Mohon tunggu...
Hendra Wiguna
Hendra Wiguna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan

Seorang yang hobi menulis, mendaki gunung, dan nonton film. Pertama kali menulis adalah saat ingin mengabadikan momen pendakian Gunung Rinjani dalam bentuk buku yang berjudul "ITINERARY: Menggapai Rinjani" yang tayang di berbagai platform baca tulis. Sudah menerbitkan buku horor thriller dengan judul "Jalur Ilegal". Dan sering mengikuti kompetisi novel dan cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alienasi Raga

15 November 2023   17:51 Diperbarui: 16 Desember 2023   10:49 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah-tengah pengerjaan itu, aku memberanikan diri melamarnya ketika kami berjalan-jalan di pantai tempat pertama kali kami bertemu. Meski sempat khawatir, akan tetapi akhirnya dia membuatku menjadi pria paling bahagia di dunia, dia menerima lamaranku. Sengaja aku melamarnya saat pengerjaan, agar ketika selesai, kami bisa langsung menempatinya. 

Akan tetapi, hal yang tak terduga itu terjadi. Sehari sebelum hari pernikahan Nina menghilang. Benar-benar hilang tanpa jejak, tanpa ada satu orang pun tahu, termasuk keluarganya. Dia hilang ketika semua resepsi sudah sangat siap. Bahkan di hari pernikahan pun aku masih memaksakan untuk diselenggarakan, aku berharap Nina muncul. Namun, perempuan itu tak pernah terlihat lagi. 

Aku dan keluarganya sudah mencari ke mana-mana. Para polisi pun sudah mengerahkan banyak personel untuk mencari keberadaannya. Namun, hasilnya nihil. Aku pergi ke tempat-tempat biasa kami bersama menghabiskan waktu, termasuk pondok itu. Namun, tak kutemukan juga. Aku bahkan sudah mengalihkan dana tabungan, yang tadinya untuk pembangunan kafe untuk membuat iklan spanduk, dan pamflet pencarian, namun masih tak ada hasil. 

Yang bisa aku lakukan hanya menunggu, menunggu, dan terus menunggu. Hingga sampai titik di mana aku benar-benar menyerah. Aku depresi berat dan berkeinginan untuk mati. Pernah juga melakukan percobaan bunuh diri. Pikiran gilaku muncul waktu itu, bahwa mungkin dengan bunuh diri, aku berharap bisa menemukannya di kehidupan selanjutnya.

 ****

"Makanlah, Raga," ucap wanita yang duduk di sampingku sambil memegang sendok untuk menyuapi. Ia adalah ibuku. Aku bergeming terduduk di kursi menghadap jendela tanpa bergerak sedikit pun. Mataku lebih tertarik pada awan yang berarak di luar sana. 

Sejak kehilangan Nina, aku kehilangan segalanya. Hancur tak bersisa. Tak ada lagi gairah. Bahkan aku ingin mengakhiri hidup. Sempat beberapa kali aku coba, tetapi Ibu selalu menggagalkannya.

"Kalau kau begini terus kau bisa mati!" ujarnya. Aku masih bergeming dan berpikir betapa bodoh perkataannya itu. Karena itu yang aku inginkan. "Hei, makanlah, Raga." Kali ini Ibu memaksa. Sebuah suapan meluncur ke mulutku dengan kasar. Terpaksa aku membuka mulutku sedikit untuk menyambut makanan itu. "Mama sudah tak tahu harus berbuat apa lagi, Raga. Sudah dua tahun kau seperti ini. Mama sudah tidak sanggup."

Ibu meletakan piring di meja beserta alat makan, kemudian melangkah mendekati jendela yang sedikit terbuka. Ibu mengeluarkan sebatang rokok, menyalakan korek api untuk menyundut, lalu menghisapnya kuat. Kepulan asap mengepul lalu keluar cepat dari sela-sela jendela.

"Apakah kau tidak bisa mencari perempuan lain?" Ibu melirik ke arahku. Ucapan itu sudah sering kali terdengar ketika dia sudah jengah dengan diriku. "Dari dulu kau memang selalu begini, Raga. Kau harus selalu mendapatkan apa yang kau mau. Tapi, Raga, perempuan itu tak akan pernah bisa kau dapatkan. Dia mungkin sudah bersama pria lain. Sadarlah! Kau sudah dewasa! Bukan anak kecil lagi!"

Ada raut kesedihan sekaligus kesal dari wajah berkeriputnya. Ibu berjalan menghampiri meja di mana tasnya disimpan, kemudian kembali berjalan menghampiriku setelah merogoh isi di dalamnya. "Sebenarnya doktermu melarang Mama untuk memberitahumu, tetapi...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun