Aku lanjutkan cerita ini sejak hujan di senja itu reda sendiri. Di beranda rumah itu Kamu berdiri menanti tetes terakhir gerimis jatuh ke bumi.Â
Lalu Kamu biarkan senja menjerit perlahan disetubuhi malam. Aku tersenyum memandang pesonamu merona di wajahmu.Â
Cantik. Â
(5)
Cerita ini pada suatu malam. Sehingga aku terguncang dan tenggelam. Berusaha menjadi tempat berpegang.
Seharusnya ada tempat. Di mana kupijakkan kakiku erat-erat.
Seharusnya ada jalan. Di mana kulangkahkan cita dan harapan.
Lalu di sela detak jantungku. Ada nada sumbang yang selalu saja tak kumengerti.
Di mana saat ini aku berhenti. Dari seluruh perjalananku.
Sesaat aku sempat singgah. Hanya sekedar menengok segenap gelisahku yang telah semakin gosong berabu.
Tuhan, haruskah. Puisi ini berhenti dan musnah. Hilang dan lenyap dan basi dan mati.
Karena itu kutunggu. Ada reinkarnasi puisiku masa lalu.