Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

10 Kesalahan Orang Tua dalam Mengasuh Anak

18 April 2016   12:21 Diperbarui: 9 Mei 2016   18:40 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - anak-anak (Shutterstock)"][/caption]Mungkin sudah banyak artikel berkaitan dengan judul di atas. Penulis hanya ingin berbagi dan melengkapi apa yang dirasa masih kurang.

Sebelum membaca tulisan di bawah, ijinkan penulis untuk minta maaf kepada bapak-ibu sekalian para orang tua atas tulisan ini karena sebenarnya penulis memang sengaja mencari-cari kesalahan bapak-ibu. Penulis tidak lebih baik dan tidak bermaksud untuk mengajari dan menggurui bapak ibu. Kiranya kesengajaan anak ini dapat diampuni. Anggap saja membaca tulisan ini sebagai evaluasi kerja “kalau bagus ya lanjut... kalau dak bagus ya di-reshufle."

Setiap orang memimpikan untuk dilahirkan dalam keluarga yang lengkap. Lengkap berarti memiliki ayah dan ibu termasuk juga saudara (kakak-adik). Akan tetapi, lengkap secara anggota saja tidaklah cukup. Sebagian mengatakan bahwa kita harus mempunyai orang tua yang kuat secara ekonomi, sebagian bilang orang tua juga harus berbakat, sebagian lagi berargumen otak yang pintar lebih diperlukan, harus sosial, harus ba bi bu be bo... yang lain bilang, “Lu banyak tuntutan ya, lu bisa apa memangnya? Jadi orang tua aja belom" skak mat!

Semua itu perlu, tapi bukan itu… Keluarga yang bahagia adalah keluarga yang sejahtera di mana hubungan antara anggota keluarga dapat terjalin dengan harmonis.

***

Saya punya teman-teman dengan latar belakang yang beragam. Sebagian kehidupannya dapat dikatakan telah sempurna menurut ukuran kebanyakan orang. Mereka menarik, anak orang kaya, ada yang pintar dan berbakat. Sebagian lagi sederhana, berprestasi, dan rendah hati. Apa yang kurang? Tidak ada, semua kebutuhan mereka tercukupi.

Walau kelihatan baik di luar, ternyata di dalamnya banyak didapati relasi antara orang tua dengan anak yang tidak terlalu baik. Ada masalah yang sepele, ada juga masalah yang rumit dan penuh pertimbangan, begitu juga ada yang kompleks dan terkadang sampai ekstrem. Tentunya tidak perlu penulis paparkan hal-hal jelek, kriminal dan sebagainya di sini.

Melihat masalah-masalah yang terjadi pasti timbul pertanyaan "mengapa hal tersebut bisa terjadi? Harusnya kan tidak terjadi karena semuanya cukup dan terpenuhi" Orang tua merasa telah memberikan yang terbaik bagi anak mereka, tetapi bagi anak hal itu tidak mereka butuhkan, anak merasa banyak tuntutan, orang tua egois, stres dan serasa aku bukan diriku.

Berikut 10 kesalahan orang tua dalam mengasuh anak yang penulis rasa harus disadari secepatnya. 

1. Memenuhi semua keinginan anak

Harus dipisahkan antara mana yang namanya kebutuhan dan mana yang namanya keinginan. Si anak tidak dapat disalahkan dalam hal ini karena umumnya dia belum mengerti betul apa yang menjadi kebutuhannya. Orang tua sejak dini harus paham betul bagian ini dan paham saja tidak cukup, tapi harus dibarengi dengan berani ambil sikap yang bijaksana.

Sikap toleransi yang kebablasan akan sangat merusak bagi si anak ke depannya. Tidak mandiri, manja, tidak mau berusaha, tidak punya daya juang dan ingin segala sesuatunya instan tentu tidak baik, anak tidak akan mengerti yang namanya bersyukur dan memaknai hidup.

“Biarkan saja, nanti saat dia besar juga mengerti  sendiri.” Pernyataan ini memang benar, tapi untuk mengubah si anak. Hal ini akan menjadi suatu penderitaan. Kemungkinannya hanya ada dua, yaitu berubah atau tidak. Kalau bisa menyesuaikan tentunya tidak akan terjadi masalah, kalau tidak bisa?

Kebanyakan anak tahu apa yang namanya miskin dan tahu apa yang namanya gelandangan. Mereka memang tahu, ya tahu... hanya tahu. Tapi untuk mengerti suatu kondisi yang namanya miskin dan gelandangan, anak tidak akan mengerti karena tidak pernah merasakan susah. Tentunya kita tidak berharap anak mengalami hal demikian tapi bagaimanapun orang tua harus mengajari anak hingga anak mengerti yang namanya susah, mandiri, dan berusaha. Ya bagaimanapun caranya.

"Jangan sampai setelah menikah, cuci piring pun tidak tahu caranya, cuci baju tidak bisa dan lebih parahnya banyak tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuan... alamak. Istri itu bukan pembantu tapi ratu, tinggal sewa pembantu saja. Bukan itu persoalannya, bukan bisa atau tidak bisa mengerjakan, bukan juga bisa sewa pembantu atau tidak. Semua itu bisa dipelajari memang betul... tapi siap dak kamu hidup sama aku kalau seandainya aku jatuh miskin?" jadi curcol 

"Jangan sampai setelah menikah, cari duit pun dak bisa, tinggal masih sama orang tua, disuruh mandiri dak berani, mau nambah anak tanya kakek-nenek... buset dah. Kalau orang tua kaya sih oke-oke aja, bisa suapin kamu terus tapi sampai kapan mau manja? Ini itu dipenuhi semua" curcol lagi

2. Tidak memberi waktu

Ada kalanya pekerjaan menjadi salah satu alasan yang membuat orang tua tidak punya waktu untuk bersama anak. Apalagi di perkotaan dimana ayah dan ibu sama-sama sibuk bekerja "tidak ada waktu, aku terlalu sibuk" hal ini salahTentunya juga tidak berharap para orang tua selalu bersama anak hingga lupa segalanya atau memaksa dirinya menjadi orang tua yang Mahahadir

Memberikan waktu yang berkualitas lebih penting daripada waktu yang berkuantitas. Walau sedikit tapi berkualitas dan bernilai. Misalnya saja kan ada anak kecil yang minta ditemani orang tua bermain "ya ampun, main puzzle, ya ampun main masak-masakan, dak masuk otak sekali main beginian sama anak kecil, aku kan kerjaannya baca koran, ketemu clien" Justru di situ waktumu berharga bagi mereka. Waktu adalah nyawa, tidak bisa ditambah, dibeli atau diulangi. Memberikan sedikit waktumu berarti memberikan sedikit masa hidupmu bagi mereka.

3. Marah tidak tepat

Marah adalah tanda sayang selama motivasinya benar dan bukan pelampiasan. Marah akan menjadi benar dan tepat makna apabila dilakukan di waktu yang benar, pada orang yang benar, pada tempat yang benar dan pada situasi kondisi yang benar. Tujuan orang tua memarahi anak hanya satu, yaitu ingin si anak menjadi lebih baik.

Namun, apa jadinya bila kemarahan yang dilakukan itu ternyata kurang tepat misalnya dengan memarahi anak di depan teman-temannya atau di tempat umum, atau dengan kata-kata yang kasar dan menyakiti? Pada anak kecil saja dapat berdampak pada psikologisnya apalagi bagi anak yang telah menjadi seorang anak muda, dewasa, dan terlebih sudah kerja. Pasti akan menjadi malu yang luar biasa. Harga dirinya jatuh, menjadi minder dan kepahitan.

Apalagi kalau ternyata ada adek yang melihat kakak-abang dimarahi dalam kondisi itu, bukankah sang kakak-abang akan jadi bulan-bulanan sang adek?Mengolok dan menjadikan kakaknya sebagai lelucon adalah pasti, karena budaya kita itu penuh dengan pembullyan. Bukankah akan berpotensi menyebabkan perkelahian kakak-adik? 

4. Memiliki harapan terlalu tinggi

Tidak ada salahnya menginginkan orang yang dikasihi itu menjadi pribadi yang baik. Semua orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang saleh, berprestasi, sukses, dan menjadi orang yang namanya terkemuka. Maka dari itu, orang tua berusaha mewujudkan cita-cita dan harapannya kepada anaknya dengan memastikan masa depan anaknya cerah.

Tapi yang terjadi adalah anak merasakan beban yang sangat berat. Tuntutan demi tuntutan yang berbuah stres, depresi, dan dalam emosi yang tidak stabil, maka bunuh diri, cari perhatian, ngobat atau pelarian lain pun diambil. Orang tua boleh berharap namun alangkah baiknya selaras dengan minat dan bakat anak, tidak memaksakan kehendak diri pada anak dikarenakan ada pengejaran yang tidak tercapai pada dirinya sewaktu dulu. Dukungan adalah angin segar bagi anak.

5. Tidak mempraktikkan apa yang dilarang

Ada pepatah "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya". entah dari mana pepatah itu. Pepatah yang diamini pasti jadi kenyataan. Kalau pohonnya bagus pasti buahnya bagus.

Orang tua jika ingin anaknya mempraktikkan hal-hal bagus, harus memberi contoh bagus. Misalnya jika melarang anaknya yang masih SD jajan, dirinya harus juga tidak jajan sehingga anak dapat mencontohi teladan orang tuanya. Orang tua yang menghendaki anaknya untuk bangun pagi, dirinya sendirI harus juga bangun pagi, jangan molor.

Maka jangan salahkan bila anak tidak menjadi pribadi yang baik karena anda lah orang yang berperan dalam mendidik dia, paham? Suatu pagi seorang bapak berkata pada anaknya yang sulung “Nak, kalau Bapak korupsi, gantung saja Bapak di Monas!” eh eh, tahu-tahunya Bapak korupsi. contoh bapak yang tidak baik. Ckckckc...

6 .Tidak menepati janji

Berjanji adalah kelanjutan daripada poin kelima. Apa jadinya apabila anda selalu janji-janji dan janji, tapi tidak ada satu pun janji anda yang terealisasikan? Tidak ada yang akan percaya kepada anda, termasuk anak andaAda baiknya apabila janji yang telah diucapkan kepada anak itu ternyata tidak bisa dipenuhi karena satu dan lain hal, lebih baik mengadakan pembicaraan empat mata dengan si anak. Jelaskan apa yang sesungguhnya terjadi sehingga anda tidak bisa memenuhi janji itu. Datangi anak lebih dulu, jangan sampai anak menagih janjinya. Saya yakin anak akan mengerti dan kalian bersama akan dapat solusi "Kalau hanya ngomong, Beo juga bisa!" 

7. Tidak mendengarkan apa yang dikatakan anak

Setiap orang pernah mengalami yang namanya dicuekin, terus apa rasanya, berkesan? Tahu sendirilah ya.

Begitu yang anda rasakan seperti itu jugalah perasaan anak anda. Anak butuh didengarkan, diperhatikan, dan diberi apresiasi. Saya dapat yakinkan bahwa saya pasti dapat sebutan kurang ajar, tidak sopan, tidak beretika kepada orang yang lebih tua bila saya tidak memperhatikan disaat mereka berbicara khususnya bapak-ibu disaat anda berbicara kepada saya. Jangan lupakan bahwa anda juga seperti saya, anda juga kurang etika, tidak sopan dan malah kurang ajar karena kan anda lebih tua harusnya anda lebih bisa beri contoh "Jadilah pendengar yang baik, meskipun yang berkata-kata itu bocah".

8. Membanding-bandingkan

Melukai seseorang tidak perlu dengan perbuatan fisik, tidak perlu dengan perkataan kasar, cukup dengan membanding-bandingkan saja antara seorang dengan seorang lainnya.

“Adek lebih pintar ya dari abang. Abang ternyata bodoh! Tidak lebih pintar dari adek.” Contoh orang tua yang dengan kata-katanya membunuh karakter anak. Orang tua harus paham bahwa anak itu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Apabila abang dalam prestasi akademik sangat kurang, bukan berarti dia bodoh, tapi memang passion-nya bukan di situ. Bisa jadi dia adalah seorang yang berbakat di bidang seni, seorang atlet atau seorang dengan keahlian lainnya yang jelas tidak di bidang akademik.

Orang tua yang sadar akan hal ini harus mendukung, bukan malah membunuh karakter! "Kamu aja aku bandingkan sama tetangga pasti marah. aku bilang belajar gih sama orang sebelah... mereka bagus cara mendidik anaknya! Lalu akunya diusir disuruh pindah ke sebelah jadi anak tetangga, bagaimana sih...."

9. Overprotective

Dalam dunia berpacaran dikenal istilah pacarku overprotective, melarang ini-itu seperti kau sudah menjadi milikku saja! Tanpa disadari orang tua juga banyak yang overprotective, melarang semua apa yang menjadi hak anaknya. Selalu mengaitkan pengalaman pribadinya kepada anaknya. Kepahitan dan kegagalannya terlalu dilebih-lebihkan seperti pasti akan menimpa anaknya saja, padahal nasib dan jalan hidup setiap orang berbeda.

Ada kejadian dimana seorang ibu yang kepahitan akibat diselingkuhi oleh suaminya. Dia ditinggalkan, tidak dinafkahi dan harus merawat dan membesarkan seorang anak perempuannya sendiri. Singkat cerita anak perempuan ini tumbuh menjadi seorang remaja cantik, tetapi tidak pernah punya teman laki-laki, selidik punya selidik rupanya dia dilarang berdekat-dekatan dengan laki-laki oleh ibunya dengan alasan laki-laki itu tidak baik, menjalin hubungan hanya boleh pada sesama perempuan. Wah mengarah ke LGBT kan... emang sakit nih ibu

Niatnya baik, tapi pemikirannya seperti katak dalam tempurung, tidak melihat bahwa dunia telah berubah.

10. Tidak menjadi sahabat

Menjadi orang tua tidak sebatas menjadi orang tua “dia ibuku dan ayahku” tapi harus juga menjadi sahabat bagi anak.

Sering terjadi pada banyak keluarga kita, anak belajar segala sesuatu dari orang lain, orang tua ayah temannya/ibunya, teman-temannya dan siapa pun bahkan lebih akrab dengan mereka. Sehingga kadang nilai-nilai yang teraerap anak tidak sesuai dengan nilai keluarga yang dianut karena latar belakang setiap orang berbeda.

Pernah kejadian seorang anak bertanya pada ibunya mengenai arti kata yang rasanya asing bagi dirinya, bingung menjelaskan bagaimana akhirnya ayahnya menjelaskan dengan bahasa biologi anatomi tubuh manusia. Proses bagaimana bertemunya kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, sampai pada keluarnya sperma sampai pada pembuahan dan detail lain. Wah si anak langsung merah wajahnya!, malu karena pertanyaannya. Kacau nih, berabe gue. Ya, kata-kata ini didapatkan dari orang lain, yaitu orang tua temannya. Buset dah... malu gua

Maka penting menjadi sahabat yang paling dekat bagi anak sehingga anak tidak sungkan dan main rahasiaan dengan orang tuanya dengan menghadapi segalanya. “Orang tuaku kaku, emosian, baperan, tidak mengerti keadaanku, maunya dia aja yang benar, ga bisa diharapkan, sibuk dengan dunianya, aku mana ada teman di rumah, enakan di sini sama kalian.”

Dunia remaja di mana anak mulai bimbang, emosi yang tidak stabil, masa puber, pencarian jati diri dan sebagainya. Misalnya saja dalam masa puber kadang anak merasa ketakutan, apa yang terjadi pada tubuhnya, normalkah dia dan berbagai ketakutan datang karena hal itu adalah pertama kalinya bagi dia. Orang tua harus menjadi sahabat bagi mereka.

***

Sekian tulisan ini, kiranya menginspirasi para orang tua agar boleh lebih bijak lagi dalam mengasuh anaknya. Penulis tidak lebih baik dari bapak ibu, kita masih sama-sama belajar dan saling berbagi.

Dan untuk menutup tulisan ini penulis memasukkan nasihat bijak dari seorang pujangga.

"Lewat engkau mereka dilahirkan, namun bukan dari engkau. Meski mereka ada bersamamu namun mereka bukan hakmu. Berikan kasih sayang tapi bukan paksakan kehendakmu. Engkau bisa memberi tempat bagi raganya, tapi tidak untuk jiwanya"

salam hari ibu dan ayah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun