Mohon tunggu...
Hendra Wiguna
Hendra Wiguna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan

Seorang yang hobi menulis, mendaki gunung, dan nonton film. Pertama kali menulis adalah saat ingin mengabadikan momen pendakian Gunung Rinjani dalam bentuk buku yang berjudul "ITINERARY: Menggapai Rinjani" yang tayang di berbagai platform baca tulis. Sudah menerbitkan buku horor thriller dengan judul "Jalur Ilegal". Dan sering mengikuti kompetisi novel dan cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alienasi Raga

15 November 2023   17:51 Diperbarui: 16 Desember 2023   10:49 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku dan dia sedang terduduk di teras pondok menikmati malam disertai suara arus sungai sambil menyesap teh ketika tiba-tiba saja Nina melontarkan sebuah ucapan. "Kau tahu, aku bisa berbicara dengan roh."

"Oh, ya." Tanggapanku santai saja. 

"Aku bisa berkomunikasi dengan saudari kembarku."

Kali ini aku terkesiap. "Bagaimana mungkin?"

"Entahlah, mungkin karena ikatan batin di antara kami?" ucapnya. "Setelah Nani meninggal aku bisa berkomunikasi dengannya. Dia yang menyadarkan aku dari masa-masa depresiku dahulu, hingga aku sembuh. Bahkan Nani juga yang menyuruhku untuk membawa motor butut Bapak dan pergi ke Pantai Pandawa tadi pagi. Katanya, aku akan menemukan jodohku di sana," jelasnya. Ada senyum meski tipis tercipta di bibirnya. 

"Oh, ya." Hanya itu yang bisa kuucapkan dan tersenyum kemudian. Aku tidak tahu kalau itu benar atau tidak. Hal-hal semacam itu tak pernah terpikirkan olehku. "Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu ... depresi?" tanyaku penasaran. 

Sejenak dia diam, menyesap teh lalu mulai bercerita kembali. "Aku punya kekasih. Mantan tepatnya. Dia orang Surabaya, tidak jauh memang. Tapi dia tidak bisa tinggal bersamaku di pulau ini," lanjutnya. Sejujurnya aku agak terkejut mendengarnya. "Aku sangat mencintainya. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk kami menjalin hubungan. Awalnya aku merahasiakan mitos itu. Sampai dirinya tahu, dia memutuskan untuk berpisah. Karena sebelumnya dia mengajak aku untuk tinggal di Jepang. Itu impiannya."

Sekali lagi, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku melihat wajahnya. Kali ini aku tahu dari mana wajah penuh kesedihan itu berasal. Aku mencoba meraih tangannya, menggenggamnya. "Aku akan selalu bersamamu," ucapku kemudian. Kami saling menatap. Ada satu hal lain dari raut wajahnya, kesedihan itu perlahan pudar berganti senyum yang penuh harap. Harapan yang membuatku bersumpah pada diriku sendiri akan selalu ada untuknya.

"Mitos apa lagi yang kau tahu?" godaku, sekedar bertanya karena ingin menghiburnya. 

Dia tersenyum, sejenak berpikir. "Kau tahu, beberapa saat setelah lahir, bayi masih mengingat kehidupan masa lalunya?"

"Oh, iya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun