Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Pesta Sastra: Di Antara Hujan, Fakta, dan Fiksi

12 Desember 2024   17:24 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:59 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Malang/Foto: Pril Huseno

masihkah kutanyakan mula
karena titik-titik air tak sekejap membah
masihkah kurisaukan awal

karena seribu umbul muncul menyatu dari batang entah, 

ke manakah berakhir memandangmu

ingin aku meliuk-liuk tak peduli mencari kedalaman terdalam

Puisi tersebut memanfaatkan sungai sebagai simbol kehidupan, menyampaikan pesan berkenaan perjalanan waktu, hubungan manusia dengan alam, dan pencarian makna hidup.

Riak air sungai, mencerminkan kehidupan masyarakat yang dinamis sekaligus penuh ketidakpastian.

Konteks kata seribu umbul menunjukkan hubungan erat antara manusia dan alam dalam kebudayaan Jawa. Sungai tidak hanya menjadi elemen geografis, tetapi juga simbol kehidupan yang terus mengalir tanpa henti.

Krishna Mihardja memanfaatkan fakta dalam upaya merepresentasikan realitas. Cara yang dipilih dengan mendeskripsikan lingkungan, kejadian, atau karakteristik sosial.

Kedua pengarang, Ons maupun Krishna, menggabungkan fakta dan fiksi untuk menciptakan karya sastra yang lebih kompleks dan menarik. 

Artinya, dalam karya sastra, fakta dan fiksi tidak berdiri sendiri, keduanya saling berinteraksi menciptakan karya yang kompleks. Tentu saja fakta dapat diinterpretasikan secara berbeda tergantung pada perspektif, latar belakang, dan referensi pengarang.

Bimo dan Juru Kunci Makam/Foto: Arif Sukardono
Bimo dan Juru Kunci Makam/Foto: Arif Sukardono

Pesta Sastra di Bulan Desember dimeriahkan dengan penampilan tarian Bimo Wiwohatmo dengan menginterpretasikan cerpen "Juru Kunci Makam" (Ons Untoro) yang dibacakan oleh Eko Winardi, pembacaan puisi (Krishna Miharja Sus. S. Hardjono), pembacaan cerpen (Genthong HAS), pembacaan nukilan sastra jawa (Patah Ansori), dan lagu puisi (Yupi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun