Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dzikir Fitrah Dua Hati

15 Agustus 2019   15:29 Diperbarui: 15 Agustus 2019   15:51 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari seberang sana Aini kembali menulis pendek saja :

Aini Mardiyah belum pernah mencintai seorang lelaki seperti saat ini  mencintainya begitu penuh harap ridho dari Allah. Sungguh hanya cinta yang diridhoi oleh Allah adalah cinta yang sejati. 

Lelaki itu dengan izinNya akan menjadi masa depannya. Masa lalu tidak akan pernah kembali. Mari kita songsong masa depan penuh kebahagiaan.

Oh Tuhan malam itu perasaan bahagia memenuhi seluruh relung dalam hatiku. Pulang dari Kampus itu sudah hampir tengah malam dan aku baru sadar kalau belum makan malam namun rasa bahagia ini telah membuat aku tidak merasa lapar.

Sejak malam itu dunia ini penuh dengan bunga keindahan. Kini aku merasa telah menemukan kembali cintaku yang hilang. Kota Bogor telah bersemi lagi dengan hijaunya cintaku dan  rindangnya rinduku.

Sejak malam itu hari-hari rasanya berlalu begitu lambat karena aku sangat merindukan Aini.  Rindu ini begitu mendera hatiku. Aku yakin Aini pun pasti merindukanku dan ini terbukti ketika ia menulis dalam e-mailnya :

Hensa sejak malam itu aku benar-benar telah membuktikan firasat hatiku yang aku rasakan ketika kita berpisah di Bandara Soekarno-Hatta. 

Ketika kau memegang tanganku dan kau mengatakan padaku : "Aini aku aku akan merindukanmu!". Kata-katamu itu sampai kini adalah ucapanmu yang terindah yang menyentuh hatiku. Kata-katamu itu menjadi penghapus air mataku ketika pesawat mulai mengangkasa. Kata-katamu itu menjadi pelipur lara ketika aku menginjakkan kakiku di bumi Brisbane ini.   

Sejak saat itu hatiku berfirasat aku sudah menemukan orang yang membuat hatiku tentram. Aku sudah menemukan orang yang dapat mengobati rasa-rasa rinduku. 

Hensa rasanya aku ingin segera menyelesaikan studiku saat ini juga dan secepatnya aku kembali ke Bogor. Sejak malam itu aku benar-benar terjebak dalam kerinduan yang sangat dalam. 

Aku selalu berpesan agar kau tidak lupa berdoa untukku di setiap sholatmu, apalagi seusai sholat tahajud. Allah selalu bersama orang --orang yang sabar.   

Aku membalas e-mailnya Aini dengan sebuah puisi :

Pagi berwarna biru,

episode demi episode terlipat

dalam album hidup

dan bunga tulip

sejak mekar dari kuncupnya

tengah mulai membentuk wajahnya

Benangsarinya

memanjang menjangkau sukma

Titipkan pagi katupkan senja

Tentramkan malam

Lihatlah hari-hari

sebenarnya terlipat amat cepat

Berputar pada porosnya

Meninggalkan pahala dan juga dosa

Dan siang berwarna bening,

Membimbing arah tertuju

jalan tentram,

jalan lenggang

(sampai disini puisi ini berhenti,

melipat hari-hari lewat,

hingga kala semakin senja,

bersisa doa-doa,

Tuhan yang memiliki terang,

Mohon sinarilah hati ini

dengan purnama malam).

Hari-hari penuh dengan kegiatan akademik di Kampus ternyata tidak cukup memalingkan perasaan rinduku kepada Aini. Namun akhirnya harapan rinduku segera terwujud semakin nyata.

Dua hari yang lalu aku menerima kabar bahwa minggu depan Aini memasuki liburan semester. Tentu saja Aini akan pulang ke Indonesia dengan membawa sejuta rindu yang seolah sudah terpendam berabad-abad. Bukan Aini saja yang memilki rasa rindu yang terpendam. Aku sendiri merasakan hal yang sama.

Betapa lama menunggu minggu depan pada saat Aini tiba ditanah air dan memandangku dengan matanya yang indah dengan senyumnya yang menentramkan dengan sapanya yang merdu penuh ketulusan dan tutur katanya yang lembut penuh hikmah.

Betapa lama menunggu minggu depan. Betapa hari-hari seperti merayap tak beranjak bahkan seperti terdiam. Betapa setiap malam seakan semakin panjang dan seolah tak berujung pagi. Betapa setiap senja seakan terpana sejuta kala dan seolah tak berujung malam. Begitu lambat rasanya hari berlalu. Namun demikian aku terus  menuju hari yang sudah ditentukan dimana Aini akan tiba menemuiku dan aku menemuinya.

Bandara Soekarno-Hatta pagi itu sangat cerah secerah hatiku dan seindah harapanku. Di ruang kedatangan International, Bapak dan Ibu Bachtiar Chaniago, kedua orang tua Aini kelihatan sangat bahagia menyambut anak gadisnya yang sebentar lagi akan bertemu mereka.

Terdengar petugas Bandara mengumumkan bahwa Pesawat Qantas dari Brisbane sudah mendarat. Hatiku semakin berdetak cepat. Oh Tuhan sebentar lagi aku akhirnya bertemu juga dengan Aini. Belum pernah aku sebahagia hari ini. Dari Pintu Kedatangan International sudah kelihatan para penumpang mulai keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun