Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebuah Keputusan

1 Juli 2021   18:18 Diperbarui: 1 Juli 2021   18:20 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Hensa (Dok. Pribadi)

Prasaja masih ingat dan selalu terngiang-ngiang ucapan istri tercintanya, Adzkia, ketika dia mengatakan agar dirinya menikah dengan Anita, saudara sepupu Adzkia, untuk mendapatkan keturunan.

Pria ganteng dan kalem ini sangat prihatin dengan kondisi Adzkia yang baru saja diangkat rahimnya karena kanker. Sang Istri jelas sudah tidak mungkin lagi memberikan keturunan.

Namun permintaan Adzkia itu sangat sulit untuk dipenuhi. Bagaimana mungkin dirinya harus menikah dengan Anita.

Apa yang akan dirasakan oleh batin Adzkia jika dirinya harus menikah dengan saudara sepupunya itu. Tidak masuk akal permintaan Adzkia ini.

Anita memang wanita cantik nan molek yang sekarang sedang matang kedewasaannya. Apalagi Anita selama ini selalu mengidolakan seorang Prasaja.

Namun tidak pernah terpikir sekelebatpun dalam benak Prasaja untuk menikahi Anita. Walaupun Adzkia sudah memberikan izin untuk melakukan poligami demi seorang anak, namun Prasaja tetap tidak bisa dan tidak mau melakukannya. Terlalu berat tanggung jawab yang dipikulnya.

Jika hanya untuk mendapatkan seorang anak, hal itu bisa dilakukan tanpa harus menikahi lagi dengan wanita lain. Begitu yang ada dalam pikiran Prasaja.

Sejenak Prasaja teringat Raisa, keponakannya yang sangat dekat dengan Adzkia. Prasaja juga tahu Adzkia sangat menyukai gadis kecil yang masih duduk di kelas satu SD ini.

Raisa adalah anak sulung  Renata Utami, adik bungsu Prasaja. Selama ini Utami sering memberikan semangat kepada kakak iparnya, Adzkia.

Meski saat ini sudah tidak mungkin lagi bagi Adzkia untuk mendapatkan keturunan karena rahimnya sudah diangkat.

Bagaimana kalau Raisa saja yang menjadi solusi paling tepat untuk menanggulangi masalah ini.

Ya Raisa sendiri sangat ingin tinggal bersama Bude nya. Seringkali gadis kecil ini memohon kepada Mamanya untuk tinggal di Malang bersama Adzkia.

Setiap ada acara keluarga di Bogor terutama dalam merayakan Idul Fitri atau Idul Adha, Raisa terlihat sangat lengket bersama Budenya.

Kemanapun Adzkia pergi selalu bersama Raisa. Mereka sangat dekat baik secara fisik maupun batin.

Pernah ketika Raisa sakit demam, anak ini selalu menyebut-nyebut nama Budenya. Kedekatan secara batin diantara mereka jelas terasa.

Renata Utami, adik bungsu Prasaja, tentu tidak mudah meluluskan permintaan agar putrinya tinggal di Malang seperti diharapkan Adzkia.

Malam itu sebuah keputusan besar sudah Prasaja lakukan. Di tempat tidur itu ketika Adzkia dalam pelukan Prasaja, dirinya sempat membisikkan sesuatu kepada istrinya. Bahwa dirinya tidak bisa memenuhi permintaan untuk menikahi Anita. Keputusan yang tegas.

Adzkia terlihat menitikkan air mata dalam pelukan suami tercinta. Sementara Prasaja semakin erat memeluknya.

"Aya, sudahlah. Aku selalu menyayangimu dan bahagia walau tanpa kehadiran momongan." Suara Prasaja berbisik di telinga Sang Istri.

"Mas maafkan aku."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan sayang." Mendengar ini isak tangis Adzkia semakin menjadi.

"Sudah, sudah, jangan menangis lagi." Suara Prasaja lembut sambil tangan Pria ganteng ini mengusap air mata di kedua pipi istrinya.

"Mas gimana dengan permintaan kita pada Dik Tami agar Raisa ikut kita." Pinta Adzkia kepada suaminya agar kembali mengulangi permintaan tersebut. Mereka berharap Raisa bisa tinggal bersama di Malang.

"Iya nanti aku bilang lagi sama Tami. Nanti liburan bulan depan ini ajak saja Raisa berlibur di Malang."

Ada rasa lega dalam hati Prasaja ketika dirinya dengan tegas menolak poligami. Menolak keinginan istrinya untuk menikahi Anita demi momongan.

Soal permintaan Adzkia untuk Raisa, itu adalah hal yang mudah. Raisa sangat dekat sekali dengan Budenya. Ini yang akan memudahkan izin dari Utami.

Prasaja yakin, adiknya, Renata Utami pasti akan mengabulkannya jika saatnya tiba untuk berbicara padanya.

Prasaja juga lega karena dia juga sudah memenuhi janjinya untuk segera menjawab permintaan Adzkia yang sempat tertunda karena padatnya pekerjaan di tempat dia bekerja.

Janji Prasaja menjawab permintaan poligami dari istrinya sudah jelas ditolaknya. Sudahn tuntas janji itu.

Wanita cantik seperti Adzkia sangat  tidak layak untuk diduakan. Walaupun itu adalah permintaannya sebagai wujud kasih cinta kepada suaminya yang rindu momongan. Karena dia sendiri tidak bisa memberikan keturunan.

Prasaja hanya berharap degan hadirnya Raisa, keponakannya berada di tengah-tengah mereka, maka rumah tempat tinggal akan hangat dengan celoteh gadis kecil cantik nan lucu ini.

Semoga pula Adzkia menemukan kebahagiaannya dan segera melupakan segala duka karena tidak mampu memberi keturunan kepada Prasaja.

Sementara itu masalah pabrik gula demikian menyita waktu Prasaja. Terutama masalah-masalah yang sifatnya sosial dan intrik-intrik di seputar para pelaku bisnis tebu.

Belum lagi masalah yang sangat aktual setiap musim giling berlangsung yaitu topik lingkungan.

Setiap tahun topik ini selalu hangat dibicarakan. Bagi Prasaja ada hal yang sangat membuat dirinya trauma jika bicara masalah lingkungan ini.

Tahun lalu pabrik gula yang jadi tanggung jawabnya mendapat peringkat hitam. Peringkat yang membuat dirinya mendapat peringatan dari Direksi.

Prasaja berharap tahun ini peringkat yang diraih adalah peringkat yang lebih baik dari tahun lalu. Berbagai upaya sudah dilakukan dengan maksimal.

Siang itu Surabaya sangat terik. Udara panas khas Kota pesisir semakin menyengat setiap pori-pori kulit yang semakin menghitam.

Dalam ruang AC sekalipun udara panas ini masih berpengaruh. Prasaja masih terasa gerah meski berada di ruang ber AC milik Direktur Produksi.

"Pras! Selamat ya!" Ujar Direktur Produksi, Ir. Budi Susilo. Alumni Teknik Kimia dari sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Bandung ini, mengulurkan tangannya yang disambut oleh Prasaja dengan terheran-heran.

"Maaf Pak. Selamat untuk apa?" Prajasa bertanya keheranan. Budi Susilo hanya tersenyum.

"Tadi pagi baru saja menerima kedatangan Bu Anindia dari Kantor Lingkungan Hidup Jakarta. Membawa kabar hasil peringkat pabrik gula."

"Bu Anindia?"

"Iya Bu Anindia yang membawa kabar dan salah satu pabrik yang mendapatkan peringkat hijau adalah pabrik GM Prasaja." Kata Budi melanjutkan keterangannya.

Sebenarnya Prasaja tidak begitu tertarik dengan berita peringkat pabrik untuk lingkungan. Dia lebih tertarik dengan sebuah nama yang disebut tadi, Anindia.

Prasaja tidak heran, Anindia Nilajuwita sebagai orang pusat di kementerian yang membidangi lingkungan hidup cukup dikenal oleh direksi perusahaannya.

Jika hasil yang tadi dikatakan oleh Direktur Produksi itu peringkat hijau dalam program pengelolaan lingkungan, maka itu adalah kabar yang menggembirakan.

Artinya selama ini segala upaya menggerakkan potensi sumber daya sudah membuahkan hasil yang sangat membanggakan.

Tinggal nanti mempertahankan prestasi menjadi upaya yang harus dilakukan sebaik mungkin. Biasanya mempertahankan prestasi memiliki tantangan lebih berat. 

Paling tidak saat ini Prasaja sudah bisa menanggalkan satu masalah yang tengah dihadapinya yaitu masalah lingkungan.

Mendengar nama Anindia bagi Prasaja kembali harus tergoda dengan masa lalunya. Bagaimanapun Anindia adalah wanita yang begitu banyak hadir dalam hatinya di masa lalunya.

Pernah mendengar kabar dari adiknya, Utami, yang juga sahabat dekat Anindia ketika mereka SMA dulu, bahwa Anindia ternyata masih sendiri.

Artinya dulu dia tidak jadi menikah dengan Roby. Kini usian Anindia masih 30 tahun sama seperti adik bungsu Prasaja.

"Ah masih mungkin mengandung seorang bayi," gumam pelan Prasaja tanpa sadar. Dia baru kaget setelah sadar.

Tidak, sebenarnya apa yang ada dalam pikiran ini. Hati Prasaja seakan memberontak. Dia juga ingat ketika Adzkia mengagumi kecantikan Anindia dan mereka begitu akrab berbincang saat pertemuan pertama mereka.

Prasaja keluar dari ruangan Direktur Produksi dengan membawa beberapa kesepakatan dan keputusan manajemen terutama tentang masalah tebu terbakar yang sudah tertangani dengan baik. Terakhir adalah masalah lingkungan juga sudah berakhir dengan happy ending.

Prasaja boleh merasakan kelegaan yang luar biasa usai bertemu dengan Direktur Produski, Ir Budi susilo. Mobil yang membawanya dari Surabaya ke Malang via Tol semakin terasa singkat.

Anehnya sepanjang perjalanan Surabaya-Malang, pikirannya selalu dipenuhi wajah Anindia. Wanita yang jelas tidak mungkin bisa dilupakannya begitu saja.

Hampir Maghrib Prasaja tiba di rumah disambut senyum manis istri tercinta, Adzkia. Satu-satunya wanita yang paling dia cintai hingga saat ini.

"Mas Pras! Hari ini ada kejutan." Adzkia menggandeng tangan suaminya menuju ruang tengah.

Sikap istrinya ini membuat Prasaja penasaran, sebenarnya ada apa ini. Ketika di ruang tengah Prasaja terperangah melihat seseorang yang ada di depannya.

"Hai Mas Pras!" Sebuah sapa lembut dari seorang wanita yang selama ini sangat dekat di hati Prasaja.

Ya benar, di sana berdiri Anindia Nilajuwita dengan senyum anggunnya, menyapa lembut lelaki kalem itu.

Prasaja membalas sapa Anindia dengan tersenyum. Mereka bertiga berbincang di ruang tengah Rumah Besar peninggalan Belanda itu sambil menikmati makan malam.

Sangat akrab terutama sikap Adzkia yang sangat senang dengan kehadiran Anindia. Dua wanita ini sangat akrab berbincang.

Mereka memiliki chemistry yang sama. Pembicaraan mereka kadang diseling dengan tawa gembira.

Tawa renyah dua wanita ini menghiasi suasana indah hati Prasaja. Entah bagaimana dia merasakan kegembiraan ketika Adzkia begitu akrab dengan Anindia.

Prasaja yang pendiam hanya bisa tersenyum mendengar topik pembicaraan dua wanita yang sangat dikaguminya ini.

Adzkia dan Anindia adalah wanita-wanita luar biasa yang bisa saling menghormati. Prasaja juga seakan mendapatkan kekuatan luar biasa dari dua wanita ini.

Kekuatan yang diluar nalarnya selama ini. Kekuatan yang membuat dirinya ingin membuat keputusan untuk menikahi Anindia Nilajuwita sehingga berdampingan dengan Adzkia Samha Saufa.

Sebuah upaya menghidupi dua istri dengan tantangan mewujudkan keadilan seakan sebuah tantangan berat. Tantangan bagi Prasaja yang sangat sulit dihadapinya.

Mungkin suatu hari hal itu bisa diwujudkannya. Suatu hari entah kapan. Sambil Prasaja mengumpulkan terlebih dulu kekuatan dalam dirinya untuk mampu berbuat adil.

Mampukah Prasaja berbuat adil? Sebuah pertanyaan yang mungkin sangat mudah dijawab. Namun sulit dilakukan.

Karena adil bagi Prasaja tampak seperti absur, ibarat jauh panggang dari api. Sangat jauh dari yang digambarkannya selama ini. Tidak mudah untuk dilakukan.

Adil adalah perbuatan sangat terpuji. Namun adil adalah perbuatan yang tidak mudah dilakukan siapapun.

Jika ada seseorang mampu berbuat adil maka itu adalah hal luar biasa. Sangat langka manusia bisa berbuat adil.

Bahkan mungkin seorang Nabi pun butuh perjuangan untuk adil dalam menjalani poligami. Karena Nabi juga manusia.

Memang faktanya hanya Tuhan Yang Maha Adil tiada yang mampu setara denganNya.

Tetapi Prasaja harus membuat sebuah keputusan poligami. Keputusan yang menurutnya sangat berat untuk dihadapi. Ya sebuah keputusan yang harus dilakukan suatu hari nanti. Namun entah kapan.

@hensa

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun