Loh kok bisa? Persoalannya berlawanan jika dikaitkan dengan hukum perminta. Hukum permintaan adalah, ketika suatu harga barang atau jasa turun, maka jumlah permintaan akan naik. Sebaliknya saat harga barang yang diminta naik, maka permintaan akan turun.[4]
Budaya odi tidak memiliki batas minimum, siapa dan berapa saja boleh ikut mendaftarkan diri. Sistem kerjanya roling per-kepala keluarga setiap harinya.
Karena sistemnya tidak memiliki batas minimum dan maksimim, cara masyarakat Dayak Simpakng menghindari kerugian adalah dengan membuat ladang pertanian seluas mungkin.
Biasanya jika lahan pertaniah itu luas dan malahan pekerja-pekerjanya sedikit maka akan kesulitan, atau kualahan dalam mengerjakannya. Tidak jarang orang akan mudah lelah.
Budaya odi dalam suku Dayak Simpakng menunjukkan eksistensinya sebagai belahan dari nusantara yang menunjukkan kesatuan sosial budaya. Perikehidupan bangsa serasi dan seimbang, serta adanya keselarasan.
Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa.[5] Budaya Odi adalah salah satu kekayaan budaya yang patut ditertahankan, terutama dalam menghadapi tantangan multikultural yang hampir memudar seturut perkembangan zaman.
Ini adalah salah satu corak hidup yang menunjukan kesatuan manusia terhadap alam. Manusia yang satu menjalin rantai sosial dengan manusia yang lainnya. Bersama-sama mereka mengolah dan melestarikan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Hidup Selaras dengan Alam. Manusia selalu memiliki model kognitif tentang kenyataan, yang menjelaskan apa bentuk kemanusiaan yang dipilihnya, untuk apa hidup ini dan apa yang menjadikan hidup berharga.[6]
Kenyataan bahwa manusia mencari kebahagiaan adalah benar adanya. Setiap orang berusaha menjadikan dirinya berharga. Tidak banyak manusia yang mendefinisikan kebahagiaan itu dalam kebersamaan seperti apa yang terdapat dalam budaya odi suku Dayak Simpakng.
Jika dilihat sejak zaman dahulu, seperti halnya salah satu prinsip utama Stoisisme[7] yang mengatakan bahwa "hidup selaras alam" (in accordance eith nature).[8] Dalam konteks nature dari manusia, Stoisisme menekankan satu-satunya hal yang dimiliki "manusia" yang membedakannya dari "binatang".
Hal tersebut adalah nalar, akal sehat, rasio, dan kemampuan menggunakannya untuk hidup berkeutamaan. Manusia hidup selaras dengan alam adalah manusia yang hidup sesuai dengan desainnya, yaitu makhluk bernalar.[9]