Pada masa awal kemerdekaan, sistem pemerintahan didasarkan pada prinsip negara kesatuan dengan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, sentralisasi kekuasaan tetap menjadi ciri dominan selama era Orde Lama di bawah Presiden Soekarno.
Perubahan terjadi pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Pemerintah mulai membangun kembali struktur administrasi negara dengan fokus pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Namun, sentralisasi kekuasaan tetap kuat, sering kali mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas.
Pasca-Reformasi 1998, paradigma HAN di Indonesia mengalami pergeseran. Otonomi daerah adalah bentuk desentralisasi yang memberikan pemerintah daerah lebih banyak kekuasaan untuk mengelola masalah lokal.
Prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik diterapkan lebih luas untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan.
Sejarah perkembangan HAN terus berkembang seiring dengan perubahan kebutuhan masyarakat dan dinamika pemerintahan.
Di Eropa, HAN lahir sebagai respons terhadap tuntutan masyarakat akan perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintah.
Di Indonesia, HAN berkembang sebagai bagian dari upaya membangun negara hukum yang melindungi hak-hak warga negara sekaligus mendorong terciptanya kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Ruang Lingkup HAN
Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah cabang hukum publik yang memiliki cakupan dalam mengatur hubungan antara pemerintah dan masyarakat, serta mekanisme kerja lembaga-lembaga pemerintahan.
Sebagai instrumen dalam tata kelola negara, HAN berfungsi untuk memastikan bahwa setiap tindakan administratif pemerintah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, transparansi, dan akuntabilitas.
Ruang lingkup HAN mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan organisasi, fungsi, dan prosedur administrasi negara, yang semuanya bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang efektif sekaligus melindungi hak-hak warga negara.