"Ayo masuk," ajaknya lagi. Lalu bocah itu berjalan menuju gerbang dan masuk dengan tenangnya, walau tahu dirinya sudah terlambat untuk masuk kelas.
Indra pun mengikutinya, akan tetapi, ia hanya berjalan sampai depan pintu gerbang sekolah, dan berhenti di sana.
Perasaan takut itu kembali muncul ketika mendengar suara riuh murid-murid dalam kelas. Nyalinya ciut lagi. Matanya memandangi kelas-kelas bercat merah putih yang berderet, dan berhenti di kelas tiga. Ia membayangkan murid-murid lain yang berada di dalamnya, apa mereka akan mengejek-ejek, pikirnya.
Bocah laki-laki yang masih terus berjalan menuju kelas tidak menyadari kalau aku Indra tidak mengikutinya. Begitu ia menoleh ke belakang untuk melihatnya, ia menghentikan langkah, lalu berbalik.
"Indra, hayu!" serunya.
Namun, Indra tak bergeming dan tetap berdiri di depan pintu gerbang. Bocah laki-laki itu mengernyitkan dahi, memandang aneh padanya, kemudian berlari menghampiri Indra, dan langsung meraih tangan bocah yang terlihat seumuran dengannya itu, memaksanya untuk ikut bersama.
"Hayu atuh!" tegasnya.Â
Ia menarik tangan Indra, lalu dibawanya berjalan menuju kelas. Akan tetapi, Indra yang terlalu takut kemudian melepaskan dengan membanting paksa tangan bocah itu saat sudah berada di tengah jalan. Ia terkaget dengan apa yang dilakukan Indra.Â
"Kenapa?" tanya bocah itu, "Kamu mau jadi teman saya nggak?" lanjutnya. Namun, Indra terdiam.
Mungkin karena tak tahu lagi harus berbuat apa, bocah itu pun melangkah pergi meninggalkannya. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk melihat Indra. Setelah sampai di depan pintu kelas, Indra belum juga bergeming untuk mengikutinya kembali. Hingga bocah itu pun masuk ke dalam kelas.
Indra tak tahu harus berbuat apa lagi. Ia pun berbalik dan berlari menuju luar pintu gerbang. Sesampainya di sana, lalu Indra memposisikan tubuhnya seperti sebelumnya, berjongkok, memeluk kakinya, dan menenggelamkan kepala di antara lipatan tangannya. kali ini ia hampir menangis.