Aku bersimpuh bersimbah peluh. Aku berdoa tengadah, beriring gundah, bergenggam resah.
Aku berlutut berpangku takut. Aku berjalan tertatih dan terjatuh. Hanya untuk menggapai cintaMu.Â
(8)Â
Dalam diamku yang terkatup dan tatapku yang tajam, katakan, jiwaku melangkah masih tetap tegap, utuh.Â
Biarkan semakin tulus senyumku, semakin ikhlas hatiku, semakin ramah dan lembut tutur kataku.Â
Dalam diamku yang terkatup dan tatapku yang tajam. Biarkan, dengan rakus detik-detikku melahap tarik nafasku
Biarkan, irama sumbang detak jantungku makin lemah dan berhenti bernyanyi. Biarkan, senyum bibirku terkulum lega saat kutinggalkan kefanaan.Â
Akan kucabik pengoyak dunia yang mencoba menyuap imanku di dada.Â
Aku hanya pengembara yang tak mau menunda perjalanan menuju RidhoNya.
Jikapun aku melepas dahaga maka itu hanya karena, aku sibuk berbenah kembali jati diri agar tertata rapi.
Suatu hari seperti biasa, aku sarapan pagi sepiring doa, Tuhan ALLAH kepadaMu hidup dan matiku.Â
(9)Â
Pagi berwarna biru. Episode demi episode terlipat dalam album hidup dan bunga tulip sejak mekar dari kuncupnya tengah mulai membentuk wajahnya.Â
Benangsarinya memanjang menjangkau sukma. Titipkan pagi katupkan senja. Tentramkan malam.Â
Lihatlah hari-hari sebenarnya terlipat amat cepat berputar pada porosnya.Â