Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Menyelenggarakan pendidikan merupakan salah satu pelayanan negara kepada wargannya (public service obligation), yang bertujuan untuk mencerdaskan mereka. Pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan negara.
Pendidikan merupakan cara formal yang dilakukan negara untuk mencerdaskan warga, sehingga akan dihasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing. Dari proses pendidikan akan lahir para intelektual, politisi, ilmuwan, negarawan, guru dan profesi lainnya
Catatan-catatan seputar permasalahan sektor Pendidikan. Dilihat dari sudut pandang seorang masyarakat pemerhati dunia pendidikan nasional. Dan saya mengikuti mengenai beberapa Penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Masalah Pemerataan Pendidikan
Permasalahan pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil.
Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah  pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Baca juga : Tata Kelola Pendidikan Nasional dalam Bingkai New Normal Perspektif Kelokalan
Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut  jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Sarana & Prasarana Pendidikan
Salah faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih.
Sarana prasarana adalah salah satu bagian input, sedangkan input merupakan salah satu subsistem. Sarana prasarana sangat perlu dilaksanakan untuk menunjang keterampilan siswa agar siap bersaing terhadap pesatnya teknologi.
Sarana prasarana merupakan bagian penting yang perlu disiapkan secara cermat dan berkesinambungan, sehingga dapat dijamin selalu terjadi KBM yang lancar. Dalam penyelengaraan pendidikan, sarana prasaran sangat di butuhkan untuk menghasilkan KBM yang efektif dan efisien.
Seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42.
Acuan Mutu Pendidikan Nasional
Standar mutu pendidikan nasional sebagai tolok ukur dan acuan mutu pendidikan nasional. Tanpa standar nasional mutu pendidikan, kita tidak bisa mengetahui apa yang harus dicapai, sebab persaingan global yang terjadi sekarang itu adalah bagaimana melihat standar-standar di negara lain.
Baca juga : Prihatin Rencana PPN Jasa Pendidikan, Ini Sikap Forum Guru Muhammadiyah
Regulasi pendidikan menyebutkan bahwa standar nasional pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum negara kesatuan republik Indonesia (UU No.20 Tahun 2003 Ps 1). SNP dapat dikatakan sebagai kriteria minimal mengenai berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan (UU No.20 Tahun 2003 Ps 35 ayat 2).
Tata Kelola Guru
Mendikbud (2016-2019) percaya untuk melakukan penuntasan masalah guru, kuncinya pada tata kelola guru.
"Tidak mungkin kita melakukan penataan menyeluruh tanpa ada perubahan-perubahan radikal di dalam tata kelola guru. Saya sarankan pada Pak Dirjen GTK, siapapun menterinya di Kemendikbud supaya tata kelola guru periode ke depan harus ditangani dengan sungguh-sungguh. Saya yakin kalau itu tuntas, 70% urusan pendidikan akan selesai," tutup  Muhadjir Effendy pada Malam Penganugerahan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2019 di ballroom Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Sistem menata dan mengelola Guru dan Tenaga Kerja sekolah masih belum memiliki formula yang baik. Â Dari kesejahteraan guru, sistem pelatihan guru dan sistem perekrutan guru.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif.
AJARpemahaman guru akan pentingnya inovasi pendidikan akhirnya melahirkan metode pembelajaran yang konvensional. Metode pembelajaran itu, dinilainya terlalu monoton, tidak kreatif dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Dikutip dari CNBC Indonesia-- Berbicara mengenai berinvestasi di pendidikan anak, Indonesia ternyata masuk dalam 15 besar negara dengan biaya pendidikan termahal menurut survey yang dilakukan oleh HSBC. Indonesia berada di peringkat 13, sementara posisi pertama diduduki oleh Hong Kong.
Para orang tua di Hong Kong merupakan orang tua yang membayar paling mahal untuk pendidikan anaknya, dengan rata-rata biaya lebih dari US$130.000 untuk biaya mulai dari pendidikan dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Banyak masyarakat yang masih menilai bahwa pendidikan di Indonesia masih tergolong cukup mahal. Mulai dari sekolah dasar hingga bangku kuliah banyak keluhan mahalnya pendidikan di Indonesia. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya.
Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pendidikan di perguruan tinggi melainkan juga biaya pendidikan di sekolah dasar sampai sekolah menengah keatas walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) semuanya masih belum mencukupi biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.Â
Pendidikan di Indonesia masih merupakan investasi yang mahal sehingga diperlukan perencanaan keuangan serta disiapkan dana pendidikan sejak dini
Sistem Rekruitmen dan Distribusi guru
Rekrutmen guru yang adil adalah melakukan persiapan rekrutmen guru baru. Persiapan rekrutmen guru baru harus matang sehingga melalui rekrutmen tersebut pemerintah bisa memperoleh guru yang baik. Semakin efektif proses rekrutmen dan seleksi, semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan guru yang tepat.
Pengembangan dan perencanaan sistem rekrutmen dan seleksi merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan oleh pemerintah agar proses yang berlangsung cukup lama dan mengeluarkan biaya cukup besar tersebut menjadi tidak sia-sia karena mendapatkan hasil yang berkualitas.
Sistem Evaluasi Belajar
Evaluasi pembelajaran yang menjadi wadah pengukuran terkait berhasil atau tidaknya peserta didik menyerap asupan yang diberikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Evaluasi sangatlah berperan penting dalam memberikan follow up terhadap perkembangan peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif, ataupun psikomotorik.
Sejauh ini evaluasi yang dijalankan dalam suatu instansi pendidikan atau sekolah-sekolah sangatlah monoton, kalau tidak tes tulis dan tes lisan, paling ya portofolio. Lamanya proses belajar hanya dilihat dari hasil duduk mengerjakan soal dalam waktu yang singkat.
Jujur atau tidaknya dalam mengerjakan soal evaluasi tidaklah menjadi hal yang utama. Ketika hal ini dikaitkan dengan Emosional Qustion, sistem penilaian seperti ini sangatlah kurang dibenarkan, seharusnya aspek-aspek itu bersinergi, bukan berdiri sendiri sendiri dan saling melemahkan.
"Kenapa siswa menyontek saat ujian? Jawabannya adalah karena kenyataannya nilai dan peringkat lebih dihargai daripada kejujuran". Kalimat tersebut terkesan guyonan belaka, namun penulis memandang kalimat tersebut mempunyai maksud lain dan menjadi bahan renungan yang menarik.
Ketidak-sesuaian Antara Dunia pendidikan dengan dunia kerja
Kondisi sumberdaya manusia (SDM) Indonesia tergolong rendah kualitasnya sehingga dunia usaha dan industri menghadapi kesulitan untuk merekrut SDM berkualitas dalam waktu cepat.Â
Investor baru dari luar atau dalam negeri yang membawa teknologi khusus menghadapi kesulitan yang serius mencari tenaga kerja yang baik di Indonesia karena ketersediaan tenaga kerja berketerampilan sangat terbatas.
Lulusan dari ribuan Sekolah Menengah dan perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak jumlahnya tetapi tidak membawa keterampilan yang memadai di bidang teknologi dan industri.Â
Kebanyakan sarjana yang lulus berasal dari bidang humaniora, yang kurang sesuai untuk masuk pasar kerja di bidang ini. Pasokan sarjana sudah atau bahkan terlalu banyak, tetapi pasokan ketrampilan masih sangat sedikit.
Dan yang menyedihkan kebijakan untuk menyambung sistem pendidikan dengan dunia industri tidak pernah benar-benar dijalankan. Kebanyakan pendidikan dan pendidikan tinggi sejak lama mengambil jalannya sendiri, kacamata kuda dan tidak mau tahu kebutuhan dunia di luarnya. Akhirnya lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan kebutuhan masyarakat pembangunan secara umum (mismatch)
Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan sejatinya merupakan sebuah proses pendewasaan yang harus dilalui oleh manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan.Â
Tujuan dari proses pendidikan ini adalah untuk menghasilkan individu yang berkualitas serta memiliki karakter dan juga memiliki keterampilan yang dapat berguna untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat luas. Kekerasan seperti; antar guru dengan siswa,Tawuran antar siswa masih terjadi di beberapa daerah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil pengawasan dan pengaduan kekerasan di lembaga pendidikan. Sejak bulan Januari hingga Oktober 2019, tercatat 127 kasus kekerasan yang terdiri dari kekerasan fisik, psikis dan seksual.Â
"Kekerasan di lembaga pendidikan melibatkan guru atau kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti di kantor KPAI, Jakarta pada Selasa, 30 Oktober 2019.Â
Berdasarkan data KPAI, kekerasan seksual berjumlah 17 kasus dengan korban 89 anak, yang terdiri darj 55 anak perempuan dan 34 anak laki-laki. Pelaku mayoritas adalah guru 88 persen dan kepala sekolah 22 persen.
Pungutan liar di sekolah masih merajalela.
Dalam konteks pendidikan kejadian pungutan liar ini biasanya dilakukan oleh guru, pegawai atau karyawan, pemimpin sekolah dan sebagainya.
Mereka meminta sesuatu kepada anak didiknya untuk memberikan sesuatu yang dapat berupa uang dan lain sebagainya melalui berbagai bentuk pengutan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada seperti sumbangan masjid yang besarannya tidak biasa, biaya seragam, buku, dan sebagainya.
Pungutan liar yang dipergunakan untuk kesejahteraan pribadi, Sebab Dana yang digelontorkan pemerintah untuk DAK Fisik dan Bos sangat besar.
Sekolah untuk kelompok difabel
Dikutip dari CNN Indonesia --- Jumlah anak usia pendidikan dasar dan menengah yang tidak sekolah masih tinggi di Indonesia. Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada 2016 menunjukkan, dari 4,6 juta anak yang tidak sekolah, satu juta di antaranya adalah anak-anak berkebutuhan khusus.
Selama ini, penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus atau anak dengan disabilitas lebih banyak dilakukan di satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal, tidak semua daerah di Indonesia memiliki SLB.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan, dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, 62 di antaranya tidak memiliki SLB. Jumlah 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia pun baru 10 persen yang bersekolah di SLB
Pendidikan agama dan Pendidikan mental belum maksimal
Pendidikan mental anak merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian khusus. Sebabnya tentu tidak lain karena orang yang  sukses sejatinya mempunyai keadaan mental yang kuat.
Karakter merupakan watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian manusia. Karakter juga merupakan cerminan diri seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, walaupun mereka lahir dari orang tua yang sama, hidup lingkungan sama, maupun sekolah di tempat yang sama.
Baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga anak harus di didik untuk sopan santun, dan Pembangunan watak atau karakter sangatlah penting. Kita ingin membangun Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berprilaku baik. Bangsa ini juga ingin menjadi bangsa yang unggul dan berrperadaban dan mulia. Peradaban ini hanya bisa kita capai apa bila masyarakat kita berkarakter dan menjadi masyarakat yang baik.
Sedikit dan singkat tulisan saya,
Sebagai penutup,"marilah kita renungkan apa yang sebenarnya kita dapatkan dari hidup ini. Bukankah kita datang ke dunia dalam kondisi telanjang? Bukankah kita meninggalkan dunia ini hanya dengan membawa selembar kain putih? Jadi, hanya itukah keuntungan yang kita peroleh sepanjang hidup di dunia?" (Arvan Pradiansyah, Untuk Selembar Kain Putih, Majalah Swasembada, Edisi 1-14 Februari 2007, hal. 126).
edited and written by HERI PURNOMO
Herimedia23.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H