"Sanggup yang mulia, demi sukma istri dan anakku yang mati terbakar" jawab sukma orang utan, dengan tubuh bergetar mengingat kematian istri dan anaknya.
"Sekarang, tim surveilans segera bergerak memetekan semua gerakan dan potensi musuh, tim konta intelijen segera sebarkan kasak-kusuk agar kekuatan moral kaum sukma bekasakan turun. Untuk tim tempur, persiapkan logistik penyerangan, terutama wewangian dan air embun khusus yang turun tepat setelah bulan purnama pada lokasi yang tepat. Seminggu lagi, kita berkumpul membahas perkembangan" perintah sukma Ulin Tua.
"Siap, laksanakan titah paduka!"
"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"
"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"
"SUKMA POHON BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN!"
Dan tibalah saat pertemuan berikutnya. Sukma Ulin Tua membuka dan memimpin petemuan.
"Pertama-tama, saya mohon laporan dari komandan tim surveilans. Silahkan disampaikan se gamblang-gamblangnya."
"Ijin yang mulia, dari hasil pemetaan kami, pertama setiap hari pohon yang dibunuh manusia sejumlah lima ratus pohon, setara seluas satu lapangan sepak bola. Kedua, benar adanya kabar yang menyatakan bahwa para penebang melakukan kong-kalingkong dengan kaum sukma bekasakan. Manusia penebang memberikan satu kepala kerbau selama lima belas hari sekali." Sukma merbau menjelaskan hasil kerjanya.
"Ijin juga yang mulia, hasil pemantauan kami terjadi bibit perpecahan pada kaum bekasakan. Kepala kerbau persembahan sering kali dikorupsi oleh tetua kaum mereka, pembagiannya tidak merata." Sukma orang utan juga melaporkan.
"Ijin juga yang mulia, untuk tim tempur, kami sudah mengumpulkan berbagai wewangian, selanjutnya mohon petunjuk bagaimana dengan air embun sebagai senjata kita." Laporan sukma Ulin