Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Pesta Sastra: Di Antara Hujan, Fakta, dan Fiksi

12 Desember 2024   17:24 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:59 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Malang/Foto: Pril Huseno

Peserta Pesta Sastra/Foto: dok. Sastra Bulan Purnama

Seandainya saja menjelang malam Minggu lalu (8/12/2024) hujan tidak terus menderas di Yogyakarta dan menjadikan halaman Museum Sandi membasah, tentu Pesta Sastra di Bulan Desember akan terasa lebih gayeng. Sejak sore, tetesan air hujan bagai rentetan anak panah yang jatuh bersamaan di atap galvalum tempat berlangsungnya pesta. Suaranya begitu gaduh. 

Menyadari situasi yang kurang menguntungkan itu, Simon HT, tokoh teater, yang diminta maju guna memantik obrolan, di depan mikrophone dengan santun berkata, "Karena hujan, jadi saya kira obrolannya baca saja tulisan saya dalam buku Namaku Ratu Malang karya Ons Untoro. Buku ini memang layak dibaca. Terima kasih," ujar Simon sambil undur diri, disambut tepuk tangan hadirin.

Sebelumnya dalam sambutannya, Dwi Pratiwi, Kepala Balai Bahasa Yogyakarta, menyampaikan bahwa tanpa diberi penghargaan pun jiwa seni sastrawan Yogya itu sudah mendarah daging.

Geliat sastra di Yogyakarta paling keren di Indonesia. Komunitas-komunitas sastra tumbuh luar biasa. Yogyakarta tanpa pendampingan pengayom pun, sastranya sudah berjalan baik.

"Jadi acara ini adalah bentuk syukuran karena beberapa sastrawan Yogya menerima penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa," ujar Dwi.

Ratu Malang/Foto: Pril Huseno
Ratu Malang/Foto: Pril Huseno
Buku Namaku Ratu Malang (Ons Untoro), Rakai Watuhumalang (Cicit Kaswami), dan Nyawaku Kembali Lagi (Krishna Mihardja), berhasil memainkan imajinasi, kata-kata, bahkan Mas Ons mempermainkan atau menggunakan nama sahabat-sahabatnya, dan semuanya melahirkan kreativitas. 

"Buku mereka berupa karya fictional history (sejarah yang fiksional) atau historical fiction (fiksi yang historis) karena memanfaatkan orang-orang historis yang ada," papar Indro Suprobo mewakili komunitas Sastra Bulan Purnama.

Dalam pengantar buku Namaku Ratu Malang, Indro menjelaskan bahwa empat belas cerita pendek karya Ons Untoro mencerminkan sifat dasar dan penting dalam diri manusia, yaitu kesanggupannya untuk bermain atau sebagai homo ludens.

Melalui kesanggupan bermain dan melalui permainan-permainan, manusia memiliki kemungkinan memahami dunia di luar dirinya.
Melalui cerita pendek, Ons Untoro secara sangat bebas bermain dengan nama-nama para sahabatnya.

Memainkan kisah-kisahnya, menggabungkan beragam peristiwa, tempat, waktu, jenis-jenis kesenian, aktivitas, narasi sejarah, dan sebagainya dalam suatu permainan imajinatif maupun semi imajinatif yang boleh disebut sebagai permainan fictional-history atau permainan historical-fiction. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun