Beberapa saat kemudian.
"Kenapa kamu, Dek?" Seorang pria tua menegurnya. Pak Marwan menghampiri bocah yang menangis di tepi gerbang. Indra pun mengangkat kepalanya. "Oh," ucapannya, sang penjaga sekolah itu mengerti sesuatu.
"A-aku kelas tiga pak, aku takut masuk kelas."
"Kenapa takut? Ayo, bapak antar ke kelas." Pak Marwan meraih tangan Indra. Bocah itu melihat senyum pria tua itu, khas, dengan keriput di sekitar mata yang membuatnya seakan terpejam. Indra pun berdiri, menerima ajakannya.
Dituntunnya Indra berjalan. Rasa takut itu masih ada, tetapi sudah berkurang. Terlihat dari raut wajahnya, lebih tenang, meski gurat dahi masih terkernyit. Di benaknya, ada pak Marwan yang akan menjaganya.
Di pintu kelas tiga. Indra masih di tuntun masuk. Rupanya pria tua itu tidak hanya mengantar sampai sana saja, dipersilahkannya Indra masuk sambil terus memegang tangannya. Bocah itu pun masuk, diikuti Pak Marwan di belakangnya.
Di dalam kelas, belum ada guru terlihat di sana. Indra berjalan di antara murid-murid lain yang sudah terduduk di bangkunya masing-masing, mereka tampak melihat ke arah Indra yang masih malu-malu, mencoba mencari bangku yang kosong.
"Di sana, Dek," tunjuk Pak Marwan.
Penjaga sekolah itu yang masih menggenggam tangan Indra sambil menunjukan bangku yang sudah terisi satu murid. Ternyata itu bocah yang mengajak Indra masuk tadi. Indra pun menghampiri bangku itu, lalu duduk di sebelahnya. Setelah itu, penjaga sekolah pergi meninggalkan Indra duduk berdua dengan bocah tadi.
Indra yang masih malu-malu hanya terdiam melihat Pak Marwan pergi. Hatinya kembali ciut seiring langkah pria tua itu yang berlalu meninggalkan kelas, sampai akhirnya ia menghilang di balik pintu, berganti seorang wanita berkacamata masuk.Â
"Tenang, jangan takut!" ujar bocah itu. "Kalau ada yang ganggu kamu, aku lawan!" lanjutnya menegaskan.