Mohon tunggu...
HERI HALILING
HERI HALILING Mohon Tunggu... Guru - Guru

Heri Haliling nama pena dari Heri Surahman. Kunjungi link karyanya di GWP https://gwp.id/story/139921/perempuan-penjemput-subuh https://gwp.id/story/139925/rumah-remah-remang https://gwp.id/story/139926/sekuntum-mawar-dengan-tangkai-yang-patah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesatria Kecubung

4 Agustus 2024   02:20 Diperbarui: 10 Agustus 2024   22:54 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Aku mendongak. Siapa yang kurang ajar ini. Tiba-tiba kepalaku berpusing tak mengaruan. Bagai gangsing aku agak oleng. Ke mana nikmat tadi. Usaikah? Sekejap ku rasakan sensasi sesak di dadaku. Kemudian serasa berton ton es merendam tubuhku. Tulangku terasa ngilu karenanya. Astaga aku menggigil. Tak kuat, minta tolonglah aku.

       " Bang!!! Dingin bang!!!"

       Aku menelungkup. Seorang terasa menjatuhkan selimut. Toh badanku basah. Aduh!! Astaga astaga!!! Terasa tubuhku mulai menggelepar.

      "Air panas air panas"

      "Bawa ke rumah sakit"

       "Biarkan saja mati di sini. Biarkan saja. Pemuda macam itu tak perlu kita peduli"

       Semua teriakan itu tak membantuku. Aku makin menggelepar. Seorang ibu warung terasa mengangkat leherku. Dia minumkan semacam susu bercampur air hangat. Kaleng jatuh, aku masih ingat itu susu beruang.

        Aku kejang sekarang. Lebih hebat lagi. Kepalaku penuh. Aku muntah menghamburkan cairan putih kehijau hijauan. Muntah banyak sekali seakan perut tak berhenti memompa. Sesaat ku rasakan dada mau pecah. Terasa benar penuh dan sesak. Lubang hidungku mangembang dan mengempis. Astaga astaga..apa aku mau mati? Ya mau mati kayaknya ini. Aku jatuh. Kepalaku membentur aspal, pingsan.

*

         "Siuman kau, Belong?" Sebuah suara tak asing mengusik telingaku. Aku lamat lamat membuka mata. Silau. Ku perhatikan langit langit banyak berisi lampu dan dinding berpendar warna putih.

         Mulutku terasa kering sekali. Aku berusaha mencecap bibir agar basah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun