Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berhentilah Membenci

29 Januari 2019   05:49 Diperbarui: 6 Juli 2021   16:36 2997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun sayang, rasa benci itu seakan punya kawan, yakni orang-orang yang bukannya membawa ucapan positif guna memadamkan panas hati, malahan hadir untuk makin mengobarkan api kebencian di hati orang lain.

Tanpa membakar orang yang dibenci, rasa benci telah lebih dahulu membakar hati si pembenci.

 2. Tingginya Ego - Tinggi Hati

Seorang yang membenci adalah seorang yang tinggi hati. Entah disadari atau tidak, rasa benci hadir di hati orang yang tinggi hati. Karena, sebaliknya, orang yang rendah hati memiliki hati seluas samudera.

Baca juga: Hati Seluas Samudera

Orang yang rendah hati tidak mudah tersinggung. Hatinya tidak mudah retak. Cepat memaafkan dan selalu siap mengampuni. Namun, sebaliknya, orang yang memiliki rasa benci adalah orang yang mudah tersinggung dan sulit untuk memaafkan. Itu bertentangan dengan kerendahan hati.

Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Rendah Hati

Orang menyebut itu karena ego yang tinggi. Padahal, konsepsi individu tentang dirinya sendiri (ego) yang tinggi adalah wujud keangkuhan hati manusia. Makin merasa diri lebih dari orang yang dibenci, makin kuat pula rasa benci itu dan makin sulit pula ia memaafkan.

Terkadang manusia menjadi sombong akan kebenaran dirinya sehingga walaupun orang yang dibenci telah meminta maaf atas kesalahannya, ia tidak mau memaafkan.

Jika Allah Pencipta saja mau mengampuni kesalahan kita, maka orang yang bertahan dalam kebencian menaruh dirinya lebih tinggi dari Penciptanya. Terlalu tinggi hingga ia tidak berkenan memberi maaf.

Baca juga: Mengapa Kata Maaf Itu Penting?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun