"Halooooo," serempak anak-anak membalas.
"Halo Febi."
Febi melempar cium telapak tangan penuh semangat dari jarak yang tak seberapa jauh .
"Sebelum Paman Sulap memulai..." sapa Sang Pesulap memperkenalkan diri, lalu melanjutkan.
"Anak-anak boleh meminta sulap yang seperti apa, silakan." Ujarnya basa-basi menawarkan seolah Sang Pesulap membawa segudang atraksi sembari menata perlengkapan sulap. Padahal ia tak lebih menampilkan dua atraksi saja.
"Oke, sekarang Paman Sulap mulai ya," sapa Sang Pesulap bersiap, dan anak-anak seketika memperhatikan. Sesaat mereka pun lupa atas tawaran yang tadi.
Sang Pesulap menggembungkan pipinya lalu melepas udara dari dalam mulutnya. Berulang tiga kali. Kemudian melepas topi lalu satu tanganya menggaruk rambut. Ia seakan lupa atas trik sulap yang sudah direncanakan. Anak-anak sedikit ragu, ini pesulap yang terkenal itu atau hanya penampilannya saja agar terkesan mirip pesulap.
Sesaat Sang Pesulap membetulkan sikap kaki lalu merapat. Ia menarik kedua telapak tangan ke depan, membolak-balikkan telapak tangan dan memperlihatkan seolah tidak sedang memegang apa pun. Kemudian ia melakukan gerakan tangan menggenggam, pelan-pelan memasukkannya ke dalam mulut.
Sang Pesulap menggembungkan pipinya persis seperti tadi lalu berlagak menelan sesuatu. Setelah itu ia merogoh mulutnya dengan tangan kanan dan muncullah sebuah pita.
Ditariknya pita itu bergantian dengan tangan kiri. Berulang terus. Namun pita itu seolah tak akan pernah habis ditarik oleh kedua tangannya. Setelah beberapa saat pita itu akhirnya habis juga. Anak-anak pun bertepuk tangan.
Sang Pesulap kemudian mengambil topi yang dipakainya.