Mohon tunggu...
Hendra Wiguna
Hendra Wiguna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan

Seorang yang hobi menulis, mendaki gunung, dan nonton film. Pertama kali menulis adalah saat ingin mengabadikan momen pendakian Gunung Rinjani dalam bentuk buku yang berjudul "ITINERARY: Menggapai Rinjani" yang tayang di berbagai platform baca tulis. Sudah menerbitkan buku horor thriller dengan judul "Jalur Ilegal". Dan sering mengikuti kompetisi novel dan cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Layang-Layang Tak Kunjung Terbang

29 Februari 2024   11:33 Diperbarui: 29 Februari 2024   12:04 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rina!" Seorang anak lain memanggil perempuan itu. Dia adalah Andri, anak ketua RT dari kampung sebelah. "Rina, jangan dekat-dekat sama dia." 

"Kenapa?"

"Dia mah bodoh, nanti kamu ketularan bodoh."

"Ih kamu, dia kan teman kamu juga."

"Ah bukan lagi. Dia kan nggak naik kelas, jadi bukan teman lagi atuh."

"Ih, kamu ya," dengus Rina.

"Sudah ah. Ayo kita berangkat. Takutnya bangku paling depan keburu sama anak lain." Andri meraih tangan Rina, lalu menuntunnya pergi. 

Saat berjalan, perempuan itu menoleh ke belakang menatap Indra. Ada rasa iba tersirat dari wajahnya, akan tetapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu kembali memalingkan pandangannya ke depan, berjalan agak cepat untuk mengiringi langkah anak lelaki di sampingnya.

****

Pria baruh baya berambut lurus dan sudah dipenuhi uban, berdiri di depan kantor guru. Pak Marwan namanya, seorang penjaga sekolah yang sudah lama bekerja di gedung itu. Tangannya yang kurus keriput dengan urat-urat yang masih menonjol, menggenggam sebuah benda berbahan besi. Matanya memandang halaman sekolah yang masih terdapat banyak murid berkeliaran. 

Meski berkeriput, wajahnya selalu berseri, dan tersenyum setiap kali melihat bocah-bocah dengan tingkah laku yang jenaka. Sesekali ia melirik jam di tangannya. Tepat pukul tujuh pagi. Sudah waktunya ia memukul bel sekolah yang tergantung menggunakan kawat di plafon luar kantor guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun