Mohon tunggu...
Bambang Hermawan
Bambang Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Budaya

Alumnus Universitas Islam Indonesia 2001. Pecinta budaya dan humaniora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pemberontakan Pohon-pohon

9 Januari 2024   11:05 Diperbarui: 7 Maret 2024   01:14 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pohon-pohon yang tersisa karena aksi pembalakan liar. Sumber: AFP/DELIL SOULEIMAN via KOMPAS.com

Syahdan di sebuah belantara, pepohonan dijajah, tahunan sudah. Pohon-pohon tumbang, satu persatu menunggu antrian, dieksekusi kemudian mati. Sukma pohon pohon yang mati, berkumpul menunggu dalam lara, bahkan dendam membara. Mereka marah tetapi tak tahu bagaimana melampiaskan.

"Bagaimana ini, kita sudah terlunta-lunta di sini satu tahun lebih, kukira kita semua sama, memendam marah," ujar sukma Meranti membuka kebekuan.

"Hanya satu kata, LAWAN!!!" teriak sukma Ulin sambil mengepalkan tangan ke udara.

"Setujuuuu...LAWAN!!!" jawab sukma Merbau, disusul Bengkirai dan pohon lainnya bersahutan. Suasana yang beku menjadi riuh, oleh murka.

"Ooo.... bagaimana kita bernasib sepahit ini. Kita semua tumbuh hanya untuk memberi manfaat kepada bumi, juga si manusia. Inikah balasan mereka, membantai kita satu-persatu. Setiap lima belas menit salah satu dari kita mereka bantai. Bangsat!!" lanjut sukma Meranti.

"Apa mereka buta, tidak melihat bagaimana bahagianya burung-burung, orang utan dan hewan lainnya bercanda dengan kita-kita" gerutu sukma Merbau.

"Sudah-sudah, kejahatan mereka sudah tidak bisa dibicarakan lagi, percuma. Kembali ke teriakan kita tadi, mari kita diskusikan bagaimana kita melawan, membalas dendam" sukma Ulin mencoba memusatkan lagi pembicaraan.

"Kita tak punya senjata, posisi kita jelas sangat lemah. Hanya kecerdikan, pengorganisasian yang rapi, semangat, keberanian, dan yang pasti gerakan kita musti klandestein." Sukma Merbau menimpali.

"Baik, yang pertama, pastinya kita butuh pemimpin, tapi jangan aku ya, aku belum mampu memimpin perlawanan ini," ujar sukma Ulin.

"Lalu siapa lagi kalau bukan kamu Ulin?, sepertinya kamu banyak inisiatif deh" tanya sukma Bengkarai.

"Begini, dalam suku ku, Suku Ulin, ada kepercayaan bahwa ada moyang kami yang tumbuh nyaris abadi. Dia memiliki kecerdikan yang unik, punya kemampuan sihir yang manjur. Dan Ulin Tua sampai hari ini masih berdiri tegar karena kesakralan dan wibawanya. Menakutkan bagi siapa saja yang hendak melukainya, apalagi menebangnya" jelas sukma Ulin.

"Kalu begitu bagaimana mungkin Ulin Tua akan bersatu dengan kita, jika tak ada orang yang berani melukainya?. Kita kan hanya sukma tanpa raga. Sementara Ulin Tua sukma nya masih terikat raganya". Tanya sukma Meranti.

Mereka semua terdiam, memilih pemimpin perlawanan yang belum pasti waktunya, merasa harapan tak kunjung menemukan jalan. Kesumat mereka sudah mendidih.

Tiba tiba terdengar teriakan histeris, mulanya agak sayup, lalu makin terdengar.

"Ohh celakaaa, Ulin Tua pun mau dirobohkan, celaka dua belas".

"Sukma Ulin kaget, berteriak lantang, ooeeee..kamu siapa yang berteriak disitu, muncullah, ceritakan kepada kami disini apa yang terjadi, jangan menebar kabar bohong" sahutnya.

Lalu datanglah sukma Orang utan dengan wajah pucat, orang utan yang mati terbakar beberapa saat lalu, karena manusia tak mau repot, bakar saja semak-semak agar mudah jalan menebang pohon, tanpa peduli sekeluarga orang utan terjebak kemudian mati terpanggang.

"Ohh, kawan kawan sukma pohon, maafkan aku datang ke tempat ini, mengagetkan kalian. Aku tidak menebar berita bohong, ini benar dan mengejutkan, bayangkan si Ulin Tua yang dihormati seluruh penghuni hutan pun mau ditumbangkan. Makanya aku teriak-teriak di sepanjang jalan menemui kalian" sukma orang utan menerangkan, terengah.

"Iya , kami berkumpul disini sedang menyusun strategi perang, balas dendam kepada manusia-manusia yang membunuh kami. Tolong ceritakan apa yang kamu lihat", pinta sukma Ulin.

"Begini kawan-kawan, barusan aku melihat manusia-manusia mendekatai Ulin Tua, sambil membawa kertas-kertas, peta. Dan menurut pembicaraan manusia-manusia itu, terdapat harta karun dengan jumlah tak terbayangkan didalam tanah tempat Ulin Tua hidup sampai sekarang, terbesar dari yang selama ini ditemukan. Nampaknya Ulin Tua sebentar lagi akan ditumbangkan juga. Manusia akalnya memang luar biasa, mereka tak takut dengan kabar keangkeran dan kesaktian Ulin Tua, mereka sangat percaya diri dengan meyiapkan kendaraan khusus yang akan dengan mudah menumbangkan Ulin Tua," Sukma Orang Utan menjelaskan, rinci.

"Horeee, sudah waktunya Ulin Tua akan memimpin kita, yuhuuuuu. Semesta mendukung perlawanan kita kawan-kawan" sahut sukma Ulin girang.

"Gila kamu, Ulin Tua mau di bunuh kok kamu malah gembira, jahat kamu" hardik sukma Orag Utan.

"Begini lho kawanku orang utan, cepat atau lambat semua dari kita, pohon-pohon yang merana ini, akan dibunuh. Harta karun membuat manusia menemukan beribu cara dan dalih untuk menumbangkan kita. Maka mau tidak mau kita, khususnya kami, para sukma pohon akan melawan. Dan Ulin Tua lah yang akan memimpin kami. Ulin Tua lah yang diberkati kesakralan, kekuatan sihir suku kami, suku Ulin." sukma Ulin meyakinkan, sekalian latihan menjadi orator.

"Selanjutnya, Selama Ulin Tua belum hadir bersama kita di alam sukma, maka saya harap kawan-kawan merelakan saya menjadi pemimpin sementara, bukan apa-apa, karena akulah yang tahu mantera sakti penjaga sihir Ulin Tua. Bagaimana kawan-kawan?" tawaran sukma Ulin demokratis.

"Sepakat!!!!" sekumpulan sukma pohon berteriak nyaris bersamaan.

"Maka sekarang dengarlah apa yang menjadi ajaran di suku ku. Untuk menjaga kesaktian Ulin Tua, agar sukmanya tetap memiliki ilmu sihir, kita harus membawakan wewangian ketika sukmanya lepas dari badannya, sambil dibacakan mantera. Ulin Tua memiliki sarang udara sakti tepat di pucuknya. Maka harus ada yang bertugas membawa wewangian kesana. Dan saya kira tugas ini cocok diberikan kepada si sukma Gaharu, yang memiliki gudang wewangian. Bagiamana sukma Gaharu, kamu siap, menemaniku ke sana???" sukma Ulin memberi tawaran yang lebih sebagai permintaan.

"Siap, melawan atau makin banyak kawan kita yang mati." Teriak sukma Gaharu sambil mengepalkan tangannya ke udara.

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

Teriakan lantang sukma Ulin mengobarkan semangat, diikuti oleh semua sukma pohon.

Maka berangkatlah sukma Ulin dan sukma Gaharu menuju tempat Ulin Tua hidup. Mereka harus memastikan waktu yang tepat untuk membacakan mantera dan meniupkan wewangian ke pucuk Ulin Tua, tempat Sarang udara sakti, waktunya musti pas ketika  Ulin Tua mulai roboh bersamaan dengan hujaman gergajian terakhir.

Kemudian datanglah serombongan manusia, membawa alat berat juga beberapa gergaji mesin, lengkap dengan sepuluh pengawal bersenjata laras panjang, mengantisipasi sabotase.  

Gergaji mulai menyalak bersahutan, sementara alat berat digunakan untuk mendorong batang Ulin Tua yang sangat besar, kokoh. Suara-suara yang memilukan. Sukma Ulin dan sukma Gaharu tak kuasa menahan air mata. Maklum mereka telah merasakan terlebih dahulu proses sakitnya dirobohkan. Bagaimana perihnya saat setiap gigi gergaji mengiris tubuhnya?

Tak lama kemudian tubuh Ulin Tua sudah condong kekiri, satu sayatan gergaji lagi akan merobohkannya. Maka sukma Ulin dan Gaharu cepat-cepat melesat ke pucuk Ulin Tua.

"Berhenti disini, kawan Gaharu, segera keluarkan wewangianmu, sekarang, ikuti hitunganku, satu...dua...tiga" perintah sukma Ulin berwibawa. Sukma Gaharu meniupkan wewangiannya tepat ke batang tempat sarang udara sakti.

"Amor vincit Omnia."

"Amor vincit Omnia."

"Amor vincit Omnia."

Sukma Ulin merapalkan manteranya. Lalu si Ulin Tua pun tumbang, diiringi senyum puas para manusia yang menebangnya. Sukma Ulin Tua segera nampak, matanya nanar penuh amarah, dendam.

"Tabik tuanku Ulin Tua" sapa sukma Ulin sambil membungkuk, diikuti sukma gaharu.

"Hmmm... kewibawaan, kesakralanku yang pasif tak kuasa melawan ambisi manusia-manusia itu. Tetapi itu dulu, sekarang meski tanpa tubuh, berkat manteramu, sihirku masih akan manjur. Tapi siapa kalian?. Kenapa kalian tahu mantra sakral tradisi suku Ulin??". Tanya Ulin Tua yang telah mensukma.

"Hormat Tuan Ulin Tua, saya Ulin, yang diajari mantera tadi oleh kepala suku, manusia sahabat karib kita. Dia pernah membisikkan mantera itu padaku. Saat itu hidup sukunya terancam. Hutan ini tiba tiba bukan milik mereka, milik yang berkuasa. Suku manusia sahabat kita musti pergi ke area hutan lain untuk bertahan hidup." Sukma Ulin menjelaskan.

"Maaf paduka Ulin Tua, kami, sukma pohon-pohon yang telah di bantai sering berkumpul, dan bertekad untuk membalas dendam, melawan. Bukan untuk kami sendiri, tetapi juga untuk bumi dan manusia-manusai itu sendiri, juga hewan-hewan untuk melanjutkan hidup. Kita adalah pasukan perlawanan yang menunggu paduka bersedia memimpin kami. Sudilah kiranya paduka kami ajak menemui pasukan" pinta sukma Ulin.

Maka sukma Ulin Tua mengikuti ajakan sukma Ulin dan Gaharu, segera menemui pasukan perlawanan sukma pohon-pohon. Sukma Ulin dan Gaharu mengawal kedatangan pemimpin perlawanan agung,..aha betapa bangga nya.

"Hai kawan-kawan semua, berdirilah semua, beri hormat kepada pemimpin perlawanan kita, Paduka Ulin Tua" teriak sukma Ulin menggema.

"Selamat datang, paduka pemimpin besar perlawanan pohon-pohon"

"Selamat datang, Tuan"

"Selamat datang, Tuan".

Suasana sontak riuh, penuh kegembiraan dan semangat. Waktu yang ditunggu telah tiba.

"Kami semua menunggu titah paduka Ulin Tua" Sukma Ulin berbicara mewakili pasukan sukma pohon.

"Baiklah kawan-kawan, kita semua memiliki keresahan yang sama, dendam yang sama. Yang perlu kita pegang sebagai prinsip dasar dan utama adalah bahwa perlawanan kita ini sebenarnya bukan untuk kita saja. Manusia, hewan, alam akan menerima manfaat dari perlawanan kita" Pidato sukma Ulin Tua berwibawa, menata moral dasar pasukannya.

"Perlawanan, perjuangan tidak boleh egois, keegoisan hanya akan membawa kegagalan!!!"

"Sekarang, kita perlu menyusun divisi-divisi, agar gerakan kita rapi dan efisien. Sebab musuh kita bukan hanya manusia saja, tetapi kemungkinan juga kaum sukma Bekasakan. Musuh mausia kita juga perlu dipetakan, pekerja tebang, boss nya, pemburu harta karun juga manusia pemilik wewenang."

"Pertama kita butuh tim surveilans,  bertugas memetakan semua potensi musuh, pola kerja musuh dan yang terpenting waktu-waktu musuh terlena. Kedua kita butuh Tim kontra intelijen, yang bertugas menggerogoti kemampuan musuh, khususnya musuh kita kaum sukma bekasakan. Ketiga tim tempur, yang bertugas mengkoordinasi, menyiapkan logistik tempur dan menata serangan. Selanjutnya mohon tanggapan kawan-kawan" lanjut sukma Ulin Tua.

"Kami semua setuju yang mulia, kami tidak meragukan kapasitas paduka. Bagaimana kawan-kawan?" teriak sukma Ulin.

"Siap menjalankan titah yang mulia!". Sukma pohon berteriak bersamaan.

"Baiklah sekarang saya tawarkan, untuk memimpin tim surveilans siapa yang pantas dan bersedia?"

"Saya kira sukma Merbau  cocok yang mulia," Sukma Ulin mengajukan usulan.

"Kemudian untuk komandan tim kontra intelijen?"

"Menurut hemat saya yang mulia, untuk tim kontra intelijen saya mengusulkan sukma orang utan, dengan pertimbangan dia akan sulit di identifikasi sebagai bagian dari gerakan perlawanan kita. Dia kan sukma binatang, bukan bagian dari sukma pohon." Sukma Ulin memberi pertimbangan logis.

"Bagus, analisa yang cerdik. Saya kira pas jika tugas ini diberikan kepada sukma orang utan."

"Baiklah, saya putuskan bahwa komanandan tim surveilans adalah sukma Merbau. Komandan Tim kontra intelijen adalah sukma orang utan, dan yang terakhir komandan tempur adalah sukma ulin dengan wakilnya sukma gaharu, karena kalian berdua telah berhasil mengabadikan kemampuan sihirku. Bagiamana??? Sanggup???" tawaran  sukma Ulin Tua yang lebih sebagai perintah.

"Sanggup!"

"Sanggup!"

"Sanggup yang mulia, demi sukma istri dan anakku yang mati terbakar" jawab sukma orang utan, dengan tubuh bergetar mengingat kematian istri dan anaknya.

"Sekarang, tim surveilans segera bergerak memetekan semua gerakan dan potensi musuh, tim konta intelijen segera sebarkan kasak-kusuk agar kekuatan moral kaum sukma bekasakan turun. Untuk tim tempur, persiapkan logistik penyerangan, terutama wewangian dan air embun khusus yang turun tepat setelah bulan purnama pada lokasi yang tepat. Seminggu lagi, kita berkumpul membahas perkembangan" perintah sukma Ulin Tua.

"Siap, laksanakan titah paduka!"

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"

Dan tibalah saat pertemuan berikutnya. Sukma Ulin Tua membuka dan memimpin petemuan.

"Pertama-tama, saya mohon laporan dari komandan tim surveilans. Silahkan disampaikan se gamblang-gamblangnya."

"Ijin yang mulia, dari hasil pemetaan kami, pertama setiap hari pohon yang dibunuh manusia sejumlah lima ratus pohon, setara seluas satu lapangan sepak bola. Kedua, benar adanya kabar yang menyatakan bahwa para penebang melakukan kong-kalingkong dengan kaum sukma bekasakan. Manusia penebang memberikan satu kepala kerbau selama lima belas hari sekali." Sukma merbau menjelaskan hasil kerjanya.

"Ijin juga yang mulia, hasil pemantauan kami terjadi bibit perpecahan pada kaum bekasakan. Kepala kerbau persembahan sering kali dikorupsi oleh tetua kaum mereka, pembagiannya tidak merata." Sukma orang utan juga melaporkan.

"Ijin juga yang mulia, untuk tim tempur, kami sudah mengumpulkan berbagai wewangian, selanjutnya mohon petunjuk bagaimana dengan air embun sebagai senjata kita." Laporan sukma Ulin

"Terimakasih kawan-kawan. Sudah waktunya saya jelaskan bagaimana kerja mantera sakti saya. Pertama, pengucapan mantera dilakukan setiap tengah malam terhadap wewangian yang sudah dipersiapkan selama empat puluh hari berturut-turut. Setelah empat puluh hari maka kita harus menebarkan wewangian itu kepada embun setelah malam purnama. Embun itu harus yang berada di lokasi tebang pada hari itu. Maka wewangian yang bercampur aroma embun itu akan memasuki aliran nafas penebang  dan menular kepada orang lain setiap mereka berkata pohon tumbang." Sukma Ulin Tua menerangkan.

"Waduh, empat puluh hari prosesnya, kita musti menunggu sebegitu lamanya kah Tuan?, berapa ribu pohon lagi yang harus mati yang mulia?" sukma merbau tak sabar.

"Tenang kawan, makanya kita perlu strategi yang rapi. Pertama, saya perintahkan wewangian yang sudah dikumpulkan sukma ulin dan gaharu untuk dibawa kesini, mulai nanti malah saya akan memantrainya. Kedua saya perintahkan sukma orang utan untuk memprovokasi kaum sukma bekasakan agar makin runtuh moralnya, terpecah belah sehingga sebagian mereka harus mengganggu penebang agar laju pembantaian ini melambat" titah sang sukma Ulin Tua.

Maka mulai malam itu semua bergerak, sukma orang utan berhasil memecah belah kaum sukma bekasakan sehingga ada sebagian anggota kaum yang melawan perintah pemimpinnya. Makin sering terjadi para penebang mengalami kesurupan. Sukma Ulin Tua bertugas membacakan mantera setiap malam, khusuk khidmat.

"Aquiris quodcumque rapis".

"Aquiris quodcumque rapis".

"Aquiris quodcumque rapis".

Pada hari ke empat puluh, seluruh pasukan mendatangi lokasi penebangan hari itu, tengah malam waktu bulan purnama. Di pagi harinya wewangian disebarkan, mengenai embun-embun. Setelahnya para pasukan perlawanan mengamati bagaimana hasil operasi mereka. Benar saja, para penebang yang menghirup aroma embun bercampur wewangian yang telah di manterai menjadi hilang kesadaran beberapa detik. Setelah sadar maka nafas mereka tercampuri semacam kristal halus. Memasuki sore para penebang melapor kepada mandornya sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) ;

"Pohon yang tumbang  hari ini sebanyak tujuh puluh pohon!"

Kristal yang keluar dari nafasnya memasuki nafas si mandor. Kemudian si mandor laporan kepada bos perusahaan pagi keesokan hainya;

"Pohon yang tumbang  kemarin sebanyak tujuh puluh pohon!"

Kristal yang keluar dari nafasnya memasuki nafas si boss. Kemudian si boss laporan kepada yang berwenang ketika memberikan fee atas tiap pohon yang ditebang siang harinya.

"Pohon yang tumbang  kemarin sesuai laporan mandor sebanyak tujuh puluh pohon!"

Kristal yang keluar dari nafasnya memasuki nafas si atasannya. Demikian selanjutnya sehingga semua manusia yang terlibat jaringan penebangan pohon terkontaminasi kristal lembut itu. Maka lama kelamaan, tubuh mereka mengalami keanehan, darah mereka memadat, mengkristal pelan-pelan menjadi debu. Semakin lama mereka menjadi debu yang dibungkus seragam, debu yang dibungkus kekayaan harta, debu yang dibungkus jabatan publik. Hingga puncaknya, tubuh tubuh mereka seluruhnya menjadi debu, luruh kembali ketanah, menjadi tempat hidup pohon-pohon baru.

Ponororo, januari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun