masihkah kutanyakan mula
karena titik-titik air tak sekejap membah
masihkah kurisaukan awal
karena seribu umbul muncul menyatu dari batang entah,Â
ke manakah berakhir memandangmu
ingin aku meliuk-liuk tak peduli mencari kedalaman terdalam
Puisi tersebut memanfaatkan sungai sebagai simbol kehidupan, menyampaikan pesan berkenaan perjalanan waktu, hubungan manusia dengan alam, dan pencarian makna hidup.
Riak air sungai, mencerminkan kehidupan masyarakat yang dinamis sekaligus penuh ketidakpastian.
Konteks kata seribu umbul menunjukkan hubungan erat antara manusia dan alam dalam kebudayaan Jawa. Sungai tidak hanya menjadi elemen geografis, tetapi juga simbol kehidupan yang terus mengalir tanpa henti.
Krishna Mihardja memanfaatkan fakta dalam upaya merepresentasikan realitas. Cara yang dipilih dengan mendeskripsikan lingkungan, kejadian, atau karakteristik sosial.
Kedua pengarang, Ons maupun Krishna, menggabungkan fakta dan fiksi untuk menciptakan karya sastra yang lebih kompleks dan menarik.Â
Artinya, dalam karya sastra, fakta dan fiksi tidak berdiri sendiri, keduanya saling berinteraksi menciptakan karya yang kompleks. Tentu saja fakta dapat diinterpretasikan secara berbeda tergantung pada perspektif, latar belakang, dan referensi pengarang.
Pesta Sastra di Bulan Desember dimeriahkan dengan penampilan tarian Bimo Wiwohatmo dengan menginterpretasikan cerpen "Juru Kunci Makam" (Ons Untoro) yang dibacakan oleh Eko Winardi, pembacaan puisi (Krishna Miharja Sus. S. Hardjono), pembacaan cerpen (Genthong HAS), pembacaan nukilan sastra jawa (Patah Ansori), dan lagu puisi (Yupi).