Mungkin Bayu Gandana sendiri belum tentu mampu menaklukan iblis itu. Ketika Bayu menyembuhkan salah satu penduduk yang kena teluh, dirinya masih mendapatkan bantuan dari gurunya, Kiai Furqon.
"Ki Damar, selama masih ada orang di dusun ini yang menghamba kepada Iblis Leuweung Hideung itu maka korban-korban akan terus berjatuhan."
"Benar Nak Bayu. Tapi mungkinkah Ki Arang Geni adalah orang yang menghamba itu?"
"Saya sendiri belum tahu. Hanya dari teropongan batin tampaknya Ki Arang Geni punya ilmu hitam. Bisa saja asal ilmu itu dari penghuni Leuweung Hideung."
"Kalau begitu mala mini kita harus waspada Nak Bayu. Kita melakukan dzikir di Mushalla saja." Ajan Ki Damar. Bayu Gandana hany mengangguk mengiyakan.
Suasana dusun Suluh Hawu malam Jumat Kliwon itu benar-benar mencekam. Hening tak ada suara hanya sesekali desiran angin dingin menerpa dedaunan pohon-pohon di sekitar hutan itu.
Angin itu berasal dari dalam hutan, suaranya mendesis dan rasanya seperti mengandung mantra-mantra gaib.
Bayu di sela-sela dizkirnya merasakan kejanggalan suara angin itu. Sementara Ki Damar khusyu menghitung biji tasbihnya dengan sebutan Asma Allah.Â
 Bulan Purnama di langit yang cerah itu malah kesannya membuat rasa takut. Bulan yang bulat penuh itu seperti menyeringai mencari mangsa.
Semakin larut malam menjelang dini hari, semakin suasana bertambah mencekam. Penduduk dusun itu tidak ada yang bisa tidur semalaman.
Hingga waktu Subuh itu Bayu masih khusyu melakukan dzikir. Di sebelahnya Ki Damar terlihat lelah dan hampir saja tertidur andai saja Bayu tidak segera mengingatkannya.