Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati sudah memberikan gambaran bahwa terdapat aset negara senilai Rp 1.464 triliun di Jakarta yang akan dikelola secara terintegrasi oleh Kementerian Keuangan saat pemerintah pusat pindah ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
Aset-aset ini termasuk dalam Barang Milik Negara (BMN) yang bisa dimanfaatkan lewat skema persewaan hingga pemindahtanganan kepemilikan. Adapun pemindahtanganan BMN dapat dilakukan dalam bentuk tukar menukar, penjualan, ataupun hibah, yang telah diatur dalam UU IKN dan PP No. 17/2022 Â tentang pengelolaan BMN tersebut.
Usulanku tentang penjualan aset K/L ini tidak tanggung-tanggung; meliputi sebagian besar (lebih dari 50%) dari total aset. Bayangkan saja berkah yang didapatkan IKN jika Menkeu menargetkan penerimaan minimal Rp 700 triliun dari penjualan aset.Â
Sementara aset-aset tertentu akan terus dipertahankan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kebutuhan dan fungsinya.
Usulan ini memang terdengar kontroversial, tapi menurutku logis jika dilihat dari beberapa perspektif. Berikut alasan-alasannya:
Pertama, mendukung Repositioning Jakarta
Setelah pemindahan ibukota negara ke IKN Nusantara, Jakarta selanjutnya memposisikan diri sebagai pusat ekonomi, menjadi semacam economic super-hub, seperti peran yang diambil kota New York di Amerika Serikat.
Pemprov Jakarta mestinya memperdalam konsep "Repositioning Jakarta" sebagai pusat ekonomi dengan mengusulkan beragam regulasi dan program-program  peningkatan fasilitas dan sarana/prasarana yang dibutuhkan untuk bertransformasi menjadi "Mega City" layaknya Kota New York.
Jadi, idenya memang mengurangi kepemilikan aset milik pemerintah di Jakarta untuk memaksimalkan volume ekonomi disana. Karena itu pemanfaatan aset-aset K/L yang pindah ke IKN sebaiknya dikomunikasikan dengan pemprov Jakarta terlebih dahulu untuk mengkaji peluang-peluang pemanfaatan.
Selanjutnya, konsep Repositioning Jakarta akan menjadi selling point pihak Kemenkeu pada saat menawarkan penjualan aset-aset ini ke perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia atau kepada para investor properti.
Kedua, adanya perbedaan "value" aset