Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Pesta Sastra: Di Antara Hujan, Fakta, dan Fiksi

12 Desember 2024   17:24 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:59 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Malang/Foto: Pril Huseno

Ia menyebut hal-hal yang secara faktual historis memang ada, yakni nama-nama para sahabat, nama tempat, peristiwa, suasana, kegiatan-kegiatan khusus, jenis dan kelompok kesenian, nama jalan, profesi, karakter orang, dan sebagainya, namun meramu dan merangkainya dalam alur kisah yang sifatnya fiksional. 

Penampil Pesta Sastra/Foto: Arief Sukardono
Penampil Pesta Sastra/Foto: Arief Sukardono

Salah satunya, ia menjumput pengalaman dan peristiwa yang dalam fakta aslinya barangkali menegangkan atau menyebalkan, lalu memainkannya dalam narasi sehingga terbangun kisah-kisah yang pada akhirnya menimbulkan suasana lucu dan humor. 

Cerpen berjudul "Tetangga Baru dan Kertas Warna Pink" adalah contohnya. Warna pink selalu mengingatkan tokoh cerita terhadap peristiwa berhadapan dengan kekuasaan. 

Dalam dunia nyata, Ons Untoro selaku pengarang, pernah berurusan dengan Kodim saat disangka ikut terlibat dalam diskusi buku-buku Pramoedya Ananta Toer.

"Cerita pendek Ons Untoro dengan mempraktikkan karakter dasar sebagai homo ludens, merupakan medium penting dalam melahirkan tiga hal utama sekaligus yakni kreativitas, komunitas dan kritik sosial. Ons Untoro sebagai homo ludens, sedang menjalankan kreativitas, melahirkan sesuatu yang baru, yang melampaui hal-hal yang biasanya terjadi," papar Indro.

Begitulah, karya Ons dan Krishna berada antara fakta dan fiksi dan batas antar-keduanya terkadang begitu tipis dalam balutan imajinasi. 

Sebelum acara pesta sastra berlangsung, Krishna mengakui bahwa karya-karyanya berangkat dari berbagai fenomena yang berada di sekelilingnya, yaitu peristiwa dalam lingkungan masyarakat pedesaan.

"Saya merupakan penulis yang tinggal, bersosialisasi, dan juga beradat-istiadat di desa. Sehingga dalam tulisan-tulisan saya, banyak menceritakan kenangan di desa. Bisa jadi itu yang mengendap dan memberontak di otak, sehingga saya lebih suka menulis sungai kecil, batu, sawah, pohon, jangkrik, dan burung. Dalam hal-hal tertentu, karena kehidupan saya di desa dengan budaya, filosofi desa, maka tanpa terasa selalu mengungkapkan semua itu dalam tulisan saya," ungkap Krishna.

Perhatikan saja salah satu puisi Krishna yang terdapat dalam Nyawaku Kembali Lagi.

Memandang Kali Opak

riak-riakmu mengalir tak henti

dalam darahku berdegap cerita butir-butir pasir tak berdaya terpenjarakan pesona kata-kata tak nyata dari hulu entah, ke manakah berakhir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun