Sejenak topi malah mengeluarkan kain hitam, ditariknya kain itu malah semakin panjang dan menjuntai lebar hingga topi Sang Pesulap terjatuh. Anak-anak tampak heran, sesaat keluarlah boneka sesuai dengan permintaan Febi. Sebuah boneka besar berbentuk Angsa berbulu sembilan.
“Waa hebat. Hebat.” Teriak anak-anak menyaksikan.
“Terima kasih anak-anak,” kata Sang Pesulap sembari membungkukkan badannya. Pertunjukan selesai.
Hari itu menjadi hari paling bahagia bagi Febi. Paman Sulap yang terkenal itu sungguh baik. Memberinya hadiah boneka Angsa berbulu sembilan. Tentu boneka itu bukan sembarang boneka. Dipesan khusus begitu Febi mendengar.
Sebelumnya, Romo tampak gelisah. Paman Sulap menolak permintaan yang ini, sebab ia membayangkan bagaimana bodohnya jika aksinya gagal. Ini betul-betul di luar kemampuannya sepanjang karier menjadi pesulap
Sesuatu yang mustahil boneka sebesar itu masuk ke dalam topi hitam yang hanya sebesar batok kepala. Beruntung ibu Febi memiliki selendang hitam. Setidaknya Sang Pesulap masih bisa mengecoh pandangan anak-anak yang menyaksikannya.
Mengenang hal ini, ibu Febi tersenyum dan menggeleng kepala. Sesat ia merasa memiliki kekuatan untuk meluluhkan hati putri semata wayangnya itu.
****
"Ibu jahat!!! Ibu jahaaattt!!!"
Teriak Febi begitu keras. Sudah dua jam sejak ibunya beranjak dari dalam kamar Febi tak bersuara. Teriakan itu seolah memberi tanda Sang Ibu tampak lega.
Tumpeng lucu sebesar piring makan siap merayakan ulang tahun Febi yang ke-tujuh. Sang Ibu masuk ke dalam kamar pasrah. Ia melihat Febi masih berbaring membelakangi ibunya sembari memeluk erat boneka Angsa berbulu sembilan.