Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dzikir Fitrah Dua Hati

15 Agustus 2019   15:29 Diperbarui: 15 Agustus 2019   15:51 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betul katamu Hen. Aku selalu berharap agar kau tetap berdoa untukku. Sebenarnya aku ingin berkata lebih banyak  tapi nanti saja kutulis lewat email. Aku harus mengikuti kegiatan Kampus siang ini. Assalaamu'alaikum !" kata Aini menutup pembicaraan dengan salam.

Ramadhan itu bagiku benar-benar bulan yang sangat istimewa. Tepat hari pertama puasa aku menerima SK Pengangkatanku menjadi tenaga Dosen dalam Bidang Studi Kimia. Pada akhir bulan Ramadhan untuk pertama kali aku dapat memberi Ibuku gaji pertamaku. Hal itu adalah kebahagiaan yang tiada tara dan wajib aku syukuri sebagai nikmat dari Allah.

Hingga saat ini sudah dua kali Aini menelponku. Pertama kali Aini menelponku ketika ia sudah mulai mengikuti kuliah di Kampus. Aini waktu itu banyak bercerita tentang kampusnya yang baru. Memang lebih hebat lebih canggih dan luas tapi menurut Aini kampusnya di Bogor dulu jauh lebih romantis karena penuh kenangan indah. Kenangan Kampus di Bogor yang penuh romantika dengan kenangan indah adalah isyarat Aini yang membuat hatiku berbunga-bunga.

Aini sudah berkali-kali pula berkirim surat elektronik (E-mail) dan sebanyak itu pula aku membalas surat-surat Aini. Maka dalam beberapa bulan ini aku seakan tidak merasa jauh dengan Aini. Bahkan selama bulan Ramadhan yang lalu hampir setiap akhir pekan Aini selalu berkirim E-mail padaku.

Setiap haripun bait bait kalimat bermakna selalu saja membawa kenangan sekaligus harapan kebahagiaan. Aini Mardiyah selalu berada di dalamnya mengiringi hari-hariku.

Dalam diamku yang terkatup

dan tatapku yang tajam,

Katakan,

jiwaku melangkah masih tetap tegap, utuh

Biarkan semakin tulus senyumku,

semakin ikhlas hatiku

Semakin ramah dan lembut tutur kataku

Dalam diamku yang terkatup

dan tatapku yang tajam

Biarkan, dengan rakus detik-detikku,

melahap tarik nafasku

Biarkan, irama sumbang detak jantungku

makin lemah dan berhenti bernyanyi

Biarkan, senyum bibirku terkulum lega

saat kutinggalkan kefanaan

Akan kucabik pengoyak dunia

yang mencoba menyuap imanku di dada

Aku pengembara yang tak mau menunda

perjalanan menuju ridhoNya

(jikapun aku melepas dahaga

maka itu hanya karena,

aku sibuk berbenah kembali jati diri

agar tertata rapi)

Suatu hari seperti biasa,

aku sarapan pagi sepiring doa

(Tuhan ALLAH kepadaMu

hidup dan matiku).

Malam itu seperti biasa aku pulang dari Kampus sekitar pukul 7 malam. Aku  berharap ada email dari Aini. Biasanya setiap hari Jumat atau Sabtu Aini berkirm email padaku. Ternyata alhamdulillah di depan layar monitor hand phone pintar itu ada notifikasi email. Aku dengan asyiknya membaca kata demi kata dari email Aini.

Hensa! Kesibukkan kuliahku semakin padat. Minggu depan sudah ujian tengah semester. Aku harus mempersiapkan sebaik mungkin agar nilai-nilaiku cukup bagus. Seperti biasa aku selalu berharap kau mau berdoa untukku. Oh ya dua hari yang lalu aku terima email dari Erika. Dia bercerita padaku dua bulan yang lalu Erika  dikaruniai Allah bayi perempuan yang cantik. 

Aku juga bercerita padanya bahwa kau sekarang sudah jadi dosen. Erika senang sekali mendengar tentang beritamu. Dia juga pernah menanyakan padaku apakah Hensa sudah punya kekasih. Untuk pertanyaan yang satu ini aku tak berhak untuk menjawabnya maka sambil bergurau aku mengatakan kepada Erika :"Tanya aja langsung sama orangnya!"

Di setiap emailnya Erika selalu memberi kesan padaku bahwa nampaknya dia tidak merasakan kebahagiaan bersama suaminya. Dia mengakui suaminya sangat mencintainya, sabar penuh pengertian bahkan sangat memanjakannya. Tapi cinta tidak bisa dipaksakan, kata Erika padaku.

Sekarang ini setelah bayi cantik itu lahir dari rahimnya, Erika bertekad untuk mulai belajar mencintai suaminya. Dia harus berani menghadapi kenyataan. Hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu, itu kata Erika. Dia memang tidak bisa melupakanmu tapi sekarang dia harus belajar mencintai suaminya tanpa harus melupakanmu. Begitu dia menulis email itu padaku.

Sengaja aku bercerita tentang Erika ini padamu Hen agar kamu juga bisa bersikap seperti Erika. Hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu.

Oh Tuhan Alhamdulillah Engkau telah memberi jalan. Aku sudah membaca emailnya Aini. Hanya orang yang bodoh yang tidak mampu mengartikan email itu. Coba simak apa kata Aini dengan meminjam kata-kata Erika : "Hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu."

Ini adalah sesuatu yang tersirat dari hati seorang gadis seperti Aini.  Kini aku tentu saja tidak mau lagi menjadi laki-laki bodoh. Aku sekarang yakin dengan perasaan Aini. Ya dia mencintaiku seperti halnya aku mencintainya. Lalu Erika? Jawabannya seperti yang dikatakan Erika sendiri. Hidup ini masa depan bukan masa lalu.

Maka selanjutnya aku membalas email ini dengan curahan perasaan yang seolah-olah tumpah bak air bah yang meluap karena bendungan yang membatasinya telah  jebol. Dalam email itu aku menulis:

Aini. Terima kasih e-mailmu. Aku sepulang dari Kampus langsung membuka e-mail dan membaca dengan seksama. Aku setuju bahwa hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu.

Aku sudah ikhlas dari dulu terhadap Erika dan dia berhak melakukan apapun yang dia mau asal dia mendapatkan kebahagiaannya. Kelahiran bayi cantik itu rupanya kebahagiaan baginya juga bagi kita. Jika Erika bahagia maka  tentu kita juga bahagia karena kita berdua adalah orang-orang terdekatnya.

Ketika Erika bertanya kepadamu tentang aku sudah punya kekasih. Sebenarnya aku ingin memohon kau mau menolongku untuk menjawabnya. Ain mau bukan ? Aku yakin kau pasti tahu jawabannya. Jika kau tidak tahu coba tanyakan pada hati terdalammu.

Malam itu Aini rupanya langsung menjawab emailku :

Ya Hensa tadinya memang aku tidak tahu apakah Hensa Putrasoenaryo sudah punya kekasih? Setelah aku tanyakan kepada hati terdalamku maka aku berani menjawab dia sudah punya kekasih yang sangat mencintainya. 

Aku harus mengatakan kepada Erika agar dia juga merasa lega untuk mengarungi hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu.

Sesungguhnya aku juga ingin bertanya kepadamu Hensa. Apakah Aini Mardiyah sudah punya kekasih? Tentu aku memohon padamu untuk dapat menjawabnya. Aku yakin kau pasti tahu jawabannya. Jika tidak, sebaiknya kau juga harus bertanya pada hati terdalammu. 

Aku akan sabar menunggu jawabanmu apakah malam ini, besok malam, lusa malam, malam bulan depan bahkan malam tahun depan atau bahkan malam ketika aku sudah lulus S2 dan pulang ke Indonesia.

Oh Tuhan ada rasa bahagia dalam hati ini membaca apa yang ditulis oleh Aini. Untuk menjawab hal itu kini aku sudah memiliki keyakinan bahwa memang benar Aini mencintaiku. Aku kemudian menulis dalam emailku berikutnya :

Aini! Tidak perlu malam ketika kau pulang ke Indonesia. Tak perlu kutanyakan lebih dulu pada hati terdalamku. Karena dari dulu hati terdalamku sudah mengatakan Aini Mardiyah juga sudah punya kekasih yang sangat mencintainya mungkin tanpa dia sadari. 

Ketika Aini Mardiyah harus pergi meninggalkannya untuk menuntut ilmu di Australia rasa cintanya sudah tumbuh semakin dalam. Oleh karenanya hari-harinya selalu dipenuhi dengan kerinduannya bertemu dengan Aini Mardiyah. 

Baginya harus disadari bahwa memang hidup ini adalah masa depan bukan masa lalu. Baginya Aini Mardiyah adalah masa depannya. Namun walaupun bagaimana dia masih berharap agar Allah mengizinkannya untuk menjadikan Aini Mardiyah teman hidupnya, teman dalam pengabdiannya kepada Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun