Pemikiran ini, yang dipelopori oleh tokoh seperti Montesquieu dan John Locke, menjadi dasar bagi pembentukan sistem hukum administrasi modern.
Revolusi Industri pada abad ke-19 membawa dampak terhadap struktur sosial dan ekonomi masyarakat.
Negara mulai mengambil peran dalam mengatur kehidupan publik, termasuk menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Inilah awal mula transformasi dari konsep negara penjaga malam menjadi negara kesejahteraan.
Perubahan ini membutuhkan kerangka hukum yang jelas untuk mengatur hubungan antara pemerintah dan warga negara, yang kemudian mendorong lahirnya HAN sebagai cabang hukum yang berdiri sendiri.
Pada abad ke-20, perkembangan HAN makin kompleks dengan munculnya birokrasi modern dan teknologi informasi.
Negara-negara Eropa Kontinental seperti Prancis dan Belanda memainkan peran dalam pengembangan konsep rechtsstaat (negara hukum) yang menekankan perlindungan hak-hak warga negara melalui peradilan administrasi. Sistem ini kemudian menjadi model bagi banyak negara lain di dunia.
Sejarah HAN di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kolonialisme Belanda.
Selama masa penjajahan, sistem hukum administrasi yang berlaku adalah administratief recht ala Belanda, yang berorientasi pada kepentingan pemerintah kolonial.
Struktur administratif bersifat terpusat dengan partisipasi minimal dari penduduk pribumi. Sistem ini dirancang untuk mendukung eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia demi kepentingan kolonial.
Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia menghadapi tantangan dalam membangun sistem administrasi negara yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.