Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Tanda Mata Romo

18 Desember 2024   09:23 Diperbarui: 27 Desember 2024   23:05 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Enggak usah."

Nasi tumpeng favoritnya belum juga meluluhkan hati putrinya. Ibunya masih juga memikirkan cara apa lagi yang harus dilakukan. Ia begitu sabar sebab memang hanya itu yang tersisa dari dalam benaknya.

Terakhir kali Febi merayakan hari ulang tahun saat usianya tepat empat tahun, dan tentu perayaan tempo itu menyisakan kesan yang dalam. Saat itu Romo mendatangkan dua badut dan satu pesulap untuk memeriahkan hari ulang tahun. Kenang ibunya merenung di balik pintu.

Berbagai atraksi ditampilkan. Dua badut bersiap tampil di awal waktu. Tak diragukan, dua Badut itu sungguh terampil, Febi digendong badut berambut merah muda di atas sepeda beroda satu yang mengayun maju mundur. Febi teriak kegirangan. Badut berambut hijau daun datang menyambut. Kini Febi berpindah gendongan dari badut yang juga sama mengayuh sepeda beroda satu. Anak-anak bertepuk tangan.

Kemeriahan masih berlanjut, badut berambut merah muda memainkan tiga bola bowling berputar melayang beraturan. Anak-anak berdecak kagum. Badut berambut hijau daun menyusul tak kalah terampil memainkan lima botol bowling sekaligus berputar melayang beraturan. Anak-anak bersorak sorai.

Tak lama atraksi selesai dua badut itu duduk bersandar kursi dengan selonjor kaki, aksi itu seolah menggambarkan mereka sedang kelelahan hebat. Sesaat anak-anak berebut meraih badut. Diusap-usap perut badut kenapa besar bulat. Dipegangnya rambut badut kok bisa keriting rapi seperti pegas dan berwarna-warni. Dipegangnya lagi bulat merah besar hidung badut sesaat keluar bunyi terompet keras. Anak-anak terkejut, mereka semua tertawa ngikik.

Tidak satu pun menyadari, bunyi keras terompet itu sebuah kode pertanda lakon baru siap berganti tampil.

Sesaat dari dalam rumah keluar melewati pintu utama seorang pria rapi berbalut jas hitam komplit kemeja putih keluar perlahan membawa tongkat mirip Charlie Chaplin. Anak-anak mendadak bengong, kemudian riuh rendah suara lepas dari bibir di antara anak-anak itu.

"Sulap! Sulap! Itu Paman Sulap yang terkenal."

Sang Pesulap berhenti sejenak. Melepas topi hitam panjangnya kemudian membungkuk sesaat.

"Halo semua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun