakyatnya tapi juga menjemput dan mendengar aspirasi di tengah masyarakat.

Apalagi Safari Ramadan tahun ini tidak saja dilakukan Gubri dan Wagubri, tapi bahkan oleh hampir seluruh kepala daerah di Indonesia.

Hanya ada yang unik bahwa dalam safari Ramadan memang tidak terdapat acara buka puasa bersama seperti yang dilarang pemerintan dalam hal ini Presiden Jokowi.

Tetapi pertemuan acara safari Ramadan adalah sebuah event yang juga mengumpulkan orang banyak. Lalu apa bedannya dengan open house yang hanya berpindah tempat? Substansinya tetap mengumpulkan orang banyak hanya teknisnya yang berbeda.

Dua praktek pelonggaran pelaksaan aktivitas baik tarwih di Masjid yang tidak disiplin protokol covid-19 dan event safari Ramadan para pejabat menandakan legitimasi dari anjuran dan aturan pemerintah diabaikan dan diakali.

Dapat dilihat bagaimana pemerintah menetapkan aturan disertai adanya larangan, himbauan dan pembatasan, tetapi pemerintah juga tidak mampu menegakkan hukum dan ketertiban berkaitan dengan kebijakan masa pandemi Covid-19 dengan tetap disiplin pada protokol kesehatan menggunakan masker, tidak berkerumun dan menjaga jarak ketika dikerumunan .

Oleh karena itu, sepertinya kepercayaan publik begitu melemah terhadap pemerintah karena ketidak tundukkan masyarakat maupun pejabat pada hukum dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Nampak bahwa rakyat dan pejabatnya harusnya sebagai legitimator terhadap akuntabilitas pemerintah sebagai pemangku kepentingan dalam menjaga kepentingan umum agar kelonggaran dibulan Ramadan juga disertai ketaatan pada protokol kesehatan Covid-19 agar tetap waspada apabila terjadi lonjakan kembali Covid-19.

Dapat dinilai bahwa legitimasi politik hukum pemerintahan seharusnya sedapat mungkin disertai dengan evaluasi, monitoring, dan pengawasan di lapangan bahwa suatu aturan pemerintah harus pula memperoleh legitimasi dan akuntabilitas dari publik dan stakeholders lainnya.

Sehingga kriteria efektifnya suatu kebijakan pemerintah bagi rakyat ketika partisipasi rakyat dan stakeholders memiliki daya tanggap yang sama sebagai suatu keprihatinan bersama diantara semua warga negara.

Pertanyaannya kenapa aturan pemerintah dibulan Ramadan ini tidak efektif? Bisa saja terkait adanya kejadian pendahulunya sebelum dilahirkan aturan di mana subyek yang sama tidak diterapkan seperti banyaknya event-event yang mengumpulkan banyak orang tanpa peduli pada kewaspadaan yang sama terhadap lonjakan Covid-19.

Misal kunjungan Presiden Jokowi sendiri atau para pejabat lain yang justru menimbulkan kerumunan masa yang padat. Bisa juga dengan event gelaran MotoGP untuk menyukseskan ajang balapan Internasional di Mandalika baru-baru ini seolah tidak nampak adanya situasi dalam keadaan Indonesia masih pandemi Covid-19, walau trennya menurun.

Menurut Weber, bahwa legitimasi itu bertumpu pada nilai-nilai bersama, seperti tradisi dan legalitas yang harus bersifat rasional.

Namun ketika kebijakan yang bertujuan untuk mengatur seharusnya harus selaras dengan upaya meningkatkan pemberian layanan atau untuk merespon (memenuhi) kebutuhan bersama.

Apabila tidak berangkat dari nilai, perlakuan dan respon yang sama maka legitimasi dari public trust melemah berdampak legitimasi terhadap pemerintah bisa hilang karena publik sudah tidak bersedia mengakui kebijakan pemerintahan yang tidak berlaku sama atau setara.

Disparitas Kebijakan Pemerintah 

Disparitas kebijkan atau aturan pemerintah disisni terkait dengan penerapan perjalanan seperti mudik lebaran Idulfitri tahun ini dengan syarat telah Vaksinasi atau tes PCR serta Antigen.

Padahal sebelumnya  telah keluar aturan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers hasil Ratas PPKM pada 7 Maret 2022 lalu menyatakan bahwa hasil negatif Antigen/PCR tak lagi menjadi syarat berpergian dalam negeri.

Pun peraturan itu dianggap kebijakan terbaru yang merupakan hasil pemantauan kondisi terkini  dengan rendahnya BOR, tren penurunan kasus Covid-19 dan menurunnya angka kematian. Sehingga untuk berpergian masyarakat hanya perlu membuktikan bahwa dirinya telah divaksin.

Akhirnyas terjadi disparitas aturan yang semula tes Antigen atau tes PCR tak lagi menjadi syarat berpergian dalam negeri menjadi tidak sama terhadap penerapan perjalanan mudik yang juga perjalanan dalam negeri untuk pulang pada kampung halaman merayakan Idulfitri bersama kelaurga.

Sehingga dari pengertian tersebut dapatlah kita lihat bahwa terjadi disparitas aturan timbul dengan anjuran pemerintah dalam bulan suci Ramadan 2022 dalam hal perjalanan mudik bisa tes PCR untuk penerima vaksin pertama dan tes Antigen untuk penerima vaksin kedua. Maka terjadilah perlakuan kebijakan yang yang berbeda terhadap perjalanan yang sejenis.

Demikian tanggapan penulis, semoga kedepannya kebijakan yang lahir dari pemerintah harus mendapat legitimasi dari publik (warga negara) dan tidak terjadi disparitas aturan yang sama dalam objek sejenis.

Wassalam,

Bumi Anoa, 10 April 2022

*Penulis : Praktisi Hukum pada PERADI RBA Kendari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun