Kuceritakan masa laluku dari sejak masa SMA, mengenal Prasaja sebagai kakak kelas. Namun Prasaja malah menikah dengan gadis pilihannya.
"Aku turut prihatin. Terlalu menyakitkan kisah masa lalumu." Kata Satrio datar.
"Sudahlah sebaiknya hal itu tak perlu lagi diungkit-ungkit." Kataku tegas agar menutup saja masa lalu pahit itu.
Biasanya Satrio hanya bisa tersenyum jika aku sudah berkata demikian. Mungkin suamiku baru sadar, memang tidak ada gunanya mengungkit-ungkit masa lalu.
Kuakui, Prasaja adalah sosok lelaki idealku. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengubur sebuah kenangan.
Terus terang, ketika Satrio hadir dalam hidupku bayangan Prasaja masih sulit dilupakan.
Saat itu tidak ada lelaki manapun yang mampu menggeser Prasaja Utama dari hatiku.
Satrio Wibowo bukan lelaki idealku, tapi anehnya dia adalah suamiku dan aku mencintainya.
Selama aku menjadi istrinya, tidak satupun alasan kudapatkan, mengapa aku mencintainya. Cinta yang penuh dengan misteri.
Hingga saat inipun alasan itu belum juga kudapatkan. Aku yakin alasan itu mestinya ada. Mana mungkin aku mencintainya tanpa alasan.
Alangkah kecewanya suamiku, andainya saja tahu aku mencintainya tanpa alasan. Dulu Satrio sering menanyakan mengapa aku mencintainya.