Mohon tunggu...
Susilo
Susilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

💦peace began with a smile 💦 ig: hengkisusilo_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Odi Dayak Simpakng: Belahan Nusantara Menjunjung Satu Bahasa

29 Juni 2022   09:38 Diperbarui: 29 Juni 2022   09:50 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dayak Simpakng adalah salah satu sub suku dayak yang ada di Kalimantan Barat. Dayak Simpakng bermukim di Kab Ketapang, Kec. Simpang Hulu dan Kec. Simpang Dua.

Ada empat pembagian wilayah, yakni Sungai Kualatn, Semanakng, Banjur dan Baram yang digolong berdasarkan wilayah adat atau tempat bermukim.

Karakteristik tersebut kemudian digolongkan lagi berdasarkan bahasa yang dibagi ke dalam empat dialek, yakni: dialek Banjur, dialek Kualatn, dialek Semanakng, dan dialek Sajatn.

Berdasarkan cerita umum yang ditemukan, kelompok etnis Dayak Simpakng berasal dari Tanah Tamba Rawang di Sukadana yang berpindah ke Tanah Simpakng atau Benua Simpakng.

Legenda yang mengisahkan tentang asal mula Dayak Simpakng menyatakan bahwa orang Dayak Simpakng berasal dari keturunan Dayakng Putung (Puteri Junjung Buih dalam versi Melayu Ketapang).

Dayak Putung dipercaya sebagai puteri Raja Ulu Ai yang pernah berdaulat di hulu sungai Krio. Sewaktu masih bayi, ia dihanyutkan ayahnya dan ditemukan oleh seorang kakek. Dayakng Putung itu akhirnya dirawat oleh kakek yang menemukannya, lalu menjelma menjadi puteri yang paling cantik di Tanah Kayokng.

Kecantikan Dayakng Putung berhasil memikat hati Prabu Jaya, putera Raja kerajaan Majapahit, yang pernah berdaulat di Sukadana sebagai pusat Kerajaan Tanjungpura.

Adanya perubahan politik di Kerajaan Sukadana dan menyebarnya agama Islam membuat orang Dayak Simpakng kemudian bermigrasi secara beras-besaran ke Benua Simpakng.

Alasan lain karena tertaik akan potensi alam di Benua Simpakng, lalu disebabkan adanya pemaksaan untuk membayar pajak blesting atas Kerjasama Kerajaan Tanjungpura dengan Kompeni Belanda.[1]

Budaya Odi. Bangsa Indonesia memiliki berbagai suku bangsa dan sub suku, yang masing-masing memiliki kebudayaannya sendiri. Karena suku-suku bangsa tersebut mendiami daerah-daerah tertentu, kebudayaannya kemudian sering disebut kebudayaan daerah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan daerah sebagai suatu system nilai yang menuntun sikap, perilaku dan gaya hidup merupakan identitas dan menjadi kebanggan dari suatu bangsa yang bersangkutan.

Dalam setiap kebudayaan daerah terdapat nilai-nilai budaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh budaya asing, yang sering disebut local genius.

Local genius inilah pangkal segala kemampuan budaya daerah untuk menetralisir pengaruh negatif budaya asing.[2] Budaya "Odi" adalah salah satu nilai yang baik yang ada di dalam suku Dayak Simpakng.

"Odi" mempunyai makna yang kurang lebih sama dengan "gotong royong" hanya saja, spesifikasi makna odi lebih subjektif dibandingkan dengan gotong-royong. Orang Indonesia pasti tidak asing mendengar istilah gotong-royong.

Hal ini mau menunjukkan bahwa kebersamaan dalam suatu komunitas atau daerah tertentu demi mencapai suatu tujuan bersama. Gotong-royong muncul atas kesadaran dan semangat untuk mengerjakan dan menanggung akibat dari suatu karya secara bersama-sama tanpa mengutamakan kepentingan pribadi, melainkan selalu mengutamakan kepentingan bersama.[3]

Budaya odi hampir sama dengan budaya gotong-royong yang kita kenal sebagi usaha demi mencapai tujuan bersama. Bagi suku Dayak Simpaknng, kata "odi" hanya digunakan untuk orang-orang yang bergotong royong di bidang pertanian.

Misalnya di musim panen padi, orang-orang akan menyebutkan istilah "odi" kemudian diikuti siapa subyek yang akan dibantu. Secara umum, gotong-royong akan dilaksanakan secara berkelompok, pembagian tempat odi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama dari setiap kelompok. Gotong -- royong berlangsung sampai musim pertanian berakhir.

Namun, karena pertanian berlanjut setiap tahunnya, masyarakat Dayak Simpakng tidak pernah mengenal kata selesai bergotong -- royong. Bergotong-royong dalam budaya odi menjadi suatu rantai hidup yang tak terputuskan bagi suku Dayak Simpakng.

Inilah alasan mengapa budaya odi menjadi satu kesatuan dari hidup masyarakat Dayak simpakng. Karena jika mereka berhenti memproduksi padi, sayur-sayuran, ataupun buah-buahan dari hasil pertanian, maka akan muncul kekrisisan ekonomi. Sebab mata pencarian di sana hanyalah bertani, baik itu bertani padi, kebun karet, atau sayuran dan buah-buahan.

Budaya odi selalu dilaksanakan dengan cara bergotong-royong. Sangat jarang proses pertaniah hanya dilakukan oleh sebuah keluarga saja. Untuk hasil yang memuaskan, para petani harus berusaha membuat lapangan pertanian sebesar-besarnya.

Jika lapangan pertanian terlalu kecil, maka akan menunjukkan statistic kerugian, inilah alasan mengapa setiap tahunnya orang Dayak Simpakng selalu membuat lahan pertanianya luas.

Karena sistemnya gotong-royong, untuk pertanian yang besar tidaklah memerlukan biaya yang besar. Tetapi sebaliknya, petani akan mengalami kerugian jika dikerjakan secara bergotong-royong di lahan kecil, sebab biaya pengeluaran tidak sesuai dengan hasil panen.

Loh kok bisa? Persoalannya berlawanan jika dikaitkan dengan hukum perminta. Hukum permintaan adalah, ketika suatu harga barang atau jasa turun, maka jumlah permintaan akan naik. Sebaliknya saat harga barang yang diminta naik, maka permintaan akan turun.[4]

Budaya odi tidak memiliki batas minimum, siapa dan berapa saja boleh ikut mendaftarkan diri. Sistem kerjanya roling per-kepala keluarga setiap harinya.

Karena sistemnya tidak memiliki batas minimum dan maksimim, cara masyarakat Dayak Simpakng menghindari kerugian adalah dengan membuat ladang pertanian seluas mungkin.

Biasanya jika lahan pertaniah itu luas dan malahan pekerja-pekerjanya sedikit maka akan kesulitan, atau kualahan dalam mengerjakannya. Tidak jarang orang akan mudah lelah.

Budaya odi dalam suku Dayak Simpakng menunjukkan eksistensinya sebagai belahan dari nusantara yang menunjukkan kesatuan sosial budaya. Perikehidupan bangsa serasi dan seimbang, serta adanya keselarasan.

Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa.[5] Budaya Odi adalah salah satu kekayaan budaya yang patut ditertahankan, terutama dalam menghadapi tantangan multikultural yang hampir memudar seturut perkembangan zaman.

Ini adalah salah satu corak hidup yang menunjukan kesatuan manusia terhadap alam. Manusia yang satu menjalin rantai sosial dengan manusia yang lainnya. Bersama-sama mereka mengolah dan melestarikan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Hidup Selaras dengan Alam. Manusia selalu memiliki model kognitif tentang kenyataan, yang menjelaskan apa bentuk kemanusiaan yang dipilihnya, untuk apa hidup ini dan apa yang menjadikan hidup berharga.[6]

Kenyataan bahwa manusia mencari kebahagiaan adalah benar adanya. Setiap orang berusaha menjadikan dirinya berharga. Tidak banyak manusia yang mendefinisikan kebahagiaan itu dalam kebersamaan seperti apa yang terdapat dalam budaya odi suku Dayak Simpakng.

Jika dilihat sejak zaman dahulu, seperti halnya salah satu prinsip utama Stoisisme[7] yang mengatakan bahwa "hidup selaras alam" (in accordance eith nature).[8] Dalam konteks nature dari manusia, Stoisisme menekankan satu-satunya hal yang dimiliki "manusia" yang membedakannya dari "binatang".

Hal tersebut adalah nalar, akal sehat, rasio, dan kemampuan menggunakannya untuk hidup berkeutamaan. Manusia hidup selaras dengan alam adalah manusia yang hidup sesuai dengan desainnya, yaitu makhluk bernalar.[9]

Bertolak dari pemikiran kaum Stoisisme tentang hidup selaras dengan alam menuntut kita menyadari adanya keterikatan di kehidupan ini. Selain memiliki nalar, Stoisisme percaya bahwa nature manusia adalah makhluk sosial. Artinya, kita harus hidup sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar. Kelompok yang lebih bisar itu bukan lagi hanya suku atau etnis namun adalah negeri kita sendiri NKRI.

Budaya odi suku Dayak Simpakng menunjukkan adanya keterikatan di kehidupan ini. Keterikatan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok individu dengan alam yang dihidupinya. Dalam hal ini, setiap bagian saling menguntungkan dan bekerjasama.

Budaya odi mau menunjukkan eksistensi manusia terhadap alam di sekitarnya. Suku Dayak Simpakng tidak memusuhi atau mengorek lebih banyak kekayaan alam. Mereka memang hidup berdampingan dengan alam, dan hidup dari alam.

Lewat budaya odi mereka berusaha hidup selaras dengan alam. Kesadaran bahwa alam membantu keberlangsungan hudup mereka, maka menjadi kewajiban setiap kelompok untuk merawat alam dan sekitarnya.

Biasanya system pertaniah suku Dayak Simpakng tidaklah otonom. Setiap tahunnya mereka berpindah-pindah tempat. Hutan yang sudah hampir tidak memiliki pohon-pohon yang baik, diolah dan dijadikan tempat berladang.

Setelah proses itu berlangsung selama satu tahun dari awal hingga akhir di musim panen, orang-orang Dayak Simpakng mengganti lahan yang digunakan dengan tumbuhan baru (reboisasi). Tanam-tanaman yang ditanam seperti karet, kayu ulin, pohon bakau, atau tanaman lain yang sesuai tempat di mana mereka bertani.

Budaya odi: symbol kerukunan dalam Kemajemukan. Kerukunan adalah cita-cita setiap keluarga, bangsa, budaya, dan negara. Namun perbedaan paham dan pertengkaran adalah biasa dalam hidup berkeluarga di kalangan masyarakat adat.

Segala paham dan percekcokan hanya dapat diatasi apabila orang atau kelompok yang bersangkut mempunyai cita-cita atau Hasrat hati yang mengatasi segala pertikaian itu.[10]

Kodrat manusia selalu ingin bersaudara, berbudi yang senantiasa mengembangkan asa transendensi. Pendidikan yang menarik keluar dari kodrat manusia menuju kebersamaan, waktu, cara bicara, suasana hati para anggota bangsa, komunikasi para peminat selera yang beraneka ragam, dan cinta kasih yang tesimpan di dalam hati masing-masing individu.

Kaum muda yang bersatu mau diintegrasikan demi nusantara bersama seluruh kawasan yang bahagia, dapat mencerminkan keluarga yang sangat majemuk. Kemajemukan suatu budaya atau yang lebih besar lagi "negara" sebaiknya dipadukan oleh pranata kenegaraan atau adat istiadat setempat.

Indonesia memiliki beragam suku, budaya, dan bahasa hal itulah yang membuat negara kita indah. Inilah symbol keberagaman. Hal ini pulalah yang menjadikan Indonesia kaya akan sumber daya manusia dan menciptakan kerukunan di tengan kemajemukan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa nilai yang terkandung di dalam setiap budaya sangatlah beraneka ragam. Salah satu budaya Dayak Simpakng yang menunjukkan kesatuan dari kemajemukan adalah budaya odi.

Fakta bahwa di tengah masyarakat adat Dayak Simpakng yang menjadi peserta atau anggota dalam budaya odi tidak hanya masyarakat Dayak asli.

Ada juga mereka yang berbeda keyakinan, dari suku yang berbeda, dan dari daerah yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memang memiliki keberagaman.

Setiap individu yang ada di dalamnya adalah satu kesatuan sebagai warga negara Indonesia. Kemajemukan tidak menjadikan kita manusia Indonesia yang egois mementingkan diri atau kelompok tertentu.

Suku Dayak Simpakng membuka diri menerima semua saja yang mau bekerjasama. Lewat budaya odi, tampaknya tampaknya tidak ada lagi diskriminasi dan percekcokan satu atau dua lain hal yang sebenarnya terjadi ketika manusia terlalu mengutamakan dirinya.

Budaya odi tidak berfokus untuk mencari keuntungan, yang terjadi adalah proses Kerjasama demi kehidupan. Karena apa yang dihasilkan itulah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Belum lagi jika gagal pane, bisa saja para petani mengalami banyak kerugian.

Dinamis: Menuju Kesatuan. Dinamis berarti manusia tetap "menuju" kesatuan yang tidak berhenti.[11] Manusia tidak pernah berhenti dan tidak pernah sampai pada titik selesai dalam mencari.

Pengetahuan manusia lebih kurang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan, cerita-cerita, lingkungan sehari-hari, budaya, dan faktor individual itu sendiri. Oleh karena itu, dalam segalanya hadir relativitas.

Kata relative berarti ber-relasi dengan manusia lain. Setiap manusia itu unik. Sehingga di dalam menuju kesatuan terdapat unsur keunikan. Perubahan hanya bisa disebut perubahan kalau terdapat sesuatu yang berubah.

Eksistensi manusia Indonesia terletak dari kesatuan antara individu. Dalam hal ini kesatuan dari setiap suku, dan etnis yang ada di Indonesia. Manusia Indonesia berarti menjunjung tinggi kesatuan juga antara umat beragama.

Proses mencari kesatuan memang tidak pernah ada kata selesai, itupun di mana-mana disetiap tempat dari belahan nusantara ini kerapkali tidak mau berjuang untuk terus mencari kesatuan itu. Maka tidak heran ada diskriminasi antar kelompok mayoritas dan minoritas.

Manusia yang menuju kesatuan berarti manusia yang mencari tiada henti kesatuan itu. Tidak hanya mencari makna kesatuan tetapi juga hal apa yang membuat bangsa ini sulit bersatu.

Jawaban sederhananya ialah karena setiap individua tau kelompok hanya mementingkan diri atau kelomponya masing. Tidak sadar bahwa setiap orang berada di kelompok yang besar yakni bangsa Indonesia.

Maka ketika masyarakat menyadari eksistensinya sebagai warga negara Indonesia tentu akan terus memperjuangkan kesatuan, tujuannya adalah untuk kelompok negara yang lebih besar. Karena yang dialamiatau dihadapi ialah persoalan Internasional terhadap negara-negara lain.

Maka tidak salah bahwa proses terbentuknya kesatuan yang lebih tinggi dalam tatanan negara itu harus terjadi terlebih dahulu dalam setiap individu di dalam kelompok kecilnya.

Hal ini ditentukan oleh dan dalam setiap suku dan etnis atau agama yang ada di negara Indonesia ini. Salah satu usaha kecil dari setiap kelompok yang berbeda itu menuju kesatuan ialah dengan terus mencari cara. Wujud kecilnya setiap kelompok diharapkan untuk saling bertoleransi.

Budaya odi suku Dayak Simpakng adalah salah satu cara dari kelompoknya untuk membuktikan bahwa melalui odi, semua saja dapat berpastisipasi di dalamnya.

Bukan untuk kepentingan pribadi, atau kelompok sendiri, tetapi demi tujuan kebersamaan menciptakan kehidupan. Kehidupan yang dimaksud tidak hanya kehidupan bisa makan dan minum, namun kehidupan dengan relasi terhadap kelompk lain.

Kerjasama dan partisipasi yang aktif dari kelompok terhadap kelompok yang lain dalam saling toleransi menciptakan manusia Indonesia yang bersatu. Manusia Indonesia yang bersatu akan menciptkan negara yang besar.[12]

Satu nusa, satu Bangsa yang menjunjung satu Bahasa. Secara etimologi wawasan nusantara adalah bersala dari du suku kata, wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari bahasa jawa yakni dari akar kata "wawas" yang berarti pandangan, penglihatan, tinjauan, atau tanggapan inderawi.[13]

Dengan mendapat akhiran "an" menjadi wawasan, maka berarti cara pandang, cara lihat, dan cara tinjau. Dengan demikian, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya sebagai negara kepulauan dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah.

Satu nusa dan satu bangsa menunjukkan eksistensi kita sebagai masyarakat Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau. Di dalam setiap tempat itu didiami oleh beragam suku, budaya, ras dan agama.

Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu.[14] Kesadaran akan satu kesatuan dari satu bangsa, masyarakat Indonesia dipersatukan lewat bahasa. Walaupun Indonesia memiliki beragam suku dan etnis yang memiliki bahasa ibunya masing-masing, namun syukur bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.

Bahasa adalah alat kominikasi antaranggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.[15] Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dari setiap bahasa di dalam tiap budaya. Bahasa salah satunya yang menunjukan walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu.

Odi adalah salah satu bahasa dari budaya Dayak Simpakng yang mau menunjukkan bagiannya dari kekayaan negara Indonesia. Kata odi yang berasal dari suku Dayak Simpakng memiliki arti yang sama dengan istilah gotong-royong dalam bahasa Indonesia yang kita kenal.

Hanya saya, istilah odi digunakan oleh suku Dayak secara khusus bagi bagian pertanian. Odi mereka gunakan sebagai bahasa suku yang di dalamnya mereka berkomunikasi dan mengerti, sedangkan gotong-royong digunakan ketika mereka mau menunjukkan dan menjelaskan apa yang dimaskud dengan odi kepada orang di luar sukunya.

Penutup 

Suku Dayak Simpakng hadir sebagai bagian dari belahan nusantara memberi warna dan kontribusi untuk kesatuan negera. Masyarakatnya yang mejemuk memperjuangkan kesatuan dengan negaranya dan menjalin relasi dengan alam. Karena masyarakat adat Dayak Simpakng menyadari bahwa mereka adalah bagian dari alam ciptaan juga.

Tepat apa yang di sampaikan oleh kaum Stoisisme tentang relasi manusia dengan alam. Bertolak dari pemikiran kaum Stoisisme tentang hidup selaras dengan alam menuntut manusia Indonesia menyadari adanya keterikatan di kehidupan ini. Selain memiliki nalar, Stoisisme percaya bahwa nature manusia adalah makhluk sosial. Artinya, kita harus hidup sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar.

Suku Dayak Simpakng melalui budaya odi yang dimilikinya memberi sumbangsih dalam kesatuan negara yang lebih besar. Hal ini ditunujukan lewat istilah gotong-royong bangsa Indonesia menjadi ciri khas setiap masyarakat nusantara.

Gotong-royong berarti bekerja sama baik dalam individu dengan individu, juga antar kelompok dan kelompok. Gotong-royong ini tidak bisa terjadi dan dialami oleh masyarakat jika tanpa toleransi yang menciptakan kesatuan yang tinggi.

Kesatuan akan tercapai jika manusia Indonesia terus menerus mencari cara untuk bersatu. Warisan budaya yang indah kiranya jangan hilang terbara perubahan zaman. Kita yang berbeda-beda ini disatukan dan dikenal lewat bahasa. Siapapun mereka, baik Dayak, Melayu, Cina, dan semua yang ada di Indonesia adalah satu. Kesatuan akan menciptakan kerukunan.

Daftar Pustaka

B.S Mardiatmadja, Bersatu Padu (Yogyakarta: Kanisius, 2017), 200.

Devianty, Rina. "Bahasa sebagai cermin kebudayaan." Jurnal tarbiyah 24.2 (2017).

Dr. S. Susilo, Rekso. Filsafat Wawasan Nusantara (Malang: Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana, 2007), 5.

Effendi, Tadjuddin Noer. Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi 2.1 (2013).

Hartoko, Dick. Memanusiakan Manusia Muda, Tinjauan Pendidikan Humaniora (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 18.

Manampiring, Henry. Filosofi Teras, Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini (Jakarta: Kompas, 2021), 29.

Ricklefs, Merle Calvin. Sejarah Indonesia Modern 1200--2008. Penerbit Serambi, 2008.

Snijders, Adelbert. Manusia Kebenaran (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 4.

Sumarsono, S. et.al., Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Gramedia, 2001), 125.

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5623751/wawasan-nusantara-pengertian-tujuan-asas-dan-fungsinya diakses tanggal 27 Mei 2022 pukul 20.15

https://hot.liputan6.com/read/4914989/bhinneka-tunggal-ika-artinya-berbeda-beda-tetapi-tetap-satu-ketahui-sejarahnya diakses tanggal 27 Mei 2022 pukul 20.30

https://penerbitbukudeepublish.com/materi/hukum-permintaan/ diakses tanggal 30 Mei 2022 pukul 13.45

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=908 diakses tanggal 26 Mei 2022 pukul 20.45

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun