Dalam praktiknya, asas legalitas menjadi elemen dalam HAN, di mana setiap tindakan administratif harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengatur tata cara pengambilan keputusan administratif secara legal, transparan, dan proporsional.
Selain itu, partisipasi publik menjadi elemen penting dalam good governance. Melalui partisipasi aktif masyarakat, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.
Dalam HAN, partisipasi publik diwujudkan melalui konsultasi sebelum kebijakan diambil serta mekanisme keberatan atau banding terhadap keputusan administratif yang dianggap merugikan pihak tertentu.
Relevansi HAN meningkat di era digitalisasi pemerintahan saat ini. Digitalisasi layanan publik memberikan peluang untuk memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui penerapan teknologi informasi.
Misalnya, sistem e-government memungkinkan masyarakat memantau proses administrasi secara real-time sehingga mengurangi potensi penyimpangan.Â
Namun demikian, tantangan seperti resistensi birokrasi dan rendahnya kesadaran hukum menjadi hambatan dalam implementasi prinsip-prinsip good governance secara optimal.
Singkat kata, HAN tidak hanya menjadi alat untuk mengatur tindakan administratif pemerintah tetapi juga fondasi bagi terciptanya pemerintahan yang bersih (clean government) dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Reformasi birokrasi dan inovasi teknologi informasi harus didorong agar HAN dapat berfungsi lebih efektif dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang adil dan berkeadilan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H