Kemudian datanglah serombongan manusia, membawa alat berat juga beberapa gergaji mesin, lengkap dengan sepuluh pengawal bersenjata laras panjang, mengantisipasi sabotase. Â
Gergaji mulai menyalak bersahutan, sementara alat berat digunakan untuk mendorong batang Ulin Tua yang sangat besar, kokoh. Suara-suara yang memilukan. Sukma Ulin dan sukma Gaharu tak kuasa menahan air mata. Maklum mereka telah merasakan terlebih dahulu proses sakitnya dirobohkan. Bagaimana perihnya saat setiap gigi gergaji mengiris tubuhnya?
Tak lama kemudian tubuh Ulin Tua sudah condong kekiri, satu sayatan gergaji lagi akan merobohkannya. Maka sukma Ulin dan Gaharu cepat-cepat melesat ke pucuk Ulin Tua.
"Berhenti disini, kawan Gaharu, segera keluarkan wewangianmu, sekarang, ikuti hitunganku, satu...dua...tiga" perintah sukma Ulin berwibawa. Sukma Gaharu meniupkan wewangiannya tepat ke batang tempat sarang udara sakti.
"Amor vincit Omnia."
"Amor vincit Omnia."
"Amor vincit Omnia."
Sukma Ulin merapalkan manteranya. Lalu si Ulin Tua pun tumbang, diiringi senyum puas para manusia yang menebangnya. Sukma Ulin Tua segera nampak, matanya nanar penuh amarah, dendam.
"Tabik tuanku Ulin Tua" sapa sukma Ulin sambil membungkuk, diikuti sukma gaharu.
"Hmmm... kewibawaan, kesakralanku yang pasif tak kuasa melawan ambisi manusia-manusia itu. Tetapi itu dulu, sekarang meski tanpa tubuh, berkat manteramu, sihirku masih akan manjur. Tapi siapa kalian?. Kenapa kalian tahu mantra sakral tradisi suku Ulin??". Tanya Ulin Tua yang telah mensukma.
"Hormat Tuan Ulin Tua, saya Ulin, yang diajari mantera tadi oleh kepala suku, manusia sahabat karib kita. Dia pernah membisikkan mantera itu padaku. Saat itu hidup sukunya terancam. Hutan ini tiba tiba bukan milik mereka, milik yang berkuasa. Suku manusia sahabat kita musti pergi ke area hutan lain untuk bertahan hidup." Sukma Ulin menjelaskan.