Desa ini sangat sepi seperti tidak ada kehidupan di sini. Seorang Kakek melintas di depan Bayu namun dengan wajah acuh tak acuh dan langsung menghindari Bayu seperti ketakutan.
Bayu sangat heran dengan sikap kakek tersebut. Tadinya Bayu ingin menyapa kakek itu hanya untuk sekedar bertanya ini Desa apa namanya. Tapi Si Kakek seperti ketakutan lalu terburu buru menghindari Bayu.
Hari semakin sore dan Mataharipun hampir tenggelam di ufuk Barat. Sebentar lagi gelap akan menyergap. Bayu masih menelusuri jalan di Desa yang sepi itu.
Di ujung Desa tepatnya sebelah Timur, Bayu melihat ada sebuah Kedai yang menyalakan lampu templok. Ya sebuah Kedai namun Nampak seperti sebuah rumah karena banyak kamar-kamar di sisi kiri kanannya.
Bayu pun menuju ke sana. Beberapa orang ada di dalam Kedai tersebut. Semuanya laki-laki. Tiga orang berkumpul pada sebuah meja di pojok sedang menikmati minuman tuak.
Mereka berbadan kekar dan berwajah angker. Dua orang lagi di meja ujung pintu keluar dan ada seorang Kakek yang duduk sendirian di dekat meja Bayu.
Suasana Kedai sangat sepi mencekam. Tidak terdengar orang bercakap-cakap. Benar-benar sepi. Hanya terdengar suara tuak yang dituangkan ke dalam cangkir bambu.
Tiga orang yang duduk di pojok tersebut rupanya sudah mulai mabuk karena minuman tuak. Seorang diantara mereka menghampiri dua orang yang duduk di meja dekat pintu keluar itu.
“Minta tuaknya !” kata orang yang berbadan besar itu sambil menusukkan goloknya di atas meja mereka.
“Ambil saja!” kata orang yang diminta denga kasar itu namun botol tuak itu dilemparkan kemulut orang berbadan besar itu.
Karuan saja sebuah sabetan golok mengancam orang itu namun dapat dihindari dengan mulus.