Novel Pesona Bunga Tebu
Episode 2
Libah Cair Memuakkan Itu
Pagi itu, seusai sarapan seperti biasa pula Pak Diman mengantarkanku menuju Pabrik Gula (PG) dengan mobil dinas. Memang baru satu tahun ini aku menjadi seorang Administratur PG di sentra perkebunan tebu sebuah provinsi penghasil gula pasir terbesar di Indonesia. Administratur adalah pimpinan tertinggi sebuah PG dengan membawahi 4 orang Kepala Bagian yakni Tanaman, Pabrikasi, Instalasi dan Tata Usaha Keuangan. Dari nama bagian tersebut sudah dapat ditebak apa fungsi dan tanggung jawab yang diemban oleh empat orang Pembantuku. Menyandang Administratur termuda yang pernah ada di Perusahaan Perkebunan ini adalah hal yang membanggakan. Usiaku belum sampai 40 tahun.
Karirku memang terus menanjak sejak pertama kali aku masuk Perusahaan ini. Lulus Sarjana Teknik Kimia dari sebuah Perguruan Tinggi papan atas di Bandung pada usia 23 tahun kemudian langsung mendaftar menjadi pegawai di Perusahaan Perkebunan komoditas gula ini. Lima tahun pertama aku ditempatkan di sebuah PG. Lima tahun berikutnya jenjang karirku sudah duduk sebagai wakil kabag pabrikasi.
Hanya dua tahun pada posisi ini tahun berikutnya aku sudah duduk sebagai Kabag Pabrikasi. Setelah tiga musim giling maka saat ini aku sudah mencapai karir puncak sebagai seorang Administratur yaitu jabatan tertinggi di sebuah Pabrik Gula (PG). Seorang Administratur PG bertanggung jawab kepada Direksi Perusahaan.
Setiba di Kantor, Fina-sekretarisku menyambutku rutin dengan senyum sambil mengucapkan “selamat pagi”. Aku menjawab salamnya lalu langsung menuju Ruang Kerjaku. Setumpuk agenda di mejaku sudah menunggu dan salah satu yang terpenting adalah rapat membahas tentang persoalan penanganan limbah cair.
Beberapa hari yang lalu melalui telepon, Direktur Produksi sudah menegurku sehubungan dengan persoalan limbah cair ini karena telah terekspose di koran-koran lokal. Rapat pagi itu dihadiri oleh semua kabag dan beberapa staf terkait. Tepat pukul 8.00 dengan mengucapkan Bismillah aku langsung membuka Rapat.
“Assalaamu alaikum warohmatullahi wa-barakaatuuh. Selamat pagi dan salam sejahtera. Saya berterima kasih kepada Bapak-bapak yang telah hadir dalam rapat yang sangat penting ini. Langsung saja kita dengarkan perkembangan terakhir yang nanti akan dilaporkan oleh Bagian Pabrikasi. Silahkan Pak Kabag!” kataku mulai memimpin rapat.
“Terima kasih Pak atas kesempatan ini !” kata Solihin, Kabag Pabrikasi.
“Saya ingin melaporkan bahwa pihak Pemda Bidang Pengawasan Lingkungan memberi waktu selama sebulan untuk membenahi Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) kita dan dalam minggu ini kita sudah mulai mengurangi beban cemaran yang masuk ke kolam pengolahan. Namun faktanya sangat sulit untuk mendapatkan air buangan sesuai dengan baku mutu yang berlaku mengingat kinerja pabrik kita yang sudah renta dimakan usia sehingga di dalam pabrik banyak terjadi bocoran cemaran yang sulit dikendalikan!” kata Solihin.
“Baik. Sekarang kita bicarakan solusinya bagaimana?. Pak Solihin mungkin sudah membuat pemetaan untuk pembenahan polutan dalam pabrik ini!” tanyaku kepada Kabag Pabrikasi.
“Sudah pak. Pembenahan dalam pabrik atau inhouse keeping dilakukan mulai dari saluran di stasiun Gilingan sampai ke hilir. Semua kebocoran segera diperbaiki terutama nira yang tumpah dikembalikan ke dalam system!”
“Pak Solihin sesegera mungkin membuat Prosedur Operasi Bakunya agar semua kegiatan bisa diawasi dan dievaluasi dengan baik!” kataku memberi masukkan kepada Kabag Pabrikasi.
“Baik Pak !” suara Solihin mantap.
“Untuk Kabag lain agar bisa menunjang semua kegiatan Bagian Pabrikasi termasuk anggaran untuk pembiayaan !” kembali aku memberikan intruksi untuk Bagian lain.
“Untuk bagian instalasi apakah sirkulasi air proses dari Kolam Pendingin sudah memenuhi suhu yang diinginkan?” tanyaku kepada Kabag Instalasi.
“Sudah Pak. Hanya saja polutannya masih belum bisa dikendalikan sehingga keasamannya masih meningkat!”
“Berarti masih ada cipratan nira yang bocor ke dalam sistem. Mohon diperhatikan Pak Jaya!” kataku langsung instruksi kepada Jaya Suseno, Kabag Instalasiku.
Setelah menerima semua penjelasan dan tahap-tahap apa saja yang harus dilakukan maka para Kabag dan para staf hanya mengangguk dan siap mensukseskan program lingkungan ini dengan baik.
Selanjutnya dalam rapat itu dilakukan diskusi yang menarik tentang penyusunan Prosedur Operasi Baku untuk penanganan lingkungan dalam pabrik yang dikenal dengan “Inhouse keeping”. Banyak ususl-usul yang cerdas dari para staf terkait dalam menangani limbah ini. Semua saran dari para peserta rapat dirangkum dalam sebuah notulen yang nanti akan ditindak lanjuti menjadi suatu program penanganan limbah pabrik untuk pelestarian lingkungan yang ramah. Akhirnya setelah hampir dua jam, rapat itu aku akhiri dengan harapan hasil rapat ini bisa direalisasikan dalam kerja nyata.
Setelah selesai rapat aku termenung memikirkan alasan Solihin yang cukup cerdas dan fakta yang ada memang seperti itu. Hanya yang aku heran kenapa kasus ini baru muncul pada saat aku menjadi Administratur di PG ini. Pernah aku tanyakan kepada Solihin bagaimana kondisinya pada tahun-tahun sebelumnya. Saat itu Solihin hanya menjawab bahwa saat itu pihak Pemda dan LSM tidak begitu tertarik terhadap isu lingkungan. Mendengar jawabannya aku merasa belum puas. Saat pembicaraan diwaktu lain aku mencoba mengorek lebih dalam bagaimana kebijakan pimpinan PG sebelum aku hadir di sini. Akhirnya Solihin mau juga buka mulut bahwa dulu kebijakannya adalah bagaimana PG memberikan insentif terhadap pihak pihak yang terkait dengan lingkungan baik Pemda maupun LSM. Aku mengerti sekarang pantas jika saat ini Pemda berteriak, LSM berteriak dan teriakan mereka menjadi konsumsi gratis koran-koran lokal. Namun aku tetap bersikukuh bahwa jika PG harus memberikan insentif maka yang seharusnya menerima adalah masyarakat sedangkan insentifnya harus berupa keramahan lingkungan. Apakah aku terlalu idealis?
Aku tahu sikapku ini melawan arus karena aku tidak mau berkompromi untuk bermain mata dengan oknum-oknum yang menyukai petualangan. Ada baiknya aku harus membicarakan hal ini dengan Solihin, Kabag Pabrikasi.
Usai makan siang itu, aku sengaja tidak langsung menuju ruang kerja Aministratur namun diam-diam dengan berjalan kaki menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di belakang Pabrik. Seorang petugas datang menghampiriku.
“Selamat siang pak ADM!” sebutan jabatanku biasanya mereka singkat menjadi ADM yaitu kebiasaan yang sudah lama di PG panggilan untuk Administratur.
“Ini pH nya berapa?” (pH adalah ukuran keasaman air limbah semakin asam semakin berbahaya karena akan menyebabkan korosi pipa-pipa.)
“pH sangat asam Pak sehingga diperlukan banyak kapur untuk menetralkan air limbah sebelum masuk kolam aerasi” kata petugas jaga. Aku mengamati buku data pengamatan harian tersebut. Jika terlalu asam pH air limbah tersebut maka ini berarti penanganan dalam pabrik belum optimal, masih ada polutan yang lolos masuk ke saluran ini. Jelas beban polutan sangat memberatkan proses penguraian di kolam aerasi. Aku kemudian berjalan melalu bordes tepian kolam-kolam aerasi yang saat sedang beroperasi. Terlihat warna air limbah agak hitam padahal seharusnya coklat. Warna hitam menunjukkan tingkat polusi sangat tinggi. Melihat kondisi ini aku mencoba kontak Solihin, Kabag Pabrikasi.
“Siang Pak!” suara Solihin menjawab panggilan ponselku.
“Pak Solihin sekarang saya tunggu di lokasi IPAL !”
“Baik Pak!”
Hanya beberapa menit saja Solihin sudah datang menghampiriku dengan tergopoh-gopoh.
“Ya Pak ADM!” suara Solihin cemas.
“Lihat itu!” kataku sambil menunjuk kondisi air di Kolam Aerasi. Solihin kelihatan gugup lalu memerintahkan agar anak buahnya menghentikan air limbah yang masuk untuk sementara.
“Kondisi warna hitam ini bisa membuat bakteri pengurai dalam kolam semaput nih Pak!” kataku lagi.
“Iya Pak akan saya benahi dan kordinasikan dengan bagian lain” kata Solihin.
“Bulan ini kita akan kedatangan tamu dari KLH Jakarta. Kalau bisa besok masalah ini sudah bisa diatasi. Coba Pak Solihin cek lagi kelebihan beban polutannya” kataku memberikan arahan agar beban polutan yang masuk kolam limbah ini sesuai dengan kapasitas operasionalnya. Solihin hanya mengangguk paham dengan apa yang diinginkan oleh Administraturnya.
Bulan ini sudah memasuki hari giling ke 93. Tidak terasa sudah 3 bulan pabrik ini melakukan proses pembuatan gula pasir. Jika ada setumpuk problem maka itu hal biasa karena juga selalu diiringi dengan setumpuk keberhasilan. Sebesar apa kontribusi pabrik ini untuk memenuhi swasembada gula Nasional?. Entahlah yang penting ada progres pembenahan yang nyata saja sudah merupakan kemajuan tersendiri bagi pabrik gula yang saat ini menjadi tanggung jawabku. Swasembada gula yang ditargetkan Pemerintah pada tahun ini nampaknya makin sulit dicapai karena target produksi 2,8 juta ton gula ternyata hanya tercapai sebesar 89,9% atau sebanyak 2,5 juta ton gula. Banyak faktor yang dijadikan alasan turunnya produksi gula nasional, di antaranya iklim, rendemen dan produktivitas tanaman yang juga menurun. Banyak pula faktor diluar itu yang harus disentuh dengan cara yang lain. Biarlah itu menjadi problem yang diselesaikan oleh kebijakan tingkat atas. Saat ini bagiku adalah bagaimana bisa membenahi pabrik gula yang menjadi tanggung jawabku.
Agenda hari ini yang padat telah membuat hari terasa menjadi singkat. Fina, sekretarisku memberitahukan bahwa pak Diman sudah siap mengantar pulang. Rutinitas yang membosankan. Beginikah ritme hidup seorang pegawai yang dibalut oleh pengabdian. Tidak tahu apakah pengabdian itu semu ataukah utuh bahkan mungkin hanya bungkus saja dari kepalsuan yang selama ini ada di Pabrik Gula ini. Sungguh aku tidak berani menerka apalagi memastikan.
Akupun segera saja meninggalkan ruang kerjaku. Saat itu tiba-tiba Fina memberitahukan ada fax dari Kantor Direksi baru saja masuk. Isinya ternyata besok akan kedatangan dua orang tamu dari Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta. Setelah selesai membaca fax tersebut segera kuberikan kembali kepada Fina.
“Fina besok siapkan untuk penerimaan tamu dari Jakarta ini. Saya akan menemui mereka di ruang Administratur.”, kataku.
“Baik Pak”, kata Fina.
“Oh ya siapkan juga berkas laporan mingguan limbah cair yang terakhir hasil dari uji laboratorium Pusat Riset Gula Nasional. Besok pagi semua bahan sudah ada di meja saya. Tamunya akan datang pk 9.00!”, kataku.
“Baik Pak”.
“Ok saya pulang dulu!” aku berpamitan kepada sekretarisku.
“Selamat sore Pak!” suara Fina
Ada rasa bahagia yang terasa saat pulang kerja seperti ini karena aku akan disambut senyum manis istriku tercinta, Aya-Adzkia Samha Saufa. Senyum Aya telah mencairkan semua problem yang kuhadapi di pabrig gula ini. Tiada lagi rasa galau saat ada di sisi Aya. Dialah yang telah menjadikan rumah menjadi sorgaku.
BERSAMBUNG EPISODE 3
*Keterangan Foto Dok. Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H