Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Dosen - Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dampak Kenaikan PPN 12 Persen terhadap Daya Beli Masyarakat

17 Maret 2024   13:43 Diperbarui: 31 Maret 2024   16:57 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi daya beli masyarakat di pasar tradisional | KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)

Salah satu pajak yang dikenakan pada transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Kenaikan tarif PPN 12 Persen di tahun 2025 menjadi topik  hangat untuk ditelaah, karena berdampak langsung pada daya beli masyarakat. 

Kenaikan ini harapannya dapat menghasilkan tambahan pendapatan negara, kendati perlu pertimbangan cermat pengaruhnya pada konsumsi masyarakat.

Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, kenaikan tarif PPN ini akan memengaruhi daya beli masyarakat. Sebabnya, kenaikan tarif PPN akan mengerek biaya operasional perusahaan, yang akan meningkatkan harga jual di tingkat konsumen.

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga dapat mempengaruhi sektor pariwisata dan industri lainnya.  Bos Apindo blak-blakan menyatakan bahwa kenaikan PPN ini bisa mempengaruhi sektor tersebut, mengutip sumber ekonomi.bisnis.com (14/03/2024).

Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketimpangan. 

Sepertinya, perlu ada kajian mendalam dari pemerintah mengenai dinamika perekonomian pada tahun 2024 dan proyeksi perekonomian 2025 sebagai pertimbangan sebelum implementasi kenaikan tarif PPN 12 Persen.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menambahkan bahwa kenaikan tarif PPN 12 Persen akan bergantung dari penggunaan anggaran yang didapat dari kenaikan tarif PPN tersebut. 

Jika dana kenaikan PPN dipergunakan untuk belanja sosial yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat atau belanja sosial untuk mengurangi ketimpangan, maka dampaknya akan positif. 

Sebaliknya, jika dana tersebut digunakan untuk membiayai kebijakan yang tidak terkait dengan kesejahteraan dan daya beli masyarakat, maka dampaknya akan buruk terhadap perekonomian Indonesia, melansir dari nasional.kontan.co.id (13/03/2024) .

Analisis Dampak

Kenaikan tarif PPN 12 Persen di tahun 2025 di Indonesia punya impak terhadap harga barang dan jasa, tentunya hal ini bisa mempengaruhi daya beli masyarakat.

Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen akan mengerek biaya operasional perusahaan, termasuk pembelian bahan baku yang juga dikenakan pajak. Akibatnya, harga jual di tingkat konsumen akan ikut terkerek. 

Indikatornya, bahwa kenaikan tarif PPN tidak hanya mempengaruhi pemerintah melalui peningkatan pendapatan, melainkan juga mempengaruhi konsumen dan pengusaha melalui peningkatan harga barang dan jasa.

Lewat peningkatan harga barang dan jasa, daya beli masyarakat akan terpengaruh. Masyarakat kelas bawah dan menengah, yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional, akan merasa dampak dari kenaikan tarif PPN ini. 

Masyarakat mungkin perlu mengurangi belanja dan berhemat atau mencari alternatif lain barang yang lebih murah.

Pengusaha akan mempertimbangkan apakah harga produk harus turun untuk menyeimbangkan kenaikan PPN. Pengusaha juga perlu menakar apakah stok barang di gudang sekarang bisa laku terjual dengan adanya kenaikan harga pada konsumen akhir. 

Tentunya, ini membuktikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak hanya mempengaruhi konsumen, tetapi juga mempengaruhi strategi bisnis pengusaha.

Studi Kasus

Kenaikan PPN 12 Persen  di tahun 2025 di Indonesia telah berimbas pada daya beli masyarakat di berbagai sektor, termasuk konsumsi, investasi, dan sektor usaha kecil dan menengah. 

Dibawah ini adalah beberapa contoh spesifik tentang bagaimana kenaikan PPN telah mempengaruhi daya beli masyarakat:

Kenaikan PPN 12 Persen dapat mempengaruhi minat konsumen untuk melakukan berbagai aktivitas. Contohnya, kenaikan PPN pada komoditas tertentu dapat menurunkan minat konsumen untuk makan di restoran. Nah, ini karena konsumen akan merasakan akibat dari kenaikan PPN ini, yang bisa saja mengurangi daya belinya.

Dalam hal investasi, kenaikan PPN 12 Persen dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dengan cara mengurangi daya saing produk lokal terhadap impor. Jika daya beli tidak pulih, maka bisa menggerus ekonomi lokal. 

Pengusaha menanti strategi pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat usai kenaikan PPN, termasuk menghapus PPN untuk intermediate good atau barang setengah jadi. 

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa konsumen tidak perlu membayar PPN ganda dan bisnis dapat mempertahankan daya saing mereka karena impor.

Sektor UKM juga merasa impak dari kenaikan PPN 12 Persen. Kenaikan tersebut mempengaruhi daya beli konsumen, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya beli UKM. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja, menyoroti bahwa industri Indonesia masih banyak yang informal dan tidak membayar pajak. Dengan kenaikan PPN, sektor informal ini akan lebih diuntungkan, yang berpotensi mengurangi daya beli konsumen, dari lansiran infobanknews.com (14/03/2024).

Pandangan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025. Keputusan ini didasarkan pada beberapa alasan penting, mencakup kebutuhan untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat pondasi perpajakan.

Pemerintah menganggap bahwa kenaikan tarif PPN 12 Persen adalah strategi yang diperlukan untuk menambah beban keuangan negara dan memperkuat pondasi perpajakan.  Dianggap urgen karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa rata-rata PPN di seluruh dunia sebesar 15 persen, sedangkan Indonesia berada di 11 persen. Dengan meningkatkan tarif PPN 12 Persen, Indonesia berada di bawah rata-rata dunia, memberikan celah untuk meningkatkan tarif tersebut, mengutip dari djkn.kemenkeu.go.id (24/05/2022).

Pemerintah mengusulkan kenaikan tarif PPN sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan pendapatan negara dan menghadapi krisis ekonomi yang dulu disebabkan oleh pandemi Covid-19. 

APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) ditanggapi sebagai instrumen penting untuk menghadapi krisis dunia dan sebagai penyokong kebutuhan masyarakat di kala pandemi.

Walau, kenaikan PPN 12 Persen juga mendapat kritik dari beberapa pihak. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak rencana ini, menandaskan bahwa pajak yang besar dikenakan kepada si miskin, bukan si kaya, yang bertentangan dengan fungsi PPN sebagai salah satu instrument untuk mengatasi ketimpangan pendapatan. 

PKS juga menyarankan pemerintah untuk lebih kreatif dan inovatif mencari sumber-sumber pendapatan negara dan tidak terus membebani rakyat dengan berbagai tarif pajak baru, mengambil sumber dari fraksi.pks.id (11/06/2021).

Dampak Sosial Ekonomi

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun 2025 di Indonesia memiliki dampak terhadap kesejahteraan masyarakat, diantaranya pengangguran, inflasi, dan distribusi kekayaan. 

Berikut adalah analisis tentang dampak kenaikan PPN terhadap kesejahteraan masyarakat:

Kenaikan PPN dapat mempengaruhi sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional. Dengan peningkatan biaya operasional akibat kenaikan PPN, banyak UKM yang mungkin mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Pastinya, bisa menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran, terutama di kalangan pekerja UKM.

Kenaikan PPN juga dapat mempengaruhi inflasi. Dengan peningkatan tarif PPN, harga barang dan jasa akan naik. Sehingga dapat mempercepat inflasi,  pada akhirnya dapat mengurangi daya beli masyarakat. 

Sebagai contoh, implementasi kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 telah mendorong peningkatan inflasi dan berimbas pada daya beli masyarakat Indonesia.

Kenaikan PPN dapat mempengaruhi distribusi kekayaan di masyarakat. Dengan peningkatan tarif PPN, konsumen mungkin perlu mengurangi belanja dan berhemat. 

Pasalnya bisa mempengaruhi distribusi kekayaan di masyarakat, di mana kekayaan menjadi lebih terdistribusi ke kalangan kaya. Sehingga dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan dan kekayaan di masyarakat.

Solusi dan Alternatif

Untuk meminimalisir dampak negatif dari kenaikan PPN 12 Persen di tahun 2025 di Indonesia dan meningkatkan daya beli masyarakat, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa solusi dan alternatif berikut:

Pemerintah fokus pada optimalisasi pemungutan PPN, bukan hanya penyesuaian tarif. Artinya meningkatkan basis perpajakan dan kinerja pemungutan PPN, bukan hanya meningkatkan tarif. Dengan cara ini, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban bagi pengusaha dan konsumen.

Pengusaha dapat diberikan incentive untuk menurunkan biaya produksi, terutama komponen biaya yang tidak langsung terlihat oleh konsumen. 

Tentunya dapat dilakukan melalui program subsidi atau insentif yang dapat membantu pengusaha menahan harga produk akhirnya agar tidak naik terlalu mahal, sehingga tidak kehilangan pelanggan.

Pemerintah dapat mempertimbangkan penyesuaian upah karyawan sebagai alternatif untuk menahan tingkat kenaikan upah. Ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif atau program pendidikan untuk meningkatkan keterampilan karyawan, sehingga dapat bekerja lebih efisien dan produktif tanpa perlu meningkatkan gaji.

Pemerintah dapat mengembangkan sektor UKM dengan memberikan dukungan berupa akses ke modal, pelatihan, dan insentif untuk memperkuat daya saing UKM. Dengan demikian, UKM dapat bertahan dan berkembang meskipun tarif PPN naik, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.

Kenaikan PPN di Indonesia

PPN 12 Persen di tahun 2025 di Indonesia merupakan cara yang sesuai oleh pemerintah, kendati dengan pertimbangan yang cermat dan strategi yang tepat untuk meminimalisir dampak negatifnya. 

Pemerintah telah menyampaikan alasan kenaikan tarif PPN ini, yakni untuk optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Selain itu, kebijakan ini juga diiringi oleh ruang pemberian fasilitas PPN untuk tetap menjaga kepentingan masyarakat, khususnya untuk barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, dan telur yang meskipun termasuk barang kena pajak (BKP) tetapi tidak dikenakan PPN.

Untuk meminimalisir dampak negatif dari kenaikan PPN ini, pemerintah mesti mempertimbangkan beberapa solusi dan alternatif, seperti optimalisasi pemungutan PPN, pengurangan biaya produksi, penyesuaian upah, dan pengembangan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 

Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan negara tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulannya, kenaikan PPN 12 Persen di tahun 2025 merupakan cara yang tepat bila dilengkapi dengan strategi dan solusi yang tepat untuk meminimalisir dampak negatifnya. 

Pemerintah perlu memantau dan mengevaluasi dampak kenaikan PPN ini terhadap masyarakat dan ekonomi, serta menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi yang setiap saat berubah. (*)

Heru Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun