"Siapa yang bilang? Aku cuma memberi kamu ruang, Nana. Kamu sendiri yang bilang, tenggat waktu untuk novelmu tinggal sebentar lagi."
      Nana bergeming. Sorot matanya berubah kuyu. Sepuluh tahun terakhir, Nana mungkin tidak menemukan pria yang mengagung-agungkan kata cinta atau sederet kalimat penuh makna menginginkannya. Sebab Nana terpaku pada sesuatu yang memahaminya, tanpa banyak kata. Seseorang yang selama sepuluh tahun tak lepas dari depan matanya.
      Teman masa sekolahnya itu adalah hangat untuk sisi dingin Nana. Melunak untuk keras kepalanya. Pengertian untuk banyak hal serba teratur yang tak lepas darinya. Nyatanya waktu sepuluh tahun telah menjadikan mereka segalanya. Barangkali, Nana tak perlu mencari-cari lagi definisi paling tepat untuk menjabarkan sosok Alwi di hidupnya. Sebab selagi waktu bergerak, siapapun bisa jadi apapun. Seseorang dapat mengambil peran sebanyak-banyaknya, semaunya, tanpa perlu definisi apa-apa.
      Selain merutuki kecemasan dan kekecewaannya yang tak beralasan selama dua bulan terakhir, Nana juga menyelami perasaan tenang dan damai yang jauh di dalam hatinya. Di titik itu, akalnya mati sepenuhnya.
      "Alwi." Nana memanggil. "Kenapa kamu tetap di sini? Kenapa kamu memilih tinggal?"
      Pria di sebelahnya mengendikkan bahu. Bergumam panjang mencari-cari jawaban yang diduga Nana sudah tersusun apik di lisan pria itu. "Entahlah, Na. Aku mencoba melakukan apa yang kamu bilang. Menjadikan akal dan perasaan berjalan seiringan. Sesuatu yang gagal kamu terapkan. Iya, 'kan?"
      "Iya," sahutnya membenarkan. Terlampau cepat. "Nyatanya waktu dan keadaan bisa mengubah banyak hal. Termasuk keyakinanku sendiri. Karena itu aku pernah bilang, Wi. Bahkan kadang, aku bisa mengkhianati diriku sendiri. Untuk sepuluh tahun yang berjalan, sepertinya aku harus minta maaf."
      "Atas kesalahan apa?"
      "Karena aku sudah gagal memahami, dan terlambat untuk menghargai kamu."
      "Sekarang, sudah menemukan jawabannya?"
      Nana mengangguk yakin. "Kamu ingat saat kita membahas soal Tuhan? Aku menemukan jawaban dari kata-kata yang kuucapkan saat itu, tapi aku lupa seiring berjalannya waktu."