Kuantar Valma kembali ke rumahnya, sementara Addriella, ia dibawa ke Rumah Sakit Pusat dan dirawat di sana. Tidak kusangka adikku terjangkit virus ganas itu. Kukatakan pada Valma, setelah serangan virus ini selesai, dan Addriella sudah sembuh, aku ingin mengajaknya ke Salo untuk melamarnya. Kupeluk Valma yang masih saja bersedih dengan mata lembap bercucuran air mata, masih segar diingatannya suara Addriella saat dipaksa petugas memasuki ambulans.
oOo
Lima hari telah berlalu, kulewati tanpa adikku bersamaku. Keadaan kota mulai ramai dengan aktivitas warga kota, walau belum seramai sebelum virus menyerang Savonlinna. Sekolah sudah mulai dibuka, akupun kembali beraktivitas di kantor, karyawan kembali masuk semua, namun jauh berkurang karena sebagian menjadi korban serangan virus, ada yang meninggal juga, walau ada juga yang lagi dirawat di rumah sakit.
Selesai mengerjakan semua pekerjaan di kantor, kuajak Kerwyn menemaniku ke rumah sakit pusat untuk melihat keadaan Addriella. Di sana kami diarahkan petugas ke ruangan yang cukup jauh dari Addriella di rawat, disediakan layar untuk melihat pasien, tinggal disebutkan namanya, petugas akan menampilkan ruangan pasien dirawat di layar yang tidak terlalu besar itu, terlihat Addriella duduk di atas ranjang, kulihat gerakan mulutnya, aku tahu pasti, ia menyebut nama Yesus agar senantiasa memberkatinya. Tidak ada air mata yang membasahi wajahnya, tidak lagi putih memang wajahnya, terlihat agak sedikit menghitam. Tidak terasa air mata mengalir di wajahku, tak tega melihat ia berjuang sendirian menghadapi penyakitnya. Kerwyn dari tadi hanya tertunduk, takmampu ia memandangi adikku.
oOo
Sudah hampir dua minggu setelah aku dan Kerwyn menjenguk Addriella dari layar itu, memang kunjungan ke rumah sakit pusat tidak diperbolehkan lagi setelah itu, parahnya sekadar komunikasi lewat telepon pun tidak diizinkan. Aku pun sibuk dengan pekerjaan kantor yang banyak tertunda, untungnya proyek perusahaanku berjalan manis, tinggal selangkah lagi akan deal.
Begitu pula Valma, dia sangat sibuk di kantornya di Balai Kota, sehingga kami tidak sekalipun bertemu hingga hari ini. Paling saat malam menjelang tidur, kusempatkan untuk berbicara dengannya lewat VC, tidak ada lagi ketegangan di wajahnya, aura cantiknya kembali seperti awal aku kenal dengannya. Setiap akan berakhir perbincangan, dia taklupa menanyakan tentang Addriella. Hal yang aku sendiri juga sebenarnya tidak tahu.
Di kamarku, di samping foto adikku, terpampang foto Valma, nampak anggun dengan rambut hitamnya yang diikat. Teringat awal pertemuan dulu di provincial museum, senyumnya yang membuat hati ini seperti terikat oleh perasaan, perasaan indah yang menusuk jauh ke dalam hati, bertukar nomor kontak, hingga janji bertemu di Opera Festival, dan hingga hari ini menjadi kekasihku.
oOo
Pagi hari, ini adalah hari ke-20, di mana pembatasan sosial berakhir. Aku dan ribuan warga Savonlinna menunggu conpress manajer kota di TV. Kulihat dalam tayangan, manajer kota yang diapit kepala kepolisian lokal dan kepala departemen kesehatan kota mengumumkan pembatasan sosial berakhir. Berakhir dengan kemenangan, bahwa virus mematikan sudah hilang di Savonlinna, dan warga dibebaskan kembali beraktivitas seperti biasa tanpa ada rasa khawatir lagi.
Seluruh jalanan di Savonlinna dipenuhi banyak orang yang berpesta merayakan kemenangan mengatasi serangan virus, aku dan Valma turut serta dalam kemeriahan ini. Bunyi terompet bersahutan bak perayaan tahun baru, saling berpelukan gembira. Di tengah kegembiraan itu, ponselku berdering, ternyata telepon dari rumah sakit pusat yang memintaku segera ke sana. Aku segera pergi, Valma ikut bersamaku.
Sesampainya di rumah sakit pusat, tim medis yang menunggu kedatanganku langsung mengarahkan kami ke ruang tempat Addriella dirawat. Tidak ada senyuman seperti biasa ia menyambut kedatanganku di wajahnya yang kini menghitam, tiada gerak mata yang mengarah kepadaku dari Addriella. Valma langsung histeris menangis, dipeluknya tubuh Addriella, akupun tersungkur bercucur air mata. Addriella kini telah tiada.