Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku dan Kamu dalam Seribu Kata

17 September 2023   09:17 Diperbarui: 17 September 2023   09:29 1465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Pixabay

Aku lanjutkan cerita ini sejak hujan di senja itu reda sendiri. Di beranda rumah itu Kamu berdiri menanti tetes terakhir gerimis jatuh ke bumi. 

Lalu Kamu biarkan senja menjerit perlahan disetubuhi malam. Aku tersenyum memandang pesonamu merona di wajahmu. 

Cantik.  

(5)

Cerita ini pada suatu malam. Sehingga aku terguncang dan tenggelam. Berusaha menjadi tempat berpegang.

Seharusnya ada tempat. Di mana kupijakkan kakiku erat-erat.

Seharusnya ada jalan. Di mana kulangkahkan cita dan harapan.

Lalu di sela detak jantungku. Ada nada sumbang yang selalu saja tak kumengerti.

Di mana saat ini aku berhenti. Dari seluruh perjalananku.

Sesaat aku sempat singgah. Hanya sekedar menengok segenap gelisahku yang telah semakin gosong berabu.

Tuhan, haruskah. Puisi ini berhenti dan musnah. Hilang dan lenyap dan basi dan mati.

Karena itu kutunggu. Ada reinkarnasi puisiku masa lalu.

(6)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun