“Baik. Sekarang kita bicarakan solusinya bagaimana?. Pak Solihin mungkin sudah membuat pemetaan untuk pembenahan polutan dalam pabrik ini!” tanyaku kepada Kabag Pabrikasi.
“Sudah pak. Pembenahan dalam pabrik atau inhouse keeping dilakukan mulai dari saluran di stasiun Gilingan sampai ke hilir. Semua kebocoran segera diperbaiki terutama nira yang tumpah dikembalikan ke dalam system!”
“Pak Solihin sesegera mungkin membuat Prosedur Operasi Bakunya agar semua kegiatan bisa diawasi dan dievaluasi dengan baik!” kataku memberi masukkan kepada Kabag Pabrikasi.
“Baik Pak !” suara Solihin mantap.
“Untuk Kabag lain agar bisa menunjang semua kegiatan Bagian Pabrikasi termasuk anggaran untuk pembiayaan !” kembali aku memberikan intruksi untuk Bagian lain.
“Untuk bagian instalasi apakah sirkulasi air proses dari Kolam Pendingin sudah memenuhi suhu yang diinginkan?” tanyaku kepada Kabag Instalasi.
“Sudah Pak. Hanya saja polutannya masih belum bisa dikendalikan sehingga keasamannya masih meningkat!”
“Berarti masih ada cipratan nira yang bocor ke dalam sistem. Mohon diperhatikan Pak Jaya!” kataku langsung instruksi kepada Jaya Suseno, Kabag Instalasiku.
Setelah menerima semua penjelasan dan tahap-tahap apa saja yang harus dilakukan maka para Kabag dan para staf hanya mengangguk dan siap mensukseskan program lingkungan ini dengan baik.
Selanjutnya dalam rapat itu dilakukan diskusi yang menarik tentang penyusunan Prosedur Operasi Baku untuk penanganan lingkungan dalam pabrik yang dikenal dengan “Inhouse keeping”. Banyak ususl-usul yang cerdas dari para staf terkait dalam menangani limbah ini. Semua saran dari para peserta rapat dirangkum dalam sebuah notulen yang nanti akan ditindak lanjuti menjadi suatu program penanganan limbah pabrik untuk pelestarian lingkungan yang ramah. Akhirnya setelah hampir dua jam, rapat itu aku akhiri dengan harapan hasil rapat ini bisa direalisasikan dalam kerja nyata.
Setelah selesai rapat aku termenung memikirkan alasan Solihin yang cukup cerdas dan fakta yang ada memang seperti itu. Hanya yang aku heran kenapa kasus ini baru muncul pada saat aku menjadi Administratur di PG ini. Pernah aku tanyakan kepada Solihin bagaimana kondisinya pada tahun-tahun sebelumnya. Saat itu Solihin hanya menjawab bahwa saat itu pihak Pemda dan LSM tidak begitu tertarik terhadap isu lingkungan. Mendengar jawabannya aku merasa belum puas. Saat pembicaraan diwaktu lain aku mencoba mengorek lebih dalam bagaimana kebijakan pimpinan PG sebelum aku hadir di sini. Akhirnya Solihin mau juga buka mulut bahwa dulu kebijakannya adalah bagaimana PG memberikan insentif terhadap pihak pihak yang terkait dengan lingkungan baik Pemda maupun LSM. Aku mengerti sekarang pantas jika saat ini Pemda berteriak, LSM berteriak dan teriakan mereka menjadi konsumsi gratis koran-koran lokal. Namun aku tetap bersikukuh bahwa jika PG harus memberikan insentif maka yang seharusnya menerima adalah masyarakat sedangkan insentifnya harus berupa keramahan lingkungan. Apakah aku terlalu idealis?